Apakah AI sudah efektif lawan misinformasi?
Saat ini, sudah banyak pihak menggunakan AI untuk memilah informasi yang menyesatkan. Tapi, apakah sudah efektif?
Para ilmuwan data semakin kreatif dalam upaya menangkal bahaya konten palsu yang menyebar melalui media sosial dan situs berita. Model bahasa besar (LLM) yang digunakan pada chatbot seperti ChatGPT kini sedang diuji untuk mendeteksi berita palsu.
Harapannya, deteksi yang lebih baik dari AI dapat memperingatkan, dan pada akhirnya menangkal, bahaya dari deepfake, propaganda, teori konspirasi, dan misinformasi.
AI generasi berikutnya diharapkan mampu mendeteksi konten palsu dengan cara yang lebih personal dan melindungi pengguna dari konten tersebut. Agar AI yang berpusat pada pengguna ini berhasil, penelitian juga melihat ke arah ilmu perilaku dan ilmu saraf, seperti dilansir dari laman The Next Web (13/11).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa seringkali kita tidak sepenuhnya sadar saat melihat berita palsu. Dengan menggunakan biomarker seperti detak jantung, gerakan mata, dan aktivitas otak, ilmuwan dapat mengidentifikasi perbedaan halus saat kita berinteraksi dengan konten asli dan palsu.
Misalnya, saat manusia memindai wajah, mereka memperhatikan kedipan mata dan perubahan warna kulit. Ketika elemen-elemen ini tampak tidak alami, hal itu bisa mengindikasikan sebuah deepfake.