Sentuhan virtual nyata: Haptik revolusioner untuk dunia digital
Dunia virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) sedang menuju level imersif baru berkat terobosan teknologi haptik yang mampu meniru sensasi sentuhan nyata.

Dunia virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) sedang menuju level imersif baru berkat terobosan teknologi haptik yang mampu meniru sensasi sentuhan nyata. Dilaporkan oleh New Atlas, para peneliti berhasil mengembangkan wearable device (perangkat yang bisa dikenakan) yang memberikan umpan balik taktil ultra-realistis. Alat ini tidak hanya menghasilkan getaran biasa, tetapi juga mensimulasikan tekanan, tekstur, hingga suhu, seolah pengguna benar-benar menyentuh objek virtual.
Perangkat haptik generasi terbaru ini menggunakan jaringan mikroaktuator dan sensor cerdas yang dipasang di sarung tangan atau pakaian. Saat pengguna berinteraksi dengan objek digital, sistem akan menganalisis gerakan dan mengirimkan sinyal haptik sesuai konteks. Misalnya, memegang bola virtual akan memberikan tekanan lembut di telapak tangan, sementara menyentuh permukaan kasar akan menciptakan getaran berbeda di ujung jari. Teknologi ini bahkan bisa meniru sensasi aliran air atau sentuhan angin.
Kunci inovasi terletak pada integrasi kecerdasan buatan (AI) dan material fleksibel. AI digunakan untuk mempelajari cara manusia merasakan berbagai tekstur, lalu menerjemahkannya ke dalam pola getaran dinamis. Material seperti polimer elektroaktif memungkinkan aktuator bekerja dengan presisi tinggi tanpa mengganggu kenyamanan pengguna. Uji coba menunjukkan bahwa 85% partisipan kesulitan membedakan sentuhan virtual dengan sentuhan fisik nyata.
Aplikasi potensialnya sangat luas. Di bidang gaming, teknologi ini bisa membuat pemain merasakan pukulan pedang atau desiran angin di hutan digital. Untuk pelatihan medis, calon dokter dapat "merasakan" prosedur bedah virtual. Di industri, insinyur bisa memanipulasi model 3D dengan umpan balik taktil realistis. Bahkan, pengguna metaverse di masa depan mungkin bisa berjabat tangan dengan avatar secara fisik.
Namun, tantangan utama masih ada pada ukuran perangkat dan konsumsi daya. Saat ini, sebagian prototipe masih membutuhkan kabel atau baterai besar. Para peneliti sedang mengembangkan sistem nirkabel dengan energi efisien, serta bahan yang lebih ringan dan ramah kulit. Selain itu, harganya yang mahal menjadi penghambat adopsi massal—meski analis memprediksi biaya produksi akan turun 40% dalam 3 tahun.
Perusahaan seperti Meta, Sony, dan startup HaptX telah mulai mengintegrasikan teknologi serupa ke produk mereka. Pasar wearable haptik diproyeksikan mencapai nilai $5 miliar pada 2030, didorong oleh permintaan di sektor hiburan, pendidikan, dan teleoperasi.
Dengan menghadirkan indra peraba ke dunia digital, terobosan ini mengaburkan batas antara realitas dan virtual. Bukan hanya sekadar gadget, teknologi haptik revolusioner ini berpotensi mengubah cara manusia berinteraksi, belajar, dan terhubung—membawa kita selangkah lebih dekat ke masa depan di mana "sentuhan" tak lagi terbatas oleh jarak atau dimensi fisik.