Atmosfer Pluto diprediksi hilang pada tahun 2030
Para astronom telah mempelajari perubahan musiman pada tekanan permukaan Pluto menggunakan teknik yang disebut okultasi bintang berbasis darat.
Setelah tidak lagi memegang status sebagai planet pada 2006 lantaran ukurannya yang kecil, Pluto diprediksi akan menghadapi bencana atmosfer. Dilansir dari Digital Trends (28/4), para astronom telah mempelajari perubahan musiman pada tekanan permukaan Pluto menggunakan teknik yang disebut okultasi bintang berbasis darat.
Okultasi terjadi ketika benda seperti bulan atau planet menghalangi cahaya yang datang ke Bumi dari benda yang jauh lebih besar seperti bintang dan gerhana. Dengan mengamati bagaimana Pluto menghalangi cahaya dari bintang yang jauh, informasi tentang kerapatan, tekanan dan suhu atmosfer dapat diukur.
“Kami mampu membangun model musiman Pluto dan bagaimana ia menanggapi perubahan dengan jumlah cahaya matahari yang diterimanya saat mengorbit Matahari. Apa yang kami temukan adalah ketika Pluto berada paling jauh dari Matahari, dan selama musim dinginnya di belahan sebelah utara, nitrogen membeku dari atmosfer,” kata Andrew Cole dari University of Tasmania.
Kini sudah cukup dingin di permukaan Pluto, dengan suhu permukaan yang bervariasi antara minus 228 hingga minus 238 derajat Celcius. Sekarang kita tahu bahwa beberapa musim lebih dingin daripada yang lain, cukup dingin untuk nitrogen, yang membentuk sebagian besar atmosfer jadi membeku.
Suasananya juga berubah seiring waktu. Tekanan atmosfer telah meningkat tiga kali lipat selama tiga puluh tahun terakhir. Model-model planet kerdil menunjukkan bahwa sebagaian besar atmosfer akan mengembun ke luar sampai hampir tidak ada yang tersisa.
Jika ini terjadi, maka akan mengubah cara Pluto menampakkan diri kepada kita. Pembekuan nitrogen akan memantulkan lebih banyak sinar matahari, sehingga Pluto akan benar-benar tampak cerah di langit. Tetapi medan planet kerdil tersebut akan terlihat berbeda juga.