sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id realme

Startup yang boncos dan yang untung karena Covid-19

Kondisi pandemi corona atau Covid-19 jelas mengubah lanskap bisnis, baik perusahaan yang sudah mapan maupun startup. Lantas bagaimana virus corona berdampak pada startup di Indonesia?

Startup yang boncos dan yang untung karena Covid-19
Source: Pexels

Lembaga pemeringkat Moody’s International Services mengatakan dampak finansial dari penyebaran Covid-19 terjadi pada beberapa sektor korporasi utama. Sektor yang paling terdampak adalah sektor yang bergantung pada mobilitas orang-orang.

"Sektor yang bergantung pada perdagangan dan mobilitas orang-orang paling terpapar, seperti penumpang maskapai penerbangan, pengiriman, penginapan dan liburan meliputi jalur pelayaran dan restoran," kata Benjamin Nelson, Wakil Presiden Moodys dan Pejabat Kredit Senior seperti dikutip Kompas.

Berdasarkan riset Moody, ada tiga tingkatan industri yang memiliki dampak besar atas Covid-19. Tingkatan tersebut diurutkan dari industri yang paling tinggi terdampak, seperti tekstil, manufaktur otomotif, supplier otomotif, konsumer, gaming, pariwisata, maskapai penerbangan, hingga ritel.

Sementara industri, seperti minuman, kimia manufaktur, media, logam dan tambang, minyak dan gas, properti, agrikultur, perusahaan jasa, produsen baja sampai perusahaan teknologi hardware, memiliki dampak sedang. Dan industri yang paling rendah tingkat paparannya di antaranya konstruksi, pertahanan, peralatan dan transportasi, rental, pengemasan, farmasi, real estate, ritel makanan, telekomunikasi hingga manajemen sampah.

Untuk mengetahui berapa lama lagi perusahaan perlu menahan dampak tersebut, tergantung pada virus yang tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Co-founder and Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca, saat berbincang dengan CNBC Indonesia TV mengatakan, setidaknya perusahaan perlu memangkas pengeluaran untuk waktu 12 bulan ke depan.

Sementara itu, perusahaan analis Ing mengkategorikan dampak positif dan negatif corona pada berbagai sektor. Ya, bagi sebagian sektor, penyebaran corona memang membawa "berkah". Satu catatan yang yang penting adalah soal suplai yang akan sangat terganggu di berbagai sektor akibat tersendatnya bahan baku dan kendala lainnya. 

Industri ritel dan kesehatan, misalnya, mendapatkan permintaan yang tinggi karena mayoritas negara yang terdampak corona menerapkan kebijakan social distancing hingga physical distancing, sehingga mendorong masyarakat untuk bertahan di rumah. 

Kondisi ini jelas mengubah lanskap bisnis baik perusahaan yang sudah mapan maupun startup. Lantas, bagaimana virus corona berdampak pada startup di Indonesia?

Bagaimana dampaknya terhadap startup di Indonesia?

Virus corona tidak hanya berdampak pada kesehatan saja, namun juga pada perekonomian karena perubahan perilaku konsumen. Bagaimana tidak, karena ancaman dampak corona yang mematikan, serta penerapan kebijakan bekerja dari rumah (Work from Home/WFH), orang-orang menjadi enggan untuk berbelanja keluar,, kecuali dalam keadaan darurat. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir di berbagai belahan dunia. 

Seperti kata Jesse Garcia - psikolog konsumer di Los Angeles, pandemi corona sudah mengubah pola perilaku konsumen di seluruh dunia. Ketika orang takut, mereka akan masuk ke mode survival

Hal senada diungkapkan Ross Steinman, profesor Psikologi di Universitas Widener. Dia mengungkapkan, konsumen terus menerus me-refresh halaman website untuk bisa memastikan bahwa pengiriman barang kebutuhan mereka sampai tepat waktu. Dalam masa ini, orang pun menjadi lebih fanatik terhadap kebutuhan sehari-hari. 

TechCrunch melaporkan, pandemi corona akan menguji batas ketahanan setiap startup. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan yang dialami setiap perusahaan, tidak hanya startup, tetapi juga perusahaan-perusahaan yang sudah mapan. Disrupsi logistik bisa menjadi salah satu faktor yang membuat usaha startup menjadi rentan saat ini. 

Menurut Co-founder and Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca, terdapat tiga jenis startup yang terdampak selama pandemi Covid-19. Tiga di antaranya adalah startup dengan penurunan yang signifikan, startup yang mengalami keterlambatan pembayaran, dan startup yang mendapatkan hasil atau dampak positif. Untuk startup yang mendapatkan dampak positif biasanya berupa e-commerce yang menawarkan pembelian kebutuhan pokok masyarakat secara daring. Startup tersebut bahkan meningkat tajam popularitasnya berkat pandemi ini.

Di samping itu, untuk startup yang merasakan dampak negatif, perlu memangkas biaya dan berusaha sehemat mungkin sebagai langkah pencegahan ke depannya. Menurut Wilson, para pelaku startup harus menjaga pengeluaran mengingat kondisi yang tidak bisa diprediksi ini.

“Mengurangi biaya-biaya tidak perlu seperti biaya marketing, ekspansi itu ditahan dulu semuanya karena keadaannya sangat tidak bisa diprediksi dan berusaha menjaga pengeluaran, sehingga bisa bertahan lebih lama. Secara guideline, kita merasa krisis virus ini bakal berlangsung lama bukan karena penanganannya lama tapi recovery-nya yang lama. Dengan ini sebisa mungkin mereka bertahan selama 12 bulan,” kata Wilson.

Untuk itu, mari kita ulas bagaimana setiap startup seperti e-commerce, pariwisata, kesehatan, pertanian hingga digital payment di Indonesia menghadapi pandemi Covid-19.

E-commerce dan marketplace

E-commerce menjadi salah satu startup yang meraup berkah dari Corona. Betapa tidak, kebijakan untuk belajar, bekerja hingga beribadah di rumah, mendorong semua orang untuk melakukan transaksi secara online dalam memenuhi kebutuhan pokok. Terlepas dari suplai pasokan yang tentu terkendala, eksistensi e-commerce dan marketplace berikut ekosistemnya bak malaikat dalam kondisi pandemi corona.

Tanpa harus menggencarkan campaign secara jor-joran, pelanggan akan tetap menjadikan layanan toko online ini sebagai solusi di tengah pandemi. Ketimbang menggelontorkan dana untuk campaign besar, dukungan yang akan membantu mempermudah pelanggan dalam kondisi pandemi tampaknya akan lebih berarti. Misalnya, subsidi gratis ongkos kirim, dan sebagainya. Tak etis pula rasanya untuk menggelar kemeriahan di tengah kondisi saat ini.

Tampaknya, e-commerce dan marketplace pun menyadari hal tersebut. Tokopedia, misalnya, membatalkan selebrasi Ramadan Ekstra yang sudah menjadi agenda tahunan perusahaan sejak 2018. Dibanding selebrasi, startup yang didirikan William Tanuwijaya tersebut memilih untuk fokus membantu menanggulangi penyebaran Corona di Indonesia. 

“Walau telah melalui persiapan berbulan-bulan, kami memutuskan selebrasi tidak akan menjadi fokus di Ramadan tahun ini.Tokopedia akan fokus membantu upaya pemerintah dalam menanggulangi persebaran Covid-19. Kami berkomitmen memastikan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan tanpa harus ke luar rumah, menjaga kelangsungan bisnis para penjual, sekaligus turut mendorong pemulihan ekonomi Indonesia, lewat kampanye #JagaEkonomiIndonesia,” kata William Tanuwijaya, CEO dan Founder Tokopedia.

Di sisi lain Shopee tetap menggelar campaign yang getol digalakkan di setiap bulan. Misalnya, Shopee 4.4 yang digelar beberapa waktu lalu. Namun demikian, marketplace tersebut menyesuaikan berbagai promosi dalam campaign tersebut dengan tetap membantu pelanggan dalam memenuhi kebutuhan mereka dari rumah.

Terkait dampak dari sisi operasional, Public Relations Lead Shopee - Aditya Maulana Noverdi mengatakan, belum melihat dampak signifikan. Pasalnya, transaksi di Shopee, menurutnya, masih berjalan seperti biasa. Lain halnya dengan Jd.id dan Blibli yang mengakui adanya peningkatan transaksi secara signifikan, meski perusahaan tak memberikan rincian.

“Seiring dengan anjuran pemerintah kepada masyarakat agar tetap #DiRumahAja, data kami menunjukan peningkatan jumlah pesanan konsumen secara signifikan. Konsumen semakin memaksimalkan penggunaan layanan e-commerce untuk memenuhi semua kebutuhan sehari-harinya, khususnya untuk kategori groceries, alat kesehatan dan multi vitamin,” kata Marketing Chief Jd.id Mia Fawzia kepada Tek.id.

Perubahan yang jelas terlihat dan dibenarkan beberapa e-commerce adalah meningkatnya permintaan akan produk kesehatan. Shopee, Jd.id, Blibli dan Tokopedia menyebut adanya peningkatan pencarian dan transaksi produk kategori kesehatan serta barang-barang kebutuhan sehari-hari. Sayangnya, perusahaan tak mengungkap rincian peningkatan tersebut.

“Kami melihat adanya peningkatan transaksi terutama pada produk kebutuhan sehari-hari dan kesehatan personal sejak awal Maret. Setelah pengumuman resmi dari pemerintah akan kasus COVID-19 pertama, peningkatan terlihat pada produk sanitasi, makanan ringan, serta makanan instan. Memasuki masa kerja di rumah (WFH), pembelian beralih ke produk-produk makanan segar seperti sayur, buah-buahan, dan makanan beku, multivitamin dan suplemen, serta produk-produk sembako seperti minyak goreng dan beras,” kata Vice President of Public Relations Blibli, Yolanda Nainggolan.

Secara cukup rinci, Tokopedia memaparkan transaksi kategori kesehatan meningkat hampir tiga kali lipat. Selain dari sisi penjualan produk, jumlah penjual baru untuk kategori kesehatan pun meningkat hampir 2,5 kali pada Maret ini.

“Kesehatan, Keperluan Rumah Tangga, Makanan dan Minuman merupakan 3 kategori produk yang meningkat signifikan selama Maret. Pada kategori Perawatan Kesehatan dan Pribadi, misalnya, terjadi kenaikan transaksi hampir 3 kali lipat,” kata VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak. 

Catatan Tokopedia menunjukkan hand sanitizer, vitamin dan masker menjadi produk yang banyak dicari masyarakat di kategori Kesehatan. Nilai penjualan masker tercatat meningkat 197 kali dibanding bulan-bulan sebelumnya selama Maret 2020. Di sisi lain, ada satu waktu di mana dalam 42 menit, 72.000 hand sanitizer terjual habis.

Terlepas dari meningkatnya jumlah transaksi, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal menjadi momok menakutkan yang dirasakan karyawan lintas perusahaan. Bukan lagi cerita baru bahwa beberapa perusahaan melakukan PHK massal di beberapa wilayah akibat corona yang berpengaruh pada kondisi keuangan perusahaan.

Disinggung terkait hal ini, Shopee menyatakan, tidak ada kebijakan efisiensi perusahaan, termasuk pengurangan karyawan, setidaknya sejauh ini. 

Senada dengan Jd.id yang mengatakan “Kami menerapkan sistem kerja dari rumah atau Work From Home kepada karyawan kami di beberapa departemen. Namun, pada departemen logistik, customer service, dan purna jual akan tetap diberlakukan jam kerja normal untuk memaksimalkan layanan kami kepada konsumen. Hingga saat ini juga tidak ada pengambilan keputusan untuk mengurangi jumlah karyawan.”

Menilik ketergantungan masyarakat akan e-commerce dalam kondisi saat ini, tampaknya kebijakan untuk efisiensi dengan PHK karyawan tak akan dilakukan. Amannya kondisi e-commerce juga tampak dari dukungan investor. 

Kepada Tek.id Yolanda Nainggolan mengatakan sejauh ini investor Blibli yakni GDP Venture masih mempercayai performa perusahaan. Bahkan perusahaan modal ventura lokal tersebut mendukung Blibli untuk tetap memenuhi kebutuhan pelanggan.

“Sampai sejauh ini, investor sekaligus funding kami, GDP Venture, masih 100% menaruh kepercayaan kepada Blibli. Investor kami adalah perusahan modal ventura lokal, sehingga pada saat kondisi prihatin seperti pandemi virus corona saat ini, justru mendukung Blibli untuk siap beroperasi penuh untuk mendukung penyediaan produk-produk kebutuhan primer para pelanggan di tengah terbatasnya mobilitas akibat Covid-19,” ujarnya.

 

Startup Kesehatan

Bisa jadi, startup yang bergerak di bidang kesehatan merupakan salah satu sektor yang diuntungkan dalam kondisi saat ini. Pasalnya, startup yang rata-rata menawarkan konsultasi langsung dengan dokter ini dapat menjadi alternatif masyarakat yang ingin berkonsultasi mengenai kesehatan, terutama terkait Covid-19. 

Jonathan Sudharta, CEO Halodoc kepada Tek.id, mengungkapkan, ada peningkatan pengguna hingga lebih dari 300% di platform Halodoc. 

“Kalau secara pengguna, memang kita meningkat cukup drastis… Ada lebih dari 300 persen week on week pertumbuhannya,” kata Jonathan. 

Tidak hanya itu, konsultasi jarak jauh yang ditawarkan aplikasi ini juga membantu pengguna untuk tidak perlu datang ke rumah sakit saat hendak melakukan konsultasi awal, terutama terkait dengan Covid-19. Ini dapat menjadi solusi bagi para pasien agar menghindari kerumunan orang. 

Sampai saat ini, penyebaran corona belum memberikan dampak bagi rencana pendanaan Halodoc. Bahkan, Jonathan mengatakan, para investor Halodoc sejak awal sudah mengetahui bahwa industri kesehatan adalah industri yang inelastis, artinya tidak bergantung pada situasi, termasuk ekonomi.

Dalam rangka membantu memerangi Covid-19, terutama di Indonesia, Halodoc tidak diam. Startup ini melakukan sejumlah langkah untuk membantu para penggunanya, seperti menggratiskan biaya konsultasi khusus Covid-19, menyediakan fitur untuk melakukan pemeriksaan dini, hingga memberdayakan layanan pengantaran obat langsung ke kediaman pasien. 

“Jadi, kita ikut mencegah melalui informasi, mencegah melalui alat seperti masker, hand sanitizer, mencegah melalui peningkatan antibodi, seperti vitamin maupun perawatan atau pengobatan melalui konsultasi dokter kami dan penggunaan obat untuk Covid-19,” kata Jonathan. 

Terkait efisiensi perusahaan, Jonathan menyebut sampai saat ini belum ada kebijakan yang mengarah ke efisiensi perusahaan, seperti pengurangan pegawai. Kata dia, Halodoc masih dalam keadaan yang baik. 

Dia sendiri belum dapat memprediksi bagaimana bisnis startup kesehatan akan berjalan selepas pandemi Covid-19. Menurutnya, perubahan ini harus dilihat lebih lanjut lagi dan masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan. Tapi yang jelas, dia memprediksi ada beberapa perubahan perilaku di konsumen, seperti penggunaan hand sanitizer

Dampak pandemi corona bagi startup di Indonesia

Startup travel

Industri travel dan pariwisata sangat jelas merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Menurut World Travel and Tourism Council, pandemi Covid-19 dapat memangkas 50 juta pekerjaan dalam industri perjalanan dan pariwisata secara global. Dilansir dari laman Plug and Play, tim bisnisnya berpendapat bahwa banyak startup pada insdustri ini yang tidak akan selamat dari dampak Covid-19.

“Sayangnya, banyak startup tidak akan selamat dari dampak Covid-19. Kami sudah melihat banyak PHK dan startup harus mengalihkan karyawan penuh waktu mereka menjadi paruh waktu,” kata Kristi Choi, Ventures Associate di Plug and Play Travel.

Startup yang menyediakan transportasi serta akomodasi mulai kehilangan konsumennya sejak beberapa negara menginstruksikan lockdown atau karantina lokal. Di Indonesia, penurunan signifikan terjadi pada pemesanan tiket penerbangan internasional. Sementara, penerbangan lokal masih terhitung normal per Maret 2020.

Pegipegi – startup yang melayani pemesanan hotel, tiket pesawat, dan tiket kereta api – menuturkan kepada Tek.id, terjadi lonjakan refund atau pengembalian uang hingga 4 kali lipat terkait pandemi Covid-19. Sementara Traveloka, aplikasi di bidang yang sama, mengalami peningkatan refund dan reschedule hingga 10x lipat sejak Februari.

Untuk mengatasi ribuan permintaan yang datang setiap menitnya, Traveloka meningkatkan sistem backend-nya agar pengguna lebih mudah melakukan refund lewat aplikasi.

“Dalam mengatasi situasi saat ini, di mana kami menerima ribuan permintaan setiap menitnya, kami mengalihkan fokus kami untuk memperkuat layanan konsumen agar dapat melayani pengguna dengan lebih baik. Selain itu kami juga mengadakan peningkatan sistem back-end, sehingga pengguna dapat dengan mudah mengajukan permintaan refund atau reschedule yang dapat dilakukan melalui aplikasi Traveloka,” kata Dionisius Nathaniel, Chief Marketing Officer of Traveloka.

Traveloka juga membentuk tim khusus sejak masa pandemi Covid-19, yaitu Business Continuity Management. Tim tersebut secara konsisten memantau situasi terkini serta memastikan operasional perusahaan berjalan lancar. Baik Pegipegi maupun Traveloka, keduanya tetap mendukung upaya pemerintah dalam penurunan kurva penyebaran Covid-19. Tagline Traveloka yang sebelumnya “Traveloka dulu”, kini diubah menjadi “Jaga kesehatan dulu”. Sementara itu, Pegipegi mengambil langkah dengan membuat kampanye #NantiKitaPegipegiLagi.

“Saat ini lebih banyak customer yang menunda perjalanan. Maka dari itu, kami memberikan awareness social distancing lewat kampanye #NantiKitaPegipegiLagi,” kata Busyra Oryza, Corporate Communications Manager Pegipegi. Tidak hanya itu, Pegipegi juga mengambil langkah demi prioritas kesehatan karyawannya dengan memberlakukan kerja di rumah.
 

Startup pertanian

Lain dengan bisnis travel dan lainnya yang mendapat dampak negatif, agritech justru merasakan dampak positif dari adanya pandemi ini. Satu di antaranya adalah Sayurbox, e-commerce yang menyediakan bahan-bahan pangan, seperti sayur mayur, buah, dan obat-obatan herbal. Anjuran pemerintah untuk melakukan aktivitas di dalam rumah saja memberikan peningkatan jumlah pesanan.

“Kami akui untuk saat ini permintaan pemesanan meningkat secara drastis mengingat anjuran pemerintah untuk tidak melakukan aktivitas d iluar rumah dimana masyarakat tetap harus memenuhi kebutuhannya sehari – hari,” kata Head of Communications SayurBox Oshin Hernis kepada Tek.id.

Menurut Sayurbox, peningkatan signifikan terjadi pada produk-produk kesehatan, salah satunya Ijo-Ijo – katering yang terdiri-dari makanan sehat siap saji dan jus segar yang diolah setiap hari. Hal ini juga terjadi pada bisnis agritech TaniHub Group, di mana lonjakan sebesar 20% terjadi pada pemesanan produk tanaman herbal dan produk yang mampu meningkatkan imun tubuh.

Namun, adanya peningkatan jumlah pengguna baru hingga lebih dari 51.000 pengguna, membuat TaniHub meniadakan same day delivery untuk sementara waktu, dan memberlakukan sistem pengantaran 48 jam. Hal ini sekaligus menjadi upaya TaniHub dalam menaati anjuran physical distancing. Pengantaran juga dilakukan tanpa kontak, seperti yang sudah dilakukan Gojek dan Grab.

“Kami juga menambahkan pilihan pengantaran tanpa kontak langsung. Pesanan akan diletakan di depan pintu dengan konfirmasi terlebih dahulu kepada pembeli, sehingga pembeli bisa mengambil pesanan setelah kurir kami meninggalkan rumah,” kata VP of Corporate Services TaniHub - Astri Purnamasari.

Dari sisi investor, pandemi ini tak berdampak negatif, baik bagi TaniHub maupun Sayurbox. Investor bahkan melakukan perpanjangan putaran pendanaan Seri A (atau Seri A+) sebesar USD17 juta kepada TaniHub yang telah rampung.

“Kami bersyukur bahwa kami masih mendapat banyak sekali kepercayaan dari investor maupun calon investor. Hal ini terlihat dari baru saja kami menyelesaikan putaran pendanaan series A+ yang oversubscribed,” kata Astri.

Di samping itu, Sayurbox mengaku, masa ini merupakan kesempatan unggul dalam mempercayakan investasi dan membantu usaha petani dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di rumah. Berkat adanya pandemi, kedua startup ini yakin telah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan pangan secara online.

“Kami yakin bisnis online seperti Sayurbox dan lainnya akan tetap maju ke depannya dikarenakan banyaknya customer baru kami yang telah merasakan kemudahan pelayanan kami dalam masa pandemi ini tanpa perlu repot pergi keluar rumah. Hanya tinggal klik, panen, kirim,” ujar Oshin.

Startup fintech (digital payment)

Tak bisa dimungkiri, layanan pembayaran digital menjadi salah satu solusi untuk melakukan transaksi saat masa pandemi ini. Selain aman, layanan transaksi digital biasanya sudah terintegrasi dengan beberapa aplikasi. Contohnya, Ovo yang bisa digunakan di Tokopedia dan Grab, sementara Gopay dapat digunakan untuk melakukan pembayaran di aplikasi Gojek dan Jd.id. 

Karaniya Dharmasaputra, Presiden Direktur Ovo mengungkapkan, adanya perubahan perilaku yang signifikan dalam ekosistem Ovo, misalnya, peningkatan transaksi pada situs e-commerce dan lending. Peningkatan itu berkisar dengan nilai transaksi lebih dari 100% untuk e-commerce dan hampir 50% untuk lending disbursement pada akhir Maret 2020. Sementara narasumber lain yang Tek.id hubungi, menolak berkomentar mengenai transaksi di platform-nya. 

Berbagai langkah pun dilakukan untuk mendorong orang menggunakan layanan pembayaran digital guna mengurangi kontak fisik dengan orang lain. Gopay bahkan menggratiskan biaya top up melalui kerja sama dengan beberapa bank hingga 31 Mei 2020. Tidak hanya itu, setiap merchant dan mitra driver didorong untuk memprioritaskan metode pembayaran non-tunai selama masa pandemi ini. 

Ovo dan LinkAja mengaku sudah menerapkan kerja dari rumah (work from home) semenjak pemerintah menerapkan social/physical distancing di Indonesia. Karenanya, kedua startup ini kerap melakukan video conference dengan timnya. Berkaitan dengan isu perampingan pegawai, LinkAja mengaku tidak ada kebijakan pengurangan karyawan. Bahkan, LinkAja tetap melakukan proses recruitment menggunakan video call. 

Pada masa sulit ini, investor menjadi salah satu perhatian. Di tengah pandemi corona, LinkAja dan Gopay mengungkapkan bahwa semuanya berjalan dengan lancar. Malahan, Gopay mengungkapkan, fundraising-nya berjalan dengan lancar. 

Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, bahwa platform digital payment juga turut membantu memerangi penyebaran corona di Indonesia. Selain memberikan top up gratis, Gopay juga memberi keleluasaan pada para pelanggan untuk memberikan donasi bagi mitra driver. Seperti diketahui, sejak WFH diberlakukan, mitra driver seolah kehilangan pelanggannya. 

Ovo pun demikian. Perusahaan ini mendonasikan Rp1 miliar melalui BenihBaik ke BPNB untuk menyediakan APD (alat perlindungan diri) bagi tenaga medis. Pun dengan LinkAja. Platform digital payment ini bekerja sama dengan KitaBisa untuk memberikan donasi sebanyak 55.000 APD ke beberapa rumah sakit rujukan. 


Kenormalan baru setelah corona 

Forbes memberikan 9 prediksi terkait masa depan pasca-pandemi corona. Tiga di antaranya yang terkait dengan bahasan ini adalah berkurangnya kontak dan interaksi langsung. Seperti diketahui, benda-benda pun bisa menjadi tempat hinggapnya virus corona, meski hanya dalam beberapa jam. Dengan demikian, banyak orang membatasi kontak dan interaksi langsung baik dengan benda maupun orang lain.

Opsi pembayaran pun menyesuaikan kondisi tersebut, di mana transaksi dapat dilakukan tanpa kontak fisik. Di Indonesia misalnya, beberapa layanan pembayaran sudah terintegrasi dengan layanan lainnya, seperti e-commerce atau ride hailing, sehingga memudahkan pelanggan bertransaksi tanpa kontak langsung. Konsep ini diprediksi akan lebih banyak diterapkan dan ditemui di berbagai layanan.

Dampak pandemi corona bagi startup di Indonesia

Prediksi selanjutnya berkaitan dengan layanan telemedicine. Layanan ini di Indonesia memang sudah tersedia, meskipun pemainnya belum bisa dikatakan banyak. Namun dengan pandemi corona, layanan ini semakin populer dan mendorong pengguna untuk mencoba.

Batasan masyarakat untuk beraktivitas membuat mereka terkendala, bahkan untuk ke rumah sakit. Belum lagi, ancaman terpapar virus Corona yang mungkin terjadi di sepanjang perjalanan atau di rumah sakit tujuan. Dalam kondisi demikian, layanan konsultasi kesehatan secara online menjadi alternatif terbaik.

Beberapa layanan konsultasi kesehatan online di luar negeri bahkan menyediakan opsi melalui video, sehingga pasien dapat berkonsultasi seperti biasa, layaknya konsultasi di rumah sakit. Seiring waktu, masyarakat akan terbiasa dengan layanan ini sehingga peluang startup kesehatan terbuka lebar.

“Sampai saat ini, masih terlalu dini untuk berkomentar. Apakah seorang pasien nanti aksesnya ke dokter akan selalu online, itu bisa juga terjadi. Itu sesuatu yang mesti dilihat lagi. Itu kan perubahan perilaku yang akan terjadi selama proses ini berjalan,” kata Jonathan Sudharta, CEO Halodoc menanggapi prediksi bisnis pasca-Covid-19.

Prediksi terakhir berkaitan dengan belanja online. Pandemi Covid-19 sedikit banyak mendorong masyarakat untuk memilih opsi toko online, e-commerce maupun marketplace dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka.  

Penjual sayur atau buah yang selama ini dikenal tradisional, bahkan sudah mendapat fasilitas melalui layanan penjualan di TaniHub atau Sayurbox.

“Kami percaya bahwa situasi outbreak ini mengajarkan kita banyak hal. Salah satunya adalah perilaku pembelian komoditas pertanian yang tidak perlu dilakukan secara offline, tapi masyarakat juga bisa membelinya secara online,” kata VP of Corporate Services TaniHub Astri Purnamasari.

“Kami yakin bisnis online seperti Sayurbox dan lainnya akan tetap maju dikarenakan banyaknya customer baru kami yang telah merasakan kemudahan pelayanan kami dalam masa pandemi ini tanpa perlu repot pergi keluar rumah. Hanya tinggal klik, panen, kirim,” ujar Head of Communications SayurBox Oshin Hernis.

Di sektor e-commerce dan marketplace, diperkirakan akan melakukan peningkatan pada sistem logistik dan pengiriman produk untuk mengakomodir lonjakan permintaan pelanggan. 

“Hingga saat ini bisnis dan operasional Jd.id tidak terkena dampak langsung dari pandemi COVID-19. Data kami bahkan menunjukkan bahwa minat belanja konsumen pada periode ini meningkat. Maka itu, kami meyakini bahwa bisnis e-commerce di Indonesia akan semakin membaik, seiring dengan perkembangan zaman di era teknologi ini IoT - Internet of things,” ujar Mia Fawzia - Marketing Chief Jd.id.

Pelajaran dari pandemi Covid-19 juga akan menjadi bekal banyak pihak dalam meningkatkan pelayanan kepada pelanggan atau masyarakat. Satu hal yang pasti, peran teknologi yang ditawarkan berbagai startup di berbagai lini, tak dapat dihindari.

Share
×
tekid
back to top