Bursa saham Indonesia dan mesin algoritma
Bagaimana kecerdasan buatan bisa berperan dalam proses analisis, dan jual beli di bursa saham? Apakah mesin akan mampu menggantikan posisi broker?
4 Desember 2018 menjadi tanggal yang meresahkan bagi investor Amerika Serikat di bursa saham Dow Jones. Hari itu, indeks Dow Jones turun 800 poin dari 25.826 ke 25.027. Penurunan indeks, menurut analis CNBC, Jim Cramer, di acara TV CNBC - Mad Money karena ulah mesin algoritma perdagangan saham atau biasa dikenal dengan sebutan “High Frequency Trade (HFT) Machine”.
Jim Cramer menduga bahwa terjadi penjualan saham dengan volume besar dan dan frekuensi tinggi di saham perbankan yang menyebabkan harga saham perbankan melorot dan berefek kepada indeks saham Dow Jones. Menurut David Moenning, kejadian ini dipicu sebuah sinyal jual yang muncul karena kurva grafik moving average hasil (yield) jangka panjang (10 tahun) berpotongan dengan grafik moving average hasil jangka pendek (2 tahun). Para analis saham menyebutnya sebagai “inverted signal atau sinyal terbalik”. Kurva grafik moving average hasil jangka panjang yang seharusnya ada di atas kurva grafik moving average hasil jangka pendek, saling berpotongan, sehingga posisinya terbalik.
Ini adalah posisi sinyal yang dipercaya analis dan pialang saham sebagai sinyal awal akan terjadi resesi ekonomi, dan kepercayaan itu ditanamkan di algoritma mesin HFT. Sinyal tersebut dibaca semua mesin HFT yang bekerja di bursa saham, dan mesin segera melakukan penjualan saham dengan volume dan kecepatan yang sangat tinggi. Dapat dibayangkan bahwa semua mesin HFT di seluruh Amerika bermufakat untuk melakukan penjualan saham bersama-sama, dan tidak ada pialang saham atau analis saham yang berani menghentikan mesin itu bekerja.
Analisis tentang dominasi keterlibatan mesin HFT dalam menentukan jual beli saham tidaklah mengejutkan karena sejak tahun 2014 perusahaan pialang di Amerika mulai dan telah menggunakan mesin HFT untuk melakukan pembelian dan penjualan saham di bursa saham. Mesin ini bekerja untuk menggantikan fungsi manusia untuk memperdagangkan saham dengan kemampuan ribuan kali lebih cepat dari manusia.
Mesin ini juga mempunyai kemampuan dapat memutuskan jual beli saham tanpa campur tangan manusia untuk menganalisis pergerakan saham. Dan yang menakjubkan adalah semua keputusan jual atau beli dapat dilakukan dalam mili-detik, suatu pekerjaaan yang tidak dapat dilakukan oleh jari manusia tercepat di dunia di sebuah keyboard komputer. Intinya, mesin ini melakukan perdagangan dengan frekuensi tinggi, kecepatan tinggi, volume tinggi, volume nilai kapital akumulasi transaksi yang besar dan variasi saham yang besar.
Mesin HFT bekerja berdasarkan algoritma tertentu yang diciptakan ahli matematika, ahli informatika dan ahli bursa saham. Algoritma ini berupa ratusan ribu baris kode komputer yang mengadopsi metode statistik untuk memprediksi harga saham di waktu kemudian. Metode statistik menjadi salah satu tumpuan untuk menciptkan algoritma. Data histori perdagangan sebelumnya dikorelasikan dengan analisis teknikal dan fundamental dari tiap emiten dan dikombinasikan dengan metode berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk menganalisis isu, sehingga mesin HFT berkerja layaknya manusia pintar dan super cepat.
Tahun 2017, Aldridge dan Krawciw memperkirakan bahwa pada tahun 2016, rata-rata 10–40% volume perdagangan saham, dan 10–15% volume perdagangan bursa uang dan komoditas di Amerika menggunakan mesin HFT dalam melakukan perdagangan di bursa saham. Bukan tidak mungkin, di tahun 2018 ini, persentase keterlibatan mesin HFT di perdangan saham Amerika meningkat jauh, sehingga penurunan 800 poin dalam 1 hari dapat terjadi tanpa dapat dicegah.
Era “Mesin Algoritma” memberi sinyal kepada manusia bahwa mereka hadir dan hasil kerjanya tidak dapat dicegah oleh penciptanya sekalipun karena kecepatan otak dan jasmani manusia tidak dapat lagi menyaingi kedigdayaan algoritma dan processing sebuah mesin.
Bagaimana mesin algoritma saham di Indonesia?
Mesin HTF menjadi fakta buruk atau fakta baik bagi bursa saham dapat diperdebatkan, namun cepat atau lambat, mau tidak mau, mesin algoritma ini akan mendarat juga di bursa saham Indonesia. Riset dan pengembangan mesin algoritma dipercaya telah dikembangkan beberapa individu atau institusi di Indonesia. Jumlah dan tingkat keberhasilannya sulit dideteksi karena hal ini menjadi rahasia dari individu atau institusi yang mengembangkan mesin. Mesin algoritma ini kemudian disimpan baik-baik untuk menjadi senjata kompetitif di masa yang tidak lama lagi.
Masalah implementasi mesin algoritma di bursa saham Indonesia masih menghadapi tantangan, terutama kesiapan OJK dan BEJ untuk membuat regulasi baru untuk mengizinkan sebuah mesin untuk terkoneksi langsung dengan sistem perdagangan di BEJ. Jika regulasi sudah terwujud, maka akan memicu perlombaan inovasi dan riset di bidang teknologi Artificial Intelligence dan Big Data di Indonesia.
Artificial Intelligence dibutuhkan agar mesin dapat berkerja selayaknya manusia untuk menganalisis isu atau berita yang bersifat data unstructured (tidak terstruktur) dengan metode text mining atau machine learning. Ini kemudian dikombinasikan dengan metode statistik untuk mengolah data terstruktur dari perdagangan saham di bursa.
Infrastruktur Big Data dibutuhkan untuk menampung dan mengolah data yang bersifat streaming dengan volume data besar dan frekuensi tinggi karena perdagangan saham terjadi dalam skala detik dengan jumlah variasi emiten saham yang banyak.
Inovasi dan implementasi mesin algoritma sangat ditunggu di bursa saham Indonesia karena akan menghasilkan nilai tambah yang tidak sedikit di bidang ekonomi, sekaligus meningkatkan mutu sumber daya manusia karena adanya kompetisi. Ini harapan yang sangat mungkin dicapai jika kita mau.