Peneliti gunakan AI di smartphone untuk deteksi Parkinson
Selain digunakan untuk berkomunikasi dan sarana hiburan, smartphone di masa depan akan dapat mendeteksi penyakit.
Smartphone saat ini masih banyak digunakan sebagai sarana telekomunikasi dan media hiburan. Padahal potensi dari smartphone saat ini sudah bisa lebih dari penggunaan dasar tersebut.
Salah satunya seperti yang dilakukan oleh dua peneliti dari Institute for Robotics and Intelligent Systems di Swiss, Patrick Schwab dan Walter Karlen. Dalam penelitian mereka, smartphone dapat diubah menjadi alat untuk mendiagnosis penyakit parkinson.
Selama beberapa tahun terakhir, keduanya mengumpulkan data smartphone dan pembelajaran mesin untuk membantu mendiagnosis penyakit Parkinson. Idenya adalah menggunakan data yang dikumpulkan oleh smartphone dan menganalisisnya untuk tanda-tanda penyakit, serta perkembangannya, dengan bantuan AI.
Cnet (5/10) menyatakan bahwa ada beberapa gejala umum dari penyakit Parkinson. Salah satunya adalah dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam berbicara atau berjalan. Dari tahun ke tahun, sang penderita akan mengalami penurunan kedua kemampuan tersebut.
Untuk melakukan hal ini, para peserta diminta untuk memasukkan informasi medis, kemudian diminta untuk melakukan empat tes di smartphone mereka. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yang mencakup berjalan, berbicara, mendengar, dan ingatan.
Tes yang akan dilakukan oleh para peserta seperti berjalan 20 langkah ke depan dan berbalik arah. Sedangkan untuk tes berbicara, peserta diminta untuk mengatakan “aaaah” hingga sepuluh detik. Sedangkan untuk tes motorik, peserta diharuskan untuk mengetuk dua tombol di layar selama 20 detik.
Terakhir, peserta diminta untuk mengetes ingatan dengan mengingat pola bunga yang menyala di layar. Kemudian mereka diminta untuk menyentuh bunga tersebut dalam urutan yang sama.
Schwab dan Karlen kemudian menyebut jika metode ini merupakan metode yang paling informatif untuk mendiagonosis Parkinson. Para dokter pun dapat mengakses data observasi jangka panjang tanpa memerlukan kehadiran pasien.
Saat ini, Parkinson mempengaruhi lebih dari 6 juta orang di seluruh dunia. Seperempat diagnosis Parkinson dikatakan tidak akurat, yang dikarenakan adanya potensi gangguan dari penyakit yang sama dengan gejala yang sama.