Baik buruk modifikasi genetika yang dilakukan He Jiankui
Aksi modifikasi genetika pada level embrio yang dilakukan ilmuwan China menuai kritik dari rekan sesama ilmuwannya. Mengapa hal ini terjadi?
Perkembangan teknologi yang masif menuntun manusia ke banyak hal baru. Dimulai sejak manusia mengenal sistem bercocok tanam, hingga kini manusia berencana membangun koloni di Mars. Bahkan, baru-baru ini, Elon Musk menyatakan, sekitar 70 persen peluang dia akan pergi ke Mars.
Namun bukan itu yang akan dibahas dalam tulisan ini, melainkan fakta mengejutkan bahwa ilmuwan di China sudah melakukan modifikasi genetik pada embrio manusia. Modifikasi ini dia lakukan untuk membuat sang jabang bayi kebal.
Sang peneliti, bernama He Jiankui, baru-baru, ini merilis sebuah video di YouTube. Dalam video itu, dia menyatakan, telah berhasil memodifikasi gen dua embrio bayi perempuan, bernama Lulu dan Nana. He Jiankui menghapus gen yang memungkinkan kedua bayi perempuan ini terhindar dari HIV AIDS.
Ilmuwan tersebut juga membeberkan hasil penelitiannya pada pertemuan Human Genome Editing Summit di Universitas Hong Kong. Paparannya tersebut sontak menuai kritik dari para peserta pertemuan tersebut. Menurut sebagian besar ilmuwan yang hadir, He Jiankui melanggar etika dengan melakukan penelitian itu.
He Jiankui menggunakan sebuah teknologi modifikasi genetik yang dikenal sebagai CRISPR-Cas9. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan CRISPR?
Clusteres Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats atau yang lebih dikenal dengan nama CRISPR sebenarnya merupakan serangkaian urutan DNA yang ditemukan pada bakteri. Urutan DNA ini melindungi bakteri yang sebelumnya pernah terinfeksi virus. Nantinya, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim bernama Cas9. Cas9 dan CRISPR akan menghasilkan urutan DNA baru untuk membuat bakteri kebal terhadap virus.
Dalam dunia ilmiah, CRISPR ditemukan dalam tiga tahapan berbeda. Tahun 1987, Ypshizumi Ishino beserta rekan kerjanya secara tidak sengaja menduplikasi sebagian CRISPR. Kemudian di tahun 1993, sejumlah peneliti dari Belanda mempublikasi hasil penelitian tentang menginterupsi klaster DNA pada bakteri. Terakhir di tahun 2002, ditemukan bukti bahwa CRISPR akan ditrnaskrip menjadi serangkaian molekul RNA yang diproses secara berulang.
Mudahnya, dalam memahami CRISPR kira-kira seperti ini: CRISPR seperti layaknya sebuah memori. Ketika dibutuhkan, memori tersebut akan ditarik dari ruang penyimpanan. Kemudian, dengan bermodalkan memori tersebut sebuah organisme akan mengembangkan gen baru untuk menanggulangi sebuah penyakit.
Praktik modifikasi genetik menggunakan CRISPR sebenarnya sudah lama dilakukan. Namun praktik tersebut sejauh ini baru dilakukan pada bakteri dan hewan serta tumbuhan saja. Penerapan teknologi ini pada manusia masih terbentur berbagai etika dan moral.
Tujuan He Jiankui sebenarnya mulia. Dia berniat menghilangkan warisan penyakit AIDS yang bakal diterima Lulu dan Nana dari ayahnya. Hasilnya, Lulu dan Nana lahir tanpa mengidap AIDS, bahkan keduanya diklaim kebal AIDS.
Lantas apa yang membuat He Jiankui dikritik sedemikian keras oleh para kolega sesama ilmuwan?
Fokus utama kritik yang diajukan adalah belum adanya regulasi yang mengatur soal modifikasi genetika pada proses reproduksi. Naomi Chan, profesor di Universitas George Washington mengatakan, modifikasi genetik pada embrio sejauh ini tidak terlarang, namun perlu regulasi untuk mengatur batas-batas secara domestik dan internasional.
Sementara, itu Arthur Caplan, seorang ahli bioteknologi dari New York University menyayangkan sikap He Jiankui yang terkesan tertutup selama melakukan penelitian tersebut. Dia sendiri menyatakan, tidak menolak adanya modifikasi pada tahap embrio, namun menurutnya perlu ada pembicaraan dengan sesama ilmuwan untuk melakukan hal tersebut.
“Jenis pembelotan seperti ini bisa mematikan masa depan modifikasi genetika ketimbang merangsangnya untuk maju," ujar Caplan.
Kemajuan teknologi tentunya memang ditujukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang menghambat manusia. Jadi, bukan hasil penelitian He Jiankui yang dikritik oleh para koleganya, melainkan sikap tertutupnya pada penelitian tersebut. Perlu diketahui, jika terjadi kesalahan sedikit saja, modifikasi genetika dapat berakibat fatal dan menghasilkan perubahan yang tidak diinginkan.