Ilmuwan Oxford berhasil kembangkan solusi baru untuk energi surya berkelanjutan
Ilmuwan Universitas Oxford mungkin telah memecahkan salah satu kendala terbesar dalam memperluas akses ke energi surya.
Ilmuwan Universitas Oxford mungkin telah memecahkan salah satu kendala terbesar dalam memperluas akses ke energi surya. Ilmuwan dari departemen fisika universitas telah menciptakan lapisan material ultratipis yang dapat diaplikasikan ke bagian luar objek dengan akses sinar matahari sebagai pengganti panel surya berbasis silikon berukuran besar.
Dilansir dari Engadget (12/8), lapisan film ultratipis dan fleksibel ini dibuat dengan menumpuk lapisan perovskit penyerap cahaya yang tebalnya hanya lebih dari satu mikron. Material baru ini juga 150 kali lebih tipis dari wafer silikon tradisional dan dapat menghasilkan efisiensi energi 5 persen lebih banyak daripada fotovoltaik silikon satu lapis tradisional.
Dr. Shauifeng Hu, seorang peneliti pascadoktoral di departemen fisika Oxford, mengatakan bahwa ia yakin "pendekatan ini dapat memungkinkan perangkat fotovoltaik mencapai efisiensi yang jauh lebih besar, melebihi 45 persen."
Pendekatan baru terhadap teknologi energi surya ini juga dapat mengurangi biaya energi surya. Karena ketipisan dan fleksibilitasnya, material ini dapat diaplikasikan ke hampir semua permukaan. Hal ini mengurangi biaya konstruksi dan pemasangan serta dapat meningkatkan jumlah ladang energi surya yang menghasilkan energi yang lebih berkelanjutan.
Namun, teknologi ini masih dalam tahap penelitian dan universitas tersebut tidak menyebutkan stabilitas jangka panjang dari panel perovskit yang baru dirancang. Beralih dari 6 menjadi 27 persen efisiensi energi surya dalam lima tahun merupakan prestasi yang mengesankan, tetapi stabilitasnya selalu terbatas dibandingkan dengan teknologi fotovoltaik, menurut Departemen Energi AS.
Sebuah studi tahun 2016 dalam jurnal sains Solar Energy Materials and Solar Cells juga mencatat bahwa perovskit dapat menyediakan "pembangkitan energi yang efisien dan berbiaya rendah" tetapi juga memiliki "stabilitas yang buruk" karena sensitivitasnya terhadap kelembapan.
Energi surya juga telah menjadi pilihan daya yang lebih murah selama dekade terakhir. Biaya teknologi fotovoltaik surya telah turun hingga 90 persen dalam 10 tahun terakhir, menurut Global Change Data Lab.
Ladang energi surya baru bermunculan di seluruh dunia. Departemen Energi AS mengumumkan awal bulan ini bahwa mereka akan mengubah lahan seluas 8.000 hektar yang pernah menjadi lokasi program senjata nuklir yang dikenal sebagai Proyek Manhattan menjadi ladang tenaga surya. Bulan lalu, Google berinvestasi di perusahaan tenaga surya Taiwan untuk membangun jaringan pipa berkapasitas 1 gigawatt di wilayah tersebut.