Penurunan suhu ekstrem di Samudra Atlantik memicu kekhawatiran ilmuwan

Oleh: Lysti Rahma - Sabtu, 31 Agst 2024 11:03 WIB

Penurunan suhu ini pertama kali terdeteksi pada awal Juni 2024, setelah wilayah tersebut sebelumnya mencatatkan suhu tertinggi dalam lebih dari 40 tahun.

Sebuah fenomena tak terduga terjadi di Samudra Atlantik bagian tropis dekat khatulistiwa, di mana suhu permukaan laut mengalami penurunan drastis dalam beberapa bulan terakhir. Para ilmuwan kini tengah kebingungan dan waspada terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan oleh perubahan suhu yang belum pernah terjadi sebelumnya ini.

Dilansir dari Wion News (31/8), penurunan suhu ini pertama kali terdeteksi pada awal Juni 2024, setelah wilayah tersebut sebelumnya mencatatkan suhu tertinggi dalam lebih dari 40 tahun. Pada Februari dan Maret lalu, suhu permukaan laut di wilayah ini mencapai lebih dari 30 derajat Celsius, menjadikannya periode terhangat sejak pencatatan dimulai pada tahun 1982. Namun, pada akhir Juli, suhu tiba-tiba turun hingga menyentuh 25 derajat Celsius.

Penurunan suhu yang cepat ini memicu kekhawatiran di kalangan ilmuwan, termasuk Franz Tuchen, peneliti pascadoktoral di Universitas Miami. "Perubahan yang terjadi begitu cepat dari suhu tinggi ke rendah ini benar-benar tidak pernah terjadi sebelumnya," ujar Tuchen. 

Michael McPhaden, ilmuwan senior di Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA), menyatakan bahwa hingga saat ini para ilmuwan masih berusaha memahami penyebab fenomena ini. "Kami masih terus menyelidiki proses-proses yang mungkin menyebabkan perubahan suhu ini. Ini bisa jadi merupakan fitur sementara yang berkembang dari proses yang belum sepenuhnya kami pahami," kata McPhaden.

Fenomena ini sebelumnya diperkirakan dapat mengarah pada terbentuknya pola iklim yang dikenal sebagai Atlantic Niña, yang biasanya berdampak pada peningkatan curah hujan di wilayah Afrika Barat dan penurunan curah hujan di Brasil bagian timur laut serta negara-negara di sekitar Teluk Guinea. Namun, dengan meningkatnya suhu kembali dalam beberapa minggu terakhir, para ilmuwan menyimpulkan bahwa fenomena ini kemungkinan tidak akan berkembang menjadi Atlantic Niña.