Hastu Wijayasri, developer perempuan difabel pertama Indonesia
Hastu merupakan mahasiswi UIN Sunan Kalijaga angkatan 2017. Dia memilih jurusan Teknik Informatika karena minatnya terhadap komputer.
Google Developer di Indonesia memiliki cerita unik. Siapa sangka program menjadi developer juga bisa diikuti oleh penyandang disabilitas. Mahasiswi bernama Hastu Wijayasri menginspirasi peserta lainnya karena kegigihan dan motivasinya belajar coding. Hastu merupakan mahasiswi UIN Sunan Kalijaga angkatan 2017. Dia memilih jurusan Teknik Informatika karena minatnya terhadap komputer.
"Aku suka komputer. Lihat itu (komputer) unik, ada banyak hal yang bisa dilakukan," katanya.
Soal coding, Hastu memang tak punya bekal khusus. Dia bahkan awam dengan kata "developer". Namun berkat workshop yang diikutinya, Hastu semakin tercerahkan akan dunia coding dan developer.
"Awalnya awam sama coding, terus ada workshop dan aku ikuti. Dari situ aku baru tahu developer seperti apa. Tapi aku belum paham secara mendalam, jadi hanya memahami istilah developer apa, tapi belum tahu sepenuhnya. Dari situ aku tertarik," ujarnya.
Workshop yang diikuti Hastu adalah Developer Student Club (DSC) Lead. Workshop ini merupakan program Google untuk berbagi pengetahuan seputar coding kepada mahasiswa yang bergabung di DSC. Di DSC, Hastu belajar tentang Android dan mengikuti acara lainnya seperti seminar yang berkaitan dengan developer.
Dari pengetahuan yang masih terbatas itu, Hastu sudah memiliki hasrat untuk membantu orang lain melalui aplikasi mobile berbasis Android.
"Aku gabung dengan tim proyek, membuat aplikasi Sukacare. Aplikasi itu bertujuan membantu mahasiswa disabilitas lainnya untuk lebih mudah dalam memahami materi kuliah," ujarnya.
"Ketika belajar memang menghadapi kesulitan. Selain awam, aku juga mikir coding itu sulit. Tapi aku termotivasi belajar banyak lagi. Apalagi saya punya kesulitan lebih sulit karena masih kekurangan mentor, karena mentor orang tuna rungu itu berbeda," katanya
Memang waktu mewawancarai Hestu tek.id melakukannya sembari dibantu penerjemah bahasa isyarat.
"Akhirnya saya mencoba cari cara lain untuk belajar lebih banyak lagi. Aku merasa ini tantangan bagiku karena aku menjadi perempuan tuna rungu pertama yang jadi developer," ujar Hastu mengutarakan semangatnya.
Aplikasi buatannya sendiri memang masih dalam tahap uji coba. Namun mahasiswa semester tiga tersebut akan terus mengembangkannya hingga menjadi sempurna. Hastu mengutarakan mimpinya untuk membangun startup hingga mampu membantu penyandang disabilitas lainnya menjadi developer.