Review The Platform, plot twist aneh dengan adegan keji dan vulgar
The Platform menceritakan sistem makan yang aneh di penjara vertikal. Film yang ditulis oleh David Desola and Pedro Rivero ini menceritakan tentang keserakahan manusia dan kesenjangan sosial yang ada di dalam penjara. Film ini dikemas dengan adegan keji, kotor, dan vulgar.
Kesenjangan sosial bisa terjadi di mana saja. Di dalam penjara yang diisi oleh orang-orang kriminal pun bisa terjadi. Seperti dalam film The Platform yang Maret lalu bergabung di Netflix. Film Spanyol arahan sutradara Galder Gaztelu-Urrutia ini menggambarkan eksperimen brutal pada suatu kondisi sosial di dalam penjara vertikal.
Film bergenre thriller tersebut menceritakan sistem makan di sebuah penjara vertikal. Dikatakan vertikal karena terdapat banyak lantai, dengan mengisi 2 tahanan per lantai.
Sistem pembagian makanan mengubah para napi menjadi hewan yang kelaparan. Sebuah mimbar berisi makanan penuh akan datang dari lantai paling atas atau lantai 0 dan akan berhenti di setiap lantai. Di sinilah kenapa Saya bilang kesenjangan sosial, karena semakin bawah lantainya, makanan yang datang pun semakin sedikit. Dan karakter penghuni semakin ganas.
Cerita dikemas David Desola and Pedro Rivero secara menarik. Mereka tidak tertarik menghubungkan roda kehidupan yang berputar dengan keserakahan manusia. Dalam film, napi yang beruntung berada di lantai atas dengan masa bodo melahap makanan itu dan bahkan mengotorinya. Hampir setiap hari, mereka yang ada di bawah memakan makanan bekas injakan atau bahkan sudah tercampur dengan air seni dari penghuni atas. Padahal mereka sadar pada bulan berikutnya bisa jadi ditempatkan di lantai paling bawah.
Desola dan Rivero berfokus pada kelakuan keji dan kotor manusia. Narapidana dalam tahanan bisa memakan temannya sendiri ketika berada di lantai 100 ke bawah, di mana mimbar tinggal berisi piring kosong. Seperti adegan ketika Goreng – tokoh utama dalam film - berada di lantai 202, dirinya hampir dibunuh oleh teman sekamarnya, Trimagasi.
Adegan-adegan sadis yang ada di dalam film ini direkam begitu nyata dan vulgar. Saya sangat terganggu ketika melihat seorang napi dari lantai 5 membuang kotoran tepat di muka napi yang ada di bawahnya. Atau ketika Trimagasi membelek daging Goreng untuk dimakan. Nah itu dia, napi di sini sudah terbiasa memakan daging manusia mentah-mentah.
Goreng merupakan tahanan yang secara sukarela masuk ke dalam penjara neraka ini demi mendapatkan sertifikasi Diploma. Goreng yang diperankan oleh Ivan Massagué berupaya menghentikan sistem di dalam penjara ini yang menurutnya salah.
Urrutia tidak menceritakan asal usul sistem ini dibuat dan siapa pengelola serta dalang di balik penjara ini. Film ini memiliki plot twist sehingga setiap penonton mempunyai perspektifnya masing-masing untuk akhir film. Penonton juga dibuat bingung ketika seorang pegawai penjara yang tiba-tiba menjadi narapidana dan baru menyadari aksi ketidakmanusiaan di dalam penjara ini. Setiap adegan yang dibuat Urrutia hampir selalu memberikan tanda tanya ke dalam otak Saya. Pantas saja film ini dinobatkan sebagai People's Choice Award atau film paling populer di Festival Film Internasional Toronto 2019.
Bagi Anda yang mudah bosan saat menonton film, mungkin The Platform bukan pilihan karena dari awal hingga akhir film, cerita hanya berlatar di dalam penjara. Anda tidak dapat menikmati siluet matahari terbenam atau pemandangan gedung-gedung pencakar langit dalam film ini.
Tapi lain halnya bagi Anda yang pecinta alur plot twist dan suka menebak-nebak jalan cerita. Mungkin film ini akan sangat menantang bagi Anda.