Vincenzo bukan sekadar mafia dingin nan romantis
Mengusung judul sang nama tokoh, drama ini memiliki cerita yang mengisahkan tentang perjalanan Vicenzo Cassano, seorang konsultan hukum kelompok mafia.
Mungkin film series yang termasuk dalam jajaran paling populer untuk tahun ini adalah Vicenzo. Drama Korea yang memiliki 20 episode dan tayang di Netflix ini, berhasil mencetak rating 14,6 persen. Meski populer, prasangka untuk menonton drama Korea tentu menjadi ganjalan tersendiri bagi sebagian orang. Inilah yang terjadi pada saya. Awalnya saya mengira jika cerita yang diusung Vicenzo memiliki jalan cerita seperti kebanyakan drama Korea lainnya. Antara romatisme atau heroisme dari tokoh, yang kadang terasa membosankan.
Namun setelah menonton film tersebut, percayalah bagi Anda yang memiliki prasangka tersebut, ini tidak akan terjadi. Drama yang disutradari Kim Hee-won dan ceritanya dikarang Park Jae-bum ini sangat lekat dengan permasalahan sosial di sekitar kita. Saya rasa Vicenzo disajikan dengan penuh riset mendalam terkait permasalahan yang diangkat.
Mengusung judul sang nama tokoh, drama ini memiliki cerita yang mengisahkan tentang perjalanan Vicenzo Cassano (Song Joong-ki), seorang konsultan hukum kelompok mafia yang berkewarganegaraan Italia tapi memiliki darah Korea Selatan, dalam mencari harta karun yang disembunyikan di suatu tempat.
Sekilas cerita Vicenzo
Dari Italia, Vicenzo yang memiliki julukan Consigliere itu memutuskan terbang ke Korea Selatan untuk mengambil harta karun berupa emas. Harta karun itu tersimpan dalam salah satu ruangan di tempat bernama Plaza Geumga. Tempat ini merupakan sebuah gedung pusat perbelanjaan yang sudah mulai redup. Namun upaya untuk mengambil emas di Plaza Geumga, ternyata bukan perkara mudah. Vicenzo harus menghadapi berbagai permasalahan terlebih dahulu.
Secara garis besar, Vicenzo harus menyingkirkan pihak yang berkepentingan di Plaza Geumga untuk dapat mengambil emas di sana, antara lain perusahaan Babel dan penghuni plaza. Babel dikisahkan ingin menggusur Plaza sepi itu untuk diganti menjadi gedung yang disebut Menara Babel.
Salah satu yang ada di Plaza Geumga adalah kantor firma hukum milik Hong Yu-Chan, seorang pengacara yang nanti dibunuh oleh Babel melalui preman bayaran karena dianggap menghalangi kepentingan perusahaan. Hong Yu-Chan memang dikisahkan sebagai pengacara yang berpihak pada kelompok tertindas dan getol melawan Babel. Vicenzo yang ingin mengambil emas, akhirnya membantu Hong Yu-Chan untuk menyingkirkan Babel agar tidak menganggu Plaza Geumga.
Sementara itu, penghuni Plaza Geumga hanya tinggal beberapa orang dengan tokonya masing-masing. Namun, mereka menolak digusur karena merasa memiliki keterikatan emosi dengan Plaza Geumga. Tak semua penghuni mengetahui jika di dalam gedung yang mereka tinggali terdapat segudang harta karun. Untuk menyingkirkan penghuni, Vicenzo berencana membelikan tempat baru dan memindahkan mereka. Meski pada akhirnya, rencana Vicenzo ini tidak dilakukan sama sekali.
Kemudian, Hong Yu-Chan diceritakan memiliki seorang anak yang bekerja sebagai pengacara juga, bernama Hong Cha-young (Jeon Yeo-bin). Ia bekerja di firma hukum Wusang yang mendukung Babel dan merupakan lawan dari ayahnya. Tapi setelah Hong Yu-chan mati, Cha-young akhirnya mau melanjutkan firma milik ayahnya dan bekerja sama dengan Vicenzo untuk melawan Babel.
Singkat cerita, Cha-young dan Vicenzo berhasil menganggalkan rencana Babel untuk membangun menara Babel di wilayah Plaza Geumga. Menariknya, keberhasillan dalam menggagalkan rencana tersebut tidak lepas dari bantuan warga Plaza, dimana mereka masing-masing memiliki latar belakang dengan kemampuan yang dapat diperhitungkan. Setelah rencana Babel gagal, Vicenzo bersama beberapa warga Plaza Geumga berhasil mengambil emas yang ada di sana.
Kisah kebiadaban hubungan perusahaan, negara, dan media
Seperti yang saya sebutkan di atas, Vicenzo menawarkan kisah yang menarik untuk diikuti karena mampu menarasikan permasalahan sosial di sekitar kita. Perusahaan Babel yang menjadi lawan Vicenzo dan kawan-kawan, sangat keji dan hanya mempedulikan keuntungan perusahaan saja. Dalam upaya perusahaan untuk menggusur Plaza Geumga, direktur perusahaan, Jang Jun Woo (Ok Taec-yeon), menggunakan berbagai cara-cara yang kotor dan biadab.
Dalam pusaran konflik penggusuran lahan seperti itu, Babel tidak hanya menggunakan preman bayaran untuk melakukan tindak kekerasan agar warga Plaza Geumga takut dan mau digusur. Babel juga menggunakan instrumen negara untuk membantu upayanya dalam membangun Plaza Geumga. Ini mulai dari kejaksaan, hakim, dan aparat keamanan.
Babel dengan kekuatan modalnya, membeli otonomi pelayan sipil tersebut demi melancarkan pembangunan menara. Kisah pembelian otonomi seperti ini, banyak ditampilkan dalam adegan yang ada di Vicenzo. Sebagai contoh, terdapat scene dimana Babel mengumpulkan beberapa otoritas terkait untuk membagi keuntungan atas Menara Babel. Pembagian keuntungan itu dilakukan Babel agar mendapat dukungan dari negara.
Dalam buku Jhon Perkins yang berjudul The New Confenssions of an Economic Hit Man, menyebut jika korporatokrasi tengah menjangkit sistem politik dalam sebuah negara. Korporatokrasi sendiri merupakan sistem politik yang berbasis pada kekuatan kapital dari korporat atau perusahaan. Jadi, korporat yang memiliki modal atau kapital itu mampu menguasai negara, untuk mengeluarkan kebijakan sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Negara pada akhirnya terkooptasi dalam pusaran kepentingan modal dari perusahaan sehingga membuat fungsi sejatinya lenyap. Negara hanya berperan sebagai penyedia legitimasi bagi kekuatan kapital atau perusahaan bukan untuk menyelenggarakan aktivitas yang bertumpu pada kebutuhan masyarakat.
Korporatokrasi ini berjalan dengan perusahaan melakukan transaksi pada instrumen negara untuk dapat mengeluarkan kebijakan yang diinginkan. Korporatokrasi yang ditampilkan di Vicenzo sangat jelas terasa, ini ditampilkan saat Babel berusaha menjegal langkah Vicenzo dan Cha-young dengan menggunakan instrumen aparat keamanan. Polisi di film Vicenzo itu "dibeli" Babel melalui firma hukum Wusang untuk menangkap lawan yang menghalangi pembangunan Menara Babel. Dikisahkan, Cha-young pernah ditangkap oleh polisi dengan tuduhan yang dibuat-buat, padahal ia tidak melakukan hal tersebut.
Kisah seperti ini juga terjadi di Indonesia, dimana nasib Cha-young juga pernah dirasakan oleh Budi Pego yang ditangkap polisi karena dituduh menyebarkan paham komunis. Padahal ia tidak melakukan hal tersebut. Budi Pego merupakan salah satu tokoh gerakan yang getol memperjuangkan wilayahnya dari aktivitas pertambangan di Banyuwangi. Jadi, kisah yang ditampilkan dalam Vincenzo merupakan gambaran realita yang tak jarang terjadi.
Lebih lihai lagi, Babel juga dikisahkan menyuap pemilik salah satu media besar untuk dapat membersihkan nama perusahaan di mata publik. Babel menjanjikan akan menyuplai dana melalui skema iklan. Dan akhirnya, media menerima penawaran dari Babel. Mereka memberitakan jika Babel merupakan perusahaan yang memiliki integritas tinggi kepada masyarakat.
Dalam buku Leslie Sklair, yang berjudul Globalization: Capitalism and its Alternatives, media kini telah banyak berubah menjadi penopang kepentingan perusahaan ketimbang berpihak pada masyarakat. Dengan kemampuan untuk menyebarkan informasi secara massif, media digunakan perusahaan untuk mengendalikan pandangan publik. Perusahaan bertransaksi dengan media untuk menyebarkan informasi yang dapat membujuk masyarakat. Jadi, perusahaan meminta agar media menayangkan informasi yang sesuai dengan pesanan mereka.
Dalam film Vicenzo, dikisahkan Babel meminta media untuk menayangkan berita agar menutupi kesalahan yang diperbuat oleh perusahaan. Menurut saya, ini jelas satu kisah dari Vicenzo yang kerap terjadi di sekitar kita. Informasi yang disajikan media bisa sangat kabur dalam satu perisitiwa tertentu yang biasanya melibatkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Pengaburan sistematis seperti ini hanya merugikan publik dan media tidak lebih dari pelayan bagi perusahaan.
Vicenzo sebagai aktor gerakan yang kreatif
Vicenzo sebagai aktor gerakan yang kreatif
Dalam menghadapi pusaran kekuatan (mulai dari perusahaan, negara, hingga media) yang biadab itu, Vicenzo bersama kawan-kawan menyajikan strategi tandingan yang sangat menarik untuk dipelajari. Vicenzo memang ditampilkan sebagai seorang mafia yang dingin nan romantis. Tentu bagi yang sudah menonton, Vicenzo ditampilkan bagai seseorang yang bergaya dingin seperti tidak memiliki perasaan. Tapi, sebenarnya ia memiliki perasaan yang lembut khusunya pada perempuan.
Ini ceritakan saat Vicenzo bertemu dengan ibu kandungnya. Ia ingin mengungkapkan rasa sayang kepada ibu tapi sangat sulit untuk dilakukan. Selain itu, sikap Vicenzo yang dingin dan romantis ini juga ditampilkan saat ia memperlakukan Cha-young. Perasaan suka Vicenzo pada Cha-young tidak diungkapkan secara langsung, tapi terdapat indikasi kecil yang secara tersirat. Misalnya saat Vicenzo menunjukkan kekhawatiran pada Cha-young saat akan pergi ke acara reuni sekolahnya. Sikap seperti ini tentu bisa membuat penonton geregetan dan ikut terbawa suasana emosi yang dibangun dalam film.
Lebih dalam lagi, drama ini mengungkapkan untuk dapat berhasil memenangkan konflik penggusuran seperti tergambar dalam film, harus memiliki strategi-strategi yang kreatif. Vicenzo sendiri digambarankan sebagai aktor gerakan yang kreatif. Dalam buku Charles Tilly yang berjudul Social Movement 1768-2004, menjelaskan apabila kelompok yang melakukan perlawanan sosial biasa melakukan aksi, demonstrasi, kampanye, dan bahkan pertunjukan. Aktivitas tersebut dilakukan untuk menunjukkan kekuatan pada pihak lawan agar mereka tidak bisa berbuat semena-mena
Vicenzo pun ditampilkan demikian, ia berhasil menghalau rencana penggusuran pertama kali di Plaza Geumga. Ia dengan kreatif melakukan klaim terhadap Babel jika wilayah yang akan digusur itu masih eksis dan merupakan milik masyarakat. Vicenzo dikisahkan melakukan klaim tersebut dengan menyelenggarakan pesta yang dihadiri oleh diplomat Italia di wilayah Plaza Geumga.
Jadi pihak kontraktor yang ditugaskan perusahaan Babel untuk menggusur, akhirnya tidak bisa melakukan aksinya. Pendekatan gerakan semacam ini sangat menarik karena Vicenzo menghadirkan acara yang dapat dinikmati bersama. Jadi, bisa mengundang massa lebih banyak untuk memperhatikan isu penggusuran.
Kedua, ia juga menghadirkan tokoh publik penting, yaitu diplomat Italia. Kehadiran tokoh publik akan membuat semacam legitimasi pada perjuangan yang sedang dilakukan oleh Vicenzo dan kawan-kawan. Kedua elemen tersebut, menjadi kekuatan untuk menunjukkan pada pihak lawan bahwa masyarakat yang akan digusur memiliki otonomi. Dan, tidak bisa seenaknya digusur begitu saja.
Klaim semacam ini memang penting untuk dilakukan para aktor gerakan yang sedang melawan kepentingan-kepentingan biadab. Klaim semacam ini seperti yang biasa dilakukan oleh kawan-kawan gerakan, misal dengan membuat acara pengajian atau pagelaran seni di sekitar wilayah konflik lahan. Tapi dengan mengadakan pesta seperti yang dilakukan Vicenzo, sepertinya menjadi pilihan strategi yang bisa diperhitungkan.
Dalam drama ini, Vicenzo juga dikisahkan tidak hanya menggunakan jalur litigasi (menggunakan mekanisme pengadilan) untuk menyelesaikan konflik. Tapi, Vicenzo juga menggunakan jalur penyelesaian konflik di luar mekanisme pengadilan. Pilihan ini menurut saya sangat tepat karena pengadilan sudah dikuasai oleh perusahaan. Pengadilan dapat memutus sesuai pesanan perusahaan. Jadi, memang diperlukan langkah pendukung lain agar bisa menghentikan rencana penggusuran Plaza Geumga oleh Babel.
Disini langkah dari latar belakang mafia Vicenzo bermain, ia menggunakan tindak ancaman pada beberapa pihak lawan yang menjadi kekuatan langsung dari Babel. Sebelum bertanding di pengadilan, Vicenzo dan kawan-kawan berhasil menggembosi kekuatan dari Babel. Ini dilakukan dengan menguraikan pihak-pihak yang menjadi kekuatan Babel, seperti media, keuangan, kejaksaan, hakim, aktor politik, dan sebagainya. Kemudian, mereka mendatangi pihak tersebut dan menawarkan pilihan yang tidak dapat ditolak. Sehingga, pihak yang menjadi sumber kekuatan Babel tidak lagi mendukung rencana penggusuran Plaza Geumga.
Dari metode di luar pengadilan ini, Vicenzo dan kawan-kawan berhasil memiliki cukup kekuatan untuk bertanding dalam mekanisme pengadilan. Ketika seluruh sumber kekuatan terputus, akhirnya pengadilan memutuskan jika Babel dinyatakan bersalah di sejumlah peristiwa dan tidak dapat melakukan pembangunan Menara Babel. Tapi secara realita, pekerjaan untuk memutus sumber kekuatan lawan oleh aktor gerakan ini sangat sulit karena harus menghimpun massa yang kuat terlebih dahulu. Selain itu, pekerjaan tersebut juga membutuhkan kesabaran karena pasti akan berjalan dalam waktu yang cukup lama.
Menurut saya, kisah yang disajikan di Vicenzo ini sangat menarik dan syarat akan dinamika yang terjadi di sekitar kita. Perusahaan dan negara kerap berhubungan untuk melanggengkan kekuasaan. Seringkali, kekuasaan yang terhimpun antara perusahaan dan negara ini menimbulkan korban bagi masyarakat. Jadi dengan adanya tangkapan realita tersebut dalam Vicenzo, membuat film ini sangat patut ditonton.
Kita bisa jadi lebih peduli terhadap permasalahan sekitar pada kelompok yang sedang tertindas, yang sebenarnya membutuhkan bantuan banyak orang untuk menghadapi kekuatan besar dari perusahaan dan negara.