Sri Asih, film pahlawan super dengan kearifan budaya Indonesia
Sri Asih merupakan karakter pahlawan super yang ditunggu-tunggu masyarakat setelah penampilan pertamanya di Gundala (2019).
Bukan tidak mungkin industri perfilman Indonesia memiliki waralaba besar nan sukses seperti Marvel Cinematic Universe. Bukan tidak mungkin juga waralaba tersebut berisi kearifan buadaya Tanah Air yang diadaptasi dari seri komik orisinal.
Yap, Saya memang sedang membicarakan Bumilangit, perusahaan hiburan yang kini menaungi karakter-karakter komik legendaris Indonesia, termasuk Sri Asih yang difilmkan dan baru-baru ini tayang di bioskop.
Sri Asih merupakan karakter pahlawan super yang ditunggu-tunggu masyarakat setelah penampilan pertamanya di Gundala (2019). Karakter ini sudah lama diumumkan akan diperankan oleh Pevita Pearce dan berisi banyak adegan aksi.
Saya pun penasaran kenapa karakter yang begitu kental dengan budaya Jawa ini diperankan oleh aktris blasteran. Namun, pertanyaan ini terjawab setelah menonton filmnya selama 2 jam 15 menit.
Sebelum bicara soal Pevita, Saya ingin mengapresiasi terlebih dahulu Jagat Sinema Bumilangit yang telah membuat film ini dengan sangat apik. Ini merupakan peningkatan yang sangat baik dari film pahlawan super sebelumnya, Gundala.
Dari segi cerita, Sri Asih memiliki plot yang tidak membosankan, meskipun mudah ditebak. Kisah hidupnya yang dikemas sejak dia dilahirkan hingga menjadi seorang professional fighter tidak bertele-tele dan cukup efektif untuk membangun ke konflik selanjutnya.
Sebagai cerita orisinal Indonesia, Sri Asih tentu kaya akan budaya lokal, khususnya adat Jawa. Namun, budaya dan adat ini berhasil dikemas dengan keren, tidak kampungan, sehingga siapapun orang Indonesia yang menonton merasa bangga. Semua ditempatkan pada porsinya masing-masing, tidak berlebihan.
Selain itu, adegan aksi dalam film ini juga sangat mengesankan. Saya bertanya-tanya sepanjang film, siapa yang mengarahkan koreografi aksi Pevita, Kala, Jagau, dan karakter lain dalam film. Ternyata, itu adalah Uwais Team selaku koreografer untuk setiap adegan berkelahi.
Gaya berkelahinya tidak pasaran dan malah memanjakan mata. Seperti ketika Pevita menggunakan Selendang Merah untuk menghadang Jagau dan perkelahian kecil dengan musuh-musuhnya yang simpel tapi membuat kami berdecak "Wow!". Jadi meskipun terasa sedikit sentuhan Marvel, namun Sri Asih tetap memiliki orisinalitasnya sendiri.
Pevita, yang secara maksimal melatih fisiknya untuk menjadi Sri Asih, tidak tanggung-tanggung tampil di film ini. Pembawaan dirinya sangat cocok dengan karakter Alana alias Sri Asih, sampai-sampai pertanyaan Saya di awal seolah sudah terjawab.
Di samping itu, penggunaan CGI dalam Sri Asih juga bukan sesuatu yang murahan. Ini terlihat sangat baik, menunjukkan semakin serius sineas Indonesia dalam mengimplementasikan teknologi tersebut.
Sri Asih disutradarai oleh UPI, dengan naskah yang ia tulis bersama Joko Anwar. Meski Joko Anwar tidak ikut mengarahkan, namun ada beberapa adegan yang 'Joko Anwar banget'. Salah satunya ketika Prayogo duduk sendirian di ruangannya sambil mendengar lagu dan menenggak minumannya. Sekejap Saya langsung mengingat atmosfer film Pengabdi Setan.
Sahabat Tek yang ingin menonton Sri Asih, tapi belum menyaksikan Gundala tidak perlu khawatir. Sebab, dalam garis waktu peristiwa Sri Asih tampaknya terjadi lebih dulu, sebelumm Gundala. Tetapi setelah menyaksikan Sri Asih, kalian dijamin penasaran dengan film sebelumnya.
Sri Asih, yang menurut Saya sukses mengesankan penonton, memperluas gerbang menuju film Jagat Sinema Bumilangit lainnya meliputi Virgo & The Sparklings (2023), Si Buta dari Gua Hantu (TBA), Godam & Tira (2024), Gundala Putra (TBA), Mandala Golok Setan (TBA) dan Patriot (TBA).
Akhir kata, sangat mungkin Jagat Sinema Bumilangit menciptakan alam semesta dan waralaba besar yang dapat mengangkat perfilman Indonesia, lewat aksi, cerita, serta adat budayanya.