Program buku teks AI di Korea Selatan tuai protes orang tua

Oleh: Lysti Rahma - Senin, 19 Agst 2024 10:18 WIB

Pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa buku teks berbasis AI ini akan mampu menyesuaikan materi pembelajaran dengan kecepatan dan gaya belajar masing-masing siswa.

Rencana ambisius pemerintah Korea Selatan untuk menggantikan buku teks tradisional dengan tablet yang dilengkapi teknologi kecerdasan buatan (AI) di sekolah-sekolah mulai tahun 2025 menuai reaksi keras dari para orang tua. Program ini dirancang untuk diimplementasikan secara bertahap, dengan target semua mata pelajaran — kecuali seni, musik, pendidikan jasmani, dan etika — akan menggunakan buku teks AI pada tahun 2028. Namun, di balik ambisi modernisasi pendidikan ini, kekhawatiran orang tua tentang dampak negatifnya terhadap anak-anak mereka semakin mengemuka.

Dilansir dari Tech Crunch (19/8), pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa buku teks berbasis AI ini akan mampu menyesuaikan materi pembelajaran dengan kecepatan dan gaya belajar masing-masing siswa, memberikan pengalaman pendidikan yang lebih personal dan efektif. Selain itu, teknologi ini juga memungkinkan guru untuk memantau perkembangan siswa secara real-time melalui dasbor digital, sehingga intervensi bisa dilakukan lebih cepat dan tepat sasaran.

Meski terdengar seperti terobosan yang menjanjikan, rencana ini justru menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan orang tua. Mereka khawatir bahwa peningkatan penggunaan perangkat digital di sekolah akan memperburuk dampak negatif yang sudah dirasakan akibat paparan teknologi pada anak-anak. Lebih dari 50.000 orang tua telah menandatangani petisi yang mendesak pemerintah untuk meninjau kembali rencana tersebut dan lebih fokus pada kesejahteraan holistik siswa daripada sekadar mengintegrasikan teknologi baru ke dalam ruang kelas.

“Kami sebagai orang tua sudah menghadapi banyak masalah yang muncul akibat paparan perangkat digital yang berlebihan pada anak-anak kami,” bunyi pernyataan dalam petisi tersebut. Orang tua merasa bahwa pemerintah terlalu fokus pada teknologi tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap perkembangan mental dan fisik anak-anak.

Salah satu orang tua, Lee Sun-youn, yang memiliki dua anak, mengungkapkan kekhawatirannya dalam sebuah wawancara dengan Financial Times. "Saya khawatir bahwa penggunaan perangkat digital yang berlebihan bisa berdampak buruk pada perkembangan otak, konsentrasi, dan kemampuan memecahkan masalah anak-anak — mereka sudah terlalu sering terpapar layar di rumah," katanya. Lee dan ribuan orang tua lainnya merasa bahwa meski teknologi dapat membawa manfaat dalam pendidikan, terlalu banyak waktu di depan layar bisa menghambat perkembangan kognitif dan sosial anak-anak.