Nasib Pay TV di Indonesia: hidup susah mati tak mau

Oleh: Insaf Albert Tarigan - Rabu, 03 Jul 2019 15:19 WIB

Operator Pay TV di Indonesia ketinggalan zaman. Saat pemain OTT menawarkan kebaruan dan kemudahan, mereka masih menawarkan perangkat jadul.

Persaingan untuk merebut perhatian penonton televisi (TV) di lingkup global kian sengit seiring dengan melejitnya popularitas pemain-pemain baru. Netflix, misalnya, walaupun lahir dan besar di Amerika Serikat, ternyata sukses ekspansi ke pasar internasional, termasuk Indonesia, dalam waktu cepat. Walupun begitu, ia tak bermain sendirian karena di saat yang sama juga muncul pendatang baru dari para raksasa, seperti Disney, Amazon, Apple, dan perusahaan regional Asia. 

Fenomena ini, selain mengubah lanskap industri televisi, juga mengubah wajah masa depan layanan hiburan sebagaimana yang kita kenal selama ini. Lalu, bagaimana masa depan operator televisi berlangganan (Pay TV) di Tanah Air? 

Tantangan utama para operator adalah akuisisi pelanggan baru. Mengutip data Statista, jumlah pelanggan Pay TV di Indonesia pada tahun 2022 diperkirakan hanya 12,62 juta. Padahal, potensinya sebetulnya sangat besar, mengingat jumlah rumah tangga di Indonesia mencapai 64 juta. Kajian Asia Video Industry Association (AVIA) pada tahun 2018 menyebutkan, penetrasi Pay TV hanya 5 persen. Padahal, pemainnya sudah tergolong cukup banyak: 17 operator. Tetapi, permintaan pasar tergolong tersendat. Jumlah pelanggan yang betul-betul berlangganan Pay TV pada tahun 2014 hanya 2,29 juta. Sedikit berbeda dengan AVIA, PT Link Net Tbk dalam laporan keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia tahun 2014 menyebut, terdapat 3,1 juta pelanggan Pay TV di Indonesia pada tahun 2013.

Lepas dari perbedaan angka ini, tak bisa dibantah bahwa peneterasi Pay TV di Tanah Air masih tergolong kecil. Kajian AVIA menemukan, operator Pay TV sulit menyaingi televisi free-to-air yang ketersediaan layanannya masih bagus, dan juga merebaknya pencurian konten melalui pemasangan kabel ilegal, serta kompetisi ketat antar-operator Pay TV sendiri.

Posisi operator Pay TV kian terjepit dengan kehadiran layanan Over The Top (OTT), dan munculnya generasi Z yang gaya hidupnya lebih banyak bersandar kepada koneksi internet. Layanan OTT yang sudah akrab di telinga banyak orang, misalnya, Netflix, dan Disney+ yang belum lama ini dirilis Disney. Di lingkup regional, kita mengenal Hooq, iFlix, dan Viu, yang menggandeng operator telekomunikasi untuk menawarkan layanannya.