The Perfection suguhkan pesan moral terkait pelecehan seksual
The Perfection yang tayang di Netflix, menyuguhkan beragam plot twist dan menawarkan pesan moral terkait pelecehan seksual terhadap anak perempuan.
Pertama kali melihat judul The Perfection dan cuplikan dari film ini di Netflix langsung mampu menarik perhatian saya untuk menontonnya. Film bergenre horor thriller psikologis ini menyajikan beragam plot twist yang tak terduga. Di awal, film ini memperkenalkan konflik utama yang berfokus pada kembalinya mantan murid sekolah musik Barchoff Academy bernama Charlotte (diperankan oleh Allison Williams).
Film dimulai seperti halnya sebuab kisah drama. Charlotte adalah murid berbakat di sebuah sekolah musik swasta Barchoff Academy, yang utamany melahirkan pemain cello muda berbakat. Sekolah itu dijalankan dengan tangan besi oleh Anton (Steven Weber) dan Paloma (Alaina Huffman). Ia terpaksa keluar dari karir sebagai musisi karena ibunya sakit keras. Charlotte bertahun-tahun merawat ibunya hingga akhirnya meninggal dunia. Satu dekade kemudian ia kembali, namun posisinya tergantikan pemain muda, Lizzie (Logan Browning).
Charlotte dan Lizzie bertemu di Shanghai, di mana mereka diundang untuk menjadi juri dalam memilih siswa terbaik di akademi berikutnya. Dinamika persaingan dengan cepat mulai berkembang di antara mereka, di mana Charlotte tampaknya terancam sekaligus tertarik oleh kemampuan Lizzie yang lebih muda ini.
Film garapan sutradara Richard Shepard pun mulai bekerja. Banyak hal-hal misterius yang satu per satu terungkap di Cina. Lembaran kisah misterius ini seolah-olah seperti mengupas banyak lapisan bawang. Di setiap kisah, ada cerita mengejutkan yang menanti Anda. Hal yang bisa saya katakan adalah, film ini menyuguhkan intensitas ketegangan yang tinggi. Dalam film ini, bass cello bukan hanya sebagai aksesoris, tapi juga sebagai alat utama untuk melakukan kejahatan brutal. Sekilas film ini mengingatkan saya pada film Black Swan (2010). Meski begitu The Perfection punya identitas tersendiri.
Karakter Charlotte, membuat saya terpesona. Perannya sebagai protagonis di film ini sekaligus sebagai pusat kisah film yang dinamis. Ketegangan dan trauma yang terpendam selama bertahun-tahun meledak ketika dia melihat posisi yang seharusnya ditempatinya, terisi oleh gadis lain. Kendati begitu, dia tetap tenang di permukaan, sembari merencanakan pembalasannya dengan hati-hati.
Tentunya akan timbul banyak pertanyaan tentang Charlotte. Dalam separuh perjalanan cerita kita jadi bertanya, "siapakah dia?", kemudian pada saat berikutnya kita bisa bertanya lagi "bagaimana dia bisa seperti ini?", lalu kita seolah bertanya lagi, "mengapa dia melakukan ini?". Hal-hal menarik tentang Charlotte adalah seputar motivasi dan targetnya untuk melakukan segala hal dalam cerita. Intinya, film ini akan membuat kita bertanya dan terus memaksa kita membangun pemikiran tersendiri.
Ini adalah film yang berani yang tidak pernah membosankan. Meskipun banyak plot-twist di dalamnya, semuanya bisa terungkap dengan memuaskan tanpa meninggalkan satu misteripun.
Pada bagian ketiganya, The Perfection menyajikan resolusi dari keseluruhan cerita dan tentunya kembali menyajikan plot-twist yang lebih tidak terduga dari sebelumnya. Sayangnya menurut saya, penyelesaian cerita dari film ini kurang menyajikan resolusi yang baik. Bahkan terbilang masih menggantung. Mungkin sengaja, untuk membuka ruang agar ada kisah lanjutan dari The Perfection tahun depan. Namun secara keseluruhan, film ini memiliki pesan moral yang sangat baik yang menyinggung isu pelecehan seksual terutama pada anak-anak perempuan.