BYD bisa isi baterai EV hingga 80% dalam 10 menit
BYD baru saja mengumumkan terobosan teknologi pengisian daya untuk kendaraan listrik (EV) yang diklaim dua kali lebih cepat dari standar saat ini.

Perusahaan otomotif Tiongkok, BYD, baru saja mengumumkan terobosan teknologi pengisian daya untuk kendaraan listrik (EV) yang diklaim dua kali lebih cepat dari standar saat ini. Inovasi ini diharapkan mempercepat adopsi EV global dengan mengatasi salah satu tantangan utama: waktu pengisian baterai yang lama.
Dilansir dari Engadget (19/3), teknologi baru BYD memungkinkan baterai EV mengisi daya dari 30% ke 80% hanya dalam 10 menit, berkat platform 1000V yang meningkatkan efisiensi arus listrik. Sistem ini didukung oleh manajemen baterai cerdas generasi terbaru dan pengontrol termal canggih yang mencegah overheating, bahkan saat pengisian ultra-cepat. Wang Chuanfu, Wakil Presiden BYD, menyatakan, "Ini bukan sekadar percepatan pengisian, tapi lompatan dalam keandalan dan keamanan baterai."
Teknologi ini akan diintegrasikan dengan baterai Blade Battery milik BYD, yang terkenal dengan kepadatan energi tinggi dan ketahanan terhadap suhu ekstrem. Perusahaan juga sedang mengembangkan infrastruktur stasiun pengisian khusus untuk mendukung teknologi tersebut, memastikan kompatibilitas dengan model EV masa depan seperti BYD Seal dan Han.
Dunia otomotif listrik semakin kompetitif, dengan Tesla dan Hyundai juga mengejar pengisian supercepat. Namun, BYD berpotensi memimpin pasar berkat skala produksinya yang masif dan harga yang kompetitif. Analis memperkirakan, inovasi ini bisa mengurangi "kecemasan pengisian daya" sekaligus mendorong transisi energi bersih.
Dari sisi lingkungan, pengisian cepat juga dapat menekan emisi tidak langsung. Dengan waktu tunggu lebih singkat, stasiun pengisian mampu melayani lebih banyak kendaraan per hari, mengurangi kebutuhan pembangunan infrastruktur berlebihan.
BYD berencana memulai produksi massal teknologi tahun depan. Jika terealisasi, ini akan menjadi game-changer bagi industri EV, terutama di pasar berkembang seperti Indonesia yang masih menghadapi keterbatasan infrastruktur pengisian daya.