Pentagon Amerika gunakan AI untuk mengidentifikasi sasaran serangan udara
Militer AS telah menggunakan AI untuk menganalisis rekaman drone dan menandai gambar demi mengidentifikasi sasaran serangan udara
Berdasarkan laporan terbaru dari Bloomberg, militer AS telah meningkatkan penggunaan alat kecerdasan buatan setelah serangan 7 Oktober 2023 antara Hamas dan Israel.
Dilansir dari engadget.com, Schuyler Moore, kepala teknologi Komando Sentral AS, mengatakan kepada organisasi berita bahwa algoritma pembelajaran mesin membantu Pentagon mengidentifikasi sasaran untuk lebih dari 85 serangan udara di Timur Tengah bulan ini.
Pesawat pengebom AS melancarkan serangan udara terhadap tujuh fasilitas di Irak dan Suriah pada 2 Februari, dengan setidaknya merusak peralatan roket, peluru kendali, fasilitas penyimpanan drone, dan pusat operasi milisi. Pentagon juga menggunakan sistem kecerdasan buatan untuk melakukan peluncuran roket di Yaman dan kapal perang di Laut Merah, yang kemudian dihancurkan melalui serangan udara pada bulan yang sama.
Algoritma pembelajaran mesin yang digunakan untuk menyempitkan sasaran dikembangkan dalam kerangka Proyek Maven, kemitraan antara Google dan Pentagon yang kini sudah tidak berlaku.
Proyek ini melibatkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) Google oleh militer AS untuk menganalisis rekaman drone dan menandai gambar untuk tinjauan manusia lebih lanjut. Meskipun menimbulkan kegemparan di kalangan karyawan Google, kemitraan tersebut akhirnya berakhir setelah protes internal dari ribuan karyawan. Meskipun demikian, militer AS terus mengembangkan dan menerapkan kemampuan AI ini.
Schuyler Moore menyatakan bahwa pasukan AS di Timur Tengah tidak berhenti bereksperimen dengan penggunaan algoritma untuk mengidentifikasi sasaran potensial menggunakan rekaman drone atau satelit meskipun Google mengakhiri keterlibatannya.
Militer AS telah menguji penggunaan alat bantu AI ini selama setahun terakhir dalam latihan digital, tetapi mulai menggunakan algoritma penargetan dalam operasi nyata setelah serangan 7 Oktober.
Namun, ia menegaskan bahwa pakar AI di bidang militer secara terus-menerus memeriksa dan memverifikasi rekomendasi sasaran sistem AI. "Tidak pernah ada algoritma yang hanya berjalan, sampai pada suatu kesimpulan, dan kemudian melanjutkan ke langkah berikutnya," katanya. "Setiap langkah yang melibatkan AI memiliki pengecekan manusia di akhir.” kata Schuyler Moore.