Bohemian Rhapsody, mengulang kembali konser Queen di Live Aid
Bohemian Rhapsody seakan dibuat sebagai panggung bagi Rami Malek, untuk menunjukkan kapasitasnya. Saya dibuat merinding sekaligus kecewa oleh film ini.
Sebagai penggemar berat Queen, pikiran saya saat ini hanya tertuju terhadap satu hal, yakni film biography (biopic) Queen yang berjudul Bohemian Rhapsody. Ya, film yang katanya sudah digarap dari 2010 lalu tersebut sudah amat dinantikan oleh para penggemarnya.
Saya pun memiliki ekspektasi tinggi terhadap film ini. Nyatanya, saya dibuat merinding oleh film ini. Sayang, di saat yang sama, saya juga harus mendapatkan kekecewaan.
Film ini dimulai dengan adegan Rami Malek yang memerankan Freddie Mercury, sedang siap-siap untuk tampil di depan penggemarnya. Bukan konser biasa, melainkan ini adalah konser paling penting bagi Queen. Tapi, saya akan membahas lebih lanjut mengenai konser ini di akhir tulisan nanti.
Kesan pertama saya melihat adegan itu adalah film ini seperti bukan film biopic untuk Queen, melainkan untuk Freddie. Benar saja tebakan saya. Semua adegan awal film ini mengindikasikan hal itu. Sutradara dari film tersebut, Bryan Singer, malah menyorot sosok Freddie, bukan grup band Smile yang sedang pentas di atas panggung. Jika Anda belum tahu, Smile adalah cikal bakal dari grup band Queen.
Adegan selanjutnya, yakni pertemuan antara Freddie dan Mary Austin yang diperankan oleh Lucy Boynton jadi petunjuk selanjutnya. Ya, ini merupakan awal kisah cinta mereka berdua, tepat di belakang panggung acara yang dimeriahkan oleh band Smile.
Ada hal lain yang meyakinkan saya bahwa film ini bukan biopic Queen, tapi biopic Freddie di dalam band Queen. Pernyataan yang dilontarkan oleh Freddie saat bertemu dengan Brian May (Gwilym Lee) dan Roger Taylor (Ben Hardy) yaitu, “Saya memiliki empat gigi tambahan, jadi saya memiliki kekuatan vokal yang lebih besar,” kata Freddie.
Selain itu, dalam film ini tidak secara lengkap menceritakan perjalanan masing-masing anggota band Queen, selain Freddie tentunya. Jujur saya sangat kecewa dengan keputusan yang diambil oleh Singer. But, who I am to judge, right?
Cukup dulu dengan kritikan dari saya. Kali ini, saya akan membahas mengenai penampilan Malek, yang menurut saya sangat mirip dengan gaya Freddie dalam keseharian maupun di atas panggung. Gaya macho namun flamboyan berhasil ditampilkan dengan cukup sempurna. Good Job!
Kekaguman saya terhadap penampilan artis pemenang Emmy atas perannya di serial Mr Robot, sampai membuat saya menyebut dirinya sebagai ‘raja lipsync’. Mengapa? Alasannya sederhana. Malek bisa menirukan gaya bernyanyi hingga gerakan bibir Freddie dengan sangat baik.
Ya, Singer bersama Brian sang gitaris asli Queen, memang memasukkan rekaman asli Freddie di setiap adegan menyanyi dalam film ini. Jadi, film ini seakan dibuat sebagai panggung besar bagi Malek untuk menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang aktor papan atas.
Jalan cerita yang ada di dalam film ini pun lompat-lompat dari satu waktu ke waktu lain. Hal ini membuat beberapa orang yang ingin mengenal Queen melalui film ini jadi bingung. Tapi, bagi mereka penggemar Queen, hal ini bukan sebuah masalah besar.
Begitu juga dengan adegan perceraian yang terjadi antara Freddie dan Mary. Kala itu, Mary yang sudah menduga ada yang salah dengan Freddie mengutarakan ketakutan yang ada di benaknya, termasuk salah satunya adalah kemungkinan Freddie seorang gay. Namun nyatanya adalah Freddie adalah seorang Biseksual. Di bagian ini, seharusnya Singer dapat lebih mendalami konflik yang terjadi di antara keduanya. Sayang, hal ini tidak terjadi.
Di bagian tengah dan akhir film ini juga menceritakan kisah percintaan Freddie dengan beberapa laki-laki, namun tidak ditunjukkan terlalu terang-terangan. Hanya sebatas melalui pandangan antara Freddie dan pasangan laki-lakinya dan satu adegan berpegangan tangan. Itu pun sangat singkat.
Tak ketinggalan, film ini juga menunjukkan kepada penonton bagaimana industri musik bekerja di masa Queen berkibar. Mulai dari adegan Freddie yang menangis saat menulis lagu, pemilihan musik mana yang akan menjadi single dalam sebuah album, pertikaian dalam sebuah band, hingga seberapa besar peranan label musik dalam menentukan kesuksesan sebuah band.
Adegan yang paling berkesan dari film ini adalah saat Queen membuat album "A Night at the Opera", di mana single legendaris "Bohemian Rhapsody", direkam saat itu. Uniknya, mereka melakukan rekaman ini di sebuah pedesaan yang terpencil, jauh dari peradaban.
Adegan pembuatan lagu ini sangatlah unik. Freddie bahkan meminta Roger untuk mengulang bagiannya saat bernyanyi, sampai Freddie puas. Hasilnya, sebuah lagu legendaris tercipta. "Bohemian Rhapshody" berhasil menempati jajaran tangga lagu di berbagai negara. Bahkan lagu ini pun berhasil bercokol di peringkat pertama di berbagai papan lagu terkenal 16 tahun setelah rilis. Queen juga sempat meluncurkan versi remaster dari lagu tersebut untuk mengenang kematian Freddie.
Nah, saat ini kita sudah mencapai bagian akhir dari tulisan ini. Seperti janji saya di awal, saya akan membahas mengenai seberapa penting konser Live Aid bagi Queen, dan tentunya Freddie.
Kenyataannya, sebelum masuk ke panggung besar ini, Queen hampir tidak bisa masuk ke konser yang ditujukan sebagai acara penggalangan dana untuk HIV di Afrika tersebut. Untung, mereka dapat masuk dan menjadi bagian dari konser amal tersebut.
Di sela-sela latihan untuk menyambut konser inilah, pada akhirnya Freddie mengaku kepada semua anggota Queen bahwa dirinya mengidap penyakit AIDS. Dia pun sudah tak memiliki waktu lama lagi untuk hidup.
Dalam konser ini, Queen memilih untuk mendendangkan beberapa lagu hits mereka, yakni “Radio Ga Ga”, “Hammer to Fall”, “Crazy Little Thing Called Love”, “We Will Rock You”, dan “We Are the Champions” di depan 1,5 miliar pemirsa di 150 negara.
Benar saja, selama Queen tampil, panitia acara berhasil menggalang dana sebesar 1 juta Poundsterling, yang merupakan target utama acara tersebut. Belum lagi antusias para penggemar Queen yang sudah menunggu lama untuk melihat mereka kembali tampil di atas panggung. Tak heran, penampilan ini merupakan penampilan terbaik Queen sepanjang masa.
Jujur, bagi saya film ini selain merupakan biopic mengenai Freddie di Queen, juga menjadi sebuah film yang mengkreasikan penampilan Queen dalam konser Live Aid yang diselenggarakan pada 1985 silam. Tingkat pembuatan ulang konser tersebut sangat akurat.
Dimulai dari tata letak panggung, penempatan peralatan, orang-orang yang ada di panggung, kamera, dan gaya dari semua pemeran identik dengan aslinya. Saya dibuat terkagum dengan level detail seperti itu.
Selain itu, penampilan konser ini membuat saya merinding. Meski telah melihat rekaman asli dari konser itu ratusan kali, adegan penutup dari film ini pun membuat saya dan para pemirsa lain ikut bernyanyi, seperti berada di konser tersebut secara langsung.
Jadi, apakah film ini layak untuk kita tonton? Jujur, jika Anda mengaku penggemar sejati Queen, Anda wajib merasakan sendiri pengalaman ini di depan bioskop. Bagi Anda yang belum mengenal Queen, lebih baik Anda membaca beberapa buku biografi Queen atau Freddie Mercury seperti “Mercury : The Definitive Biography” karangan Lesley-Ann Jones. Setelah itu, barulah Anda bisa menonton film ini untuk mengurangi kebingungan karena lompatan-lompatan cerita dalam film Bohemian Rhapsody ini.