Sonia: Chatbot terapis AI, solusi alternatif untuk kesehatan mental
Sonia menganalisis percakapan pengguna dan memberikan respons yang disesuaikan serta “pekerjaan rumah” untuk memperkuat wawasan dari sesi terapi.
Startup teknologi kesehatan mental, Sonia, meluncurkan chatbot "terapis AI" yang diharapkan dapat menjadi solusi alternatif bagi masalah kesehatan mental. Dengan biaya berlangganan USD20 per bulan atau USD200 per tahun (sekitar Rp hingga Rp), pengguna dapat berinteraksi melalui teks atau suara dengan chatbot ini untuk mendiskusikan berbagai masalah, mulai dari depresi, stres, kecemasan, hingga masalah hubungan dan gangguan tidur.
Dilansir dari TechCrunch (27/6), pendiri Sonia, Dustin Klebe, Lukas Wolf, dan Chris Aeberli, yang bertemu saat belajar di ETH Zürich dan melanjutkan pendidikan di MIT, menciptakan Sonia sebagai jawaban atas tantangan besar dalam kesehatan mental. "Kami membangun teknologi baru yang dapat menjembatani kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan layanan kesehatan mental," kata Klebe.
Menggunakan beberapa model AI generatif, Sonia menganalisis percakapan pengguna dan memberikan respons yang disesuaikan serta “pekerjaan rumah” untuk memperkuat wawasan dari sesi terapi. Namun, penting dicatat bahwa Sonia belum mendapatkan persetujuan dari FDA.
Klebe menjelaskan bahwa Sonia memiliki algoritma tambahan untuk mendeteksi situasi darurat seperti kekerasan atau niat bunuh diri, dan akan mengarahkan pengguna ke hotline nasional. Meskipun demikian, Klebe menekankan bahwa Sonia tidak berusaha menggantikan terapis manusia. "Kami hadir untuk mengisi kesenjangan besar antara permintaan dan ketersediaan layanan kesehatan mental," ujar Klebe.
Keamanan data pengguna juga menjadi perhatian utama. Klebe menyatakan bahwa Sonia hanya menyimpan informasi minimal yang diperlukan untuk administrasi terapi, seperti usia dan nama pengguna. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai lokasi, metode, atau durasi penyimpanan data percakapan pengguna.