#MikirBaruKirim, kampanye lawan hoax yang layak kita dukung
Langkah Xiaomi brilian karena tak sekadar memanfaatkan kasus ini sebagai kesempatan untuk mempromosikan produknya.
Kejadian luar biasa virus Corona turut memicu penyebaran berita hoax di banyak negara, termasuk Indonesia. Sejumlah teori konspirasi sudah muncul sejak kejadian tersebut, tak terkecuali yang mengaitkannya dengan agama, etnis, senjata biologi, dan cocokologi alias otak atik gathuk.
Di Tanah Air, berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, terdapat 54 hoax terkait Corona, mulai dari kabar pasien di rumah sakit pada beberapa daerah terkena virus corona, hingga soal pencegahan dan penyembuhannya. Salah satunya adalah hoax bahwa Corona menyebar melalui ponsel pintar Xiaomi. Belakangan, kabar itu meluas menjadi “menyebar lewat smartphone China, termasuk Vivo, Huawei, Oppo, dan sebagainya.”
Dalam banyak kasus, penyebaran hoax biasanya tak jauh-jauh dari motif politik dan ekonomi. Di samping itu, ada pula motif mencari perhatian atau sekadar iseng belaka. Apa pun motifnya, penyebaran hoax tak bisa dianggap sepele karena bisa berdampak fatal. Nyawa taruhannya. Sudah banyak kejadian di mana orang dibunuh karena hoax.
Masyarakat Indonesia termasuk paling rentan termakan hoax. Ini karena tingkat literasi digital kita termasuk paling rendah di dunia. Sementara, penetrasi internet dan ponsel pintar terus meningkat. Saat yang sama, kita termasuk paling aktif menggunakan media sosial. Sudah banyak penelitian yang menyebut, warganet kita adalah yang paling cerewet sedunia, di Twitter.
Oleh karena itu, beragam jenis hoax: virus pada perangkat komputer dan ponsel, pesan berantai, urban legend, hadiah gratis, kisah sedih, penculikan anak, dan pencemaran nama baik, mudah kita jumpai di media sosial. Biasanya, jumlah hoax meningkat tajam jika ada kejadian luar biasa, seperti bencana alam, serangan teroris, dan merebaknya penyakit.
Ihwal Corona menyebar lewat Xiaomi, misalnya, muncul saat publik sedang ketakutan bahwa virus ini akan sampai ke Indonesia. Selain merugikan Xiaomi, tentu saja kabar tersebut berpotensi memicu kepanikan. Sebab, Xiaomi termasuk vendor ponsel terbesar di Indonesia.
Bagi kita yang yang sudah melek digital, kabar ini mungkin biasa-biasa saja. Kita menyebutnya dark jokes. Akan tetapi, kita tak boleh lupa bahwa ada ratusan juta pengguna ponsel di Indonesia dengan tingkat literasi digital yang beragam pula. Artinya, pasti ada yang percaya dengan isu itu.
Respons Xiaomi dengan menggelar kampanye bertajuk “MikirBaruKirim: Bersama kita lawan hoax”, menurut kami, patut didukung. Alih-alih menganggapnya semata-mata krisis untuk perusahaan, Xiaomi melihat penyebaran hoax secara lebih luas. Kampanye itu sejalan pula dengan misi kelompok masyarakat, seperti Mafindo, dan Kemenkominfo. Langkah Xiaomi tergolong brilian karena tak sekadar memanfaatkan kasus ini sebagai kesempatan untuk mempromosikan produknya, sebagaimana usul konsultan komunikasi pada umumnya.
Dan menurut kami, jika kejadian serupa terulang lagi dalam waktu dekat, tak ada salahnya Vendor lain asal China meniru langkah ini dengan kemasan masing-masing. Lupakan sejenak persaingan dengan Xiaomi. Hoax mengenai Corona adalah masalah kita bersama.
Selain menggunakan akun media sosial resmi perusahaan, Xiaomi mengajak komunitas MiFans untuk membanjiri internet dengan konten positif. Tentu saja, yang tak kalah penting, Xiaomi juga menggandeng media kredibel yang punya tim pemeriksa fakta hingga ke daerah-daerah, seperti Liputan6 dan Kompas.com. Kami juga turut berpartisipasi dengan memberikan data untuk mengetahui kejadian ini secara lebih komprehensif.
Jadi, apa sebenarnya yang terjadi?
Kami sudah menganalisis percakapan di Twitter periode 23-31 Januari 2020. Hasilnya, terdapat 10 akun paling berpengaruh dalam percakapan seputar isu bahwa Corona menyebar melalui Xiaomi. Masing-masing akun terpolarisasi membentuk kluster dengan bahasan dan kepentingan yang berbeda. Ada yang bercanda, ada yang memeriksa fakta lalu menyatakannya sebagai hoax, dan ada pula yang langsung membantah hal tersebut sebagai hoax. Berikut ke-10 akun tersebut.
@AlifZayyan2 | 249 |
@kumparan | 161 |
@TirtoID | 147 |
@DivHumas_Polri | 102 |
@coromodol | 87 |
@kompascom | 84 |
@herrysw | 80 |
@kaskus | 50 |
@tech_lagi | 44 |
@ffarliani | 34 |
Penelitian MIT tahun 2018 menyebut, berita bohong 70 persen lebih berpeluang untuk di retweet ketimbang berita sebenarnya. Demikian pula yang terjadi di Indonesia. Percakapan mengenai hoax mendominasi klarifikasi dari media. Sebanyak 22,67 persen kelompok yang membahas penyebaran Corona melalui ponsel China secara umum, mayoritas berisi akun-akun yang percaya dengan penyebaran Corona melalui Xiaomi, namun disusupi juga dengan akun-akun yang melakukan klarifikasi.
Hanya 17,39 percakapan dari kelompok yang mengklarifikasi yang dimotori oleh Divisi Humas Mabes Polri. Kemudian, 10,93 persen kelompok merespons pemberitaan dan klarifikasi dari Tirto, 7,92 persen kelompok akun yang merespons pemberitaan Kumparan, dengan respon yang bermacam-macam, dimulai dari netizen yang percaya dan khawatir, hingga netizen yang tidak habis pikir dengan viralnya isu tersebut.
Kelompok yang menyatakan bahwa penyebaran virus corona melalui ponsel China adalah hoax hanya 5,65 persen, dimotori blogger Herry SW. Ini lebih kecil dari kelompok yang bercanda mengenai isu tersebut, yakni sebesar 9,68 persen, dan dimotori Alif Zayyan.
Jika digali lebih dalam, isu penyebaran virus Corona lewat ponsel China sudah terlebih dahulu dibahas oleh akun-akun luar yang mayoritas berupa gurauan, seperti di bawah ini.
Gurauan ini kemudian direspons serius oleh beberapa netizen Indonesia dan mulai ramai dibicarakan di Twitter pada 24 Januari 2020.
Secara umum, bahasan isu ini terfokus pada 4 hal, yakni: netizen yang khawatir dan percaya akan isu penyebaran Corona melalui HP China, bahasan klarifikasi dari isu tersebut dan pernyataan bahwa isu tersebut adalah hoax, bahasan netizen yang bernada cibiran dan gurauan.
Isu Corona dan smartphone China sudah eksis dan ramai dibicarakan di Twitter setidaknya sejak 24 Januari 2020, namun dengan eksposur yang rendah. Isu ini secara konstan dibahas pada rentang 26 – 31 Januari 2020, dengan capaian bahasan tertinggi di Twitter pada 28 Januari 2020 dengan jumlah 268 tweet per hari.
Volume pembahasan terbesar terjadi pada 31 Januari 2020, disebabkan oleh ramainya respons netizen terhadap cuitan @tirtoid soal artikel yang membahas bahwa penyebaran virus corona lewat ponsel asal Cina adalah hoax. Setelah klarifikasi melalui artikel tersebut yang juga dilakukan oleh media lain, yaitu Kumparan dan Kompas, pembahasan mengenai isu ini turun drastis.
Jaringan terbentuk berdasarkan Influencer masing-masing kelompok yang membahas isu ini, dengan respons yang beragam, baik netizen yang percaya dengan isu yang beredar maupun mereka yang melakukan klarifikasi atas isu tersebut. Pembicaraan yang serius mengenai isu ini lebih didominasi akun-akun yang melakukan klarifikasi terkait hoax penyebaran corona melalui ponsel China, dibandingkan dengan akun-akun yang percaya atas hoax tersebut. Media yang paling banyak direspons dalam isu ini adalah Kumparan, Tirto, dan Kompas.
Temuan ini kian menguatkan keyakinan kami bahwa strategi Xiaomi dengan menggandeng media kredibel terbukti sangat efektif meredam candaan hoax tersebut. Ini sekaligus jadi pelajaran bagi merek mana pun yang menghadapi masalah serupa di masa yang akan datang.