Peneliti berhasil isi ulang baterai zinc-air
Tim peneliti tersebut mengatakan bahwa baterai jenis ini akan terus beroperasi secara stabil selama 320 siklus dan 1.600 jam penggunaan.
Baterai yang berbasis logam seng dan oksigen dari udara (zinc-air) merupakan perangkat penyimpanan energi yang dapat diandalkan. Namun sayangnya baterai jenis ini biasanya tidak dapat diisi ulang. Oleh karena itu, tim peneliti yang dipimpin oleh Universitas Münster mengembangkan bahan kimia zinc-air baru yang menjadikan baterai jenis ini lebih efisien dan dapat diisi ulang.
Berbeda dengan kebanyakan baterai yang mengemas semua komponen pentingnya di dalam sel, baterai zinc-air mengandalkan oksigen yang masuk dari udara sekitarnya. Di satu sisi, baterai tersebut “menghirup” oksigen yang berinteraksi dengan katoda, menghasilkan molekul yang melintasi elektrolit alkali dan bereaksi dengan anoda seng untuk menghasilkan arus listrik.
Masalahnya adalah anoda seng akan habis setelah teroksidasi, membuat baterai tidak dapat diisi ulang. Beberapa desain menyiasatinya dengan membuat komponen seng yang dapat diganti, atau menggunakan katalis mineral tanah langka untuk menjadikannya dapat diisi ulang. Namun ini menimbulkan biaya tambahan atau komplikasi.
Dilansir New Atlas (6/1), dalam studi baru para insinyur menciptakan elektrolit baru yang dapat membuat baterai zinc-air dapat diisi ulang. Ketimbang konsistensi seperti pasta dari kebanyakan elektrolit dalam jenis baterai ini, dalam desain terbaru baterai lebih berbentuk cairan. Ini berbasiskan pada garam seng trifluoromethanesulfonate, menjadikannya non-basa sehingga lebih stabil secara kimawi dan dapat diisi ulang.
Tim tersebut mengatakan bahwa baterai jenis ini akan terus beroperasi secara stabil selama 320 siklus dan 1.600 jam penggunaan. Sebagian lapisan anti air dalam elektrolit menjauhkan air dari permukaan katoda, yang membuatnya lebih stabil.