IT, bukan film horror kacangan

Oleh: Lalu Ahmad Hamdani - Minggu, 10 Sep 2017 15:34 WIB

Sensasi menonton film ini serasa naik roller coaster. Emosi saya serasa diaduk-aduk.

Adegan pembuka film It mampu membuat saya kaku selama lima menit. Saya catat, ketegangan di awal film itu disebabkan guyuran hujan lebat, denting piano yang memainkan lagu bertempo lambat. Belum apa-apa, film ini sudah mencoba merogoh ketakutan saya. Sesekali, suara guntur dan halilintar di luar rumah membuat saya was-was.

Saya berusaha menebak-nebak, apa yang akan terjadi pada anak kecil, Georgie, dalam adegan pembuka itu. Ini saya lakukan agar tak terlalu kaget saat film ini nanti memberi kejutan-kejutan khas film horror. Sialnya, sutradara menata semua adegan dan alur dengan sangat terampil. Akibatnya, saya tidak mampu memprediksi dari arah mana pertahanan mental saya diserang.

Georgie sudah sampai di tangga ruang bawah tanah rumahnya. Ruangan itu gelap gulita. Setelah mengumpulkan keberaniannya, Georgie pun melangkah. Kemudian, “krsskkk!”

Georgie kaget, semua yang di dalam bioskop juga terhenyak kaget. Sialan! itu suara walkie talkie yang dibawa Georgie dalam saku jas hujan kuningnya. Bill, sang kakak, menghubungi Georgie lewat walkie talkie itu sekadar memberi tahu di mana persisnya wax yang dicari itu, disimpan di lantai dawah tanah.

Lepas dari adegan kegelapan lantai bawah tanah, otot saya sedikit santai. Hanya ada dua saudara laki-laki manis yang bercakap-cakap. Bill mengolesi perahu kertas Georgie dengan wax yang barusan diambil. Setelah itu, Georgie pun pamit keluar untuk main hujan-hujanan sambil meluncurkan perahu kertasnya. Batin saya berkata, “Nah, ini dia!”