sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id wd
Kamis, 15 Mar 2018 10:30 WIB

Mempersenjatai media sosial: dari Rusia sampai MCA

Angkatan kelima -wacana mempersenjatai buruh dan tani di era 65- terwujud dalam bentuk lain di era media sosial. Bagaimana seluk beluknya?

Mempersenjatai media sosial: dari Rusia sampai MCA
Ilustrasi (Sumber: Shutterstock)

You're not real. And what? You are? Is any of it real? I mean, look at this! Look at it! A world built on fantasy. Synthetic emotions in the form of pills. Psychological warfare in the form of advertising. Mind-altering chemicals in the form of food. Brain-washing seminars in the form of media. Controlled isolated bubbles in the form of social networks. -Mr.Robot

Dunia memang tak semuram pandangan Mr.Robot yang mengibaratkannya sebagai Controlled isolated bubbles in the form of social networks. Tapi kita tak bisa membantah fakta bahwa jejaring sosial telah membuat jutaan orang hidup dalam gelembung-gelembung unik ciptaan algoritma komputer.

Salah dua dari gelembung itu sudah akrab kita lihat di media sosial: dari bani taplak sampai cebongers. Apa yang sekilas terlihat lucu-lucuan ini sebenarnya berbahaya bagi masyarakat dalam konteks lebih luas. Orang atau sekelompok orang bisa mempersenjatai media sosial untuk tujuan tertentu, baik ekonomi maupun politik. Imbasnya tak bisa diremehkan. Perbedaan pandangan kian meruncing dan bisa mengarah kepada konflik terbuka.

Amerika Serikat sudah memetik pelajaran berharga bagaimana media sosial dipersenjatai Rusia untuk mengintervensi pemilihan presiden di negara tersebut pada 2016 lalu. Di Tanah Air, kita punya kasus Saracen dan Muslim Cyber Army (MCA).

Bagaimana kelompok kriminal mempersenjatai media sosial?

Media sosial bisa digunakan dengan gratis. Lalu, darimana Facebook mendapatkan penghasilan puluhan miliar dalam satu tahun? Iklan. Berbeda dengan iklan di televisi, memasang iklan di media sosial memungkinkan pengiklan untuk menargetkan sekelompok orang berdasarkan karakteristik tertentu, seperti gender, lokasi, umur, dan juga ketertarikan yang diukur dengan parameter sangat spesifik.

Targeted advertising atau iklan tertarget tidak hanya bisa digunakan oleh perusahaan, tapi juga pemerintahan sebuah negara untuk memengaruhi warga dari negara lain. Rusia memengaruhi pemikiran warga Amerika Serikat dalam pemilihan presiden pada 2016 lalu.

Menurut CNN, Facebook memperkirakan sekitar 10 juta orang di Amerika Serikat melihat setidaknya 3.000 iklan politik yang dibuat akun-akun terkait dengan pemerintah Rusia selama Pemilu 2016. Para ahli percaya, perkiraan Facebook ini jauh lebih rendah dari angka sebenarnya. Perkiraan paling banyak, ada 70 juta orang yang melihat iklan-iklan tersebut dan memengaruhi pemikiran mereka ketika mereka memberikan suara mereka.

Selain Facebook, Rusia juga memanfaatkan Google dan Twitter. Data Business Insider menyebutkan, mereka menghabiskan USD60 ribu untuk beriklan di Google, USD100 ribu di Facebook dan USD270 ribu di Twitter. Jumlah tersebut sebenarnya tak besar jika dibandingkan dengan total biaya kampanye Donald Trump dan Hillary Clinton. Masing-masing kandidat menghabiskan hampir USD1,9 juta.

Rusia tidak hanya mengandalkan iklan tertarget pada media sosial. Mereka juga membuat persona online untuk memengaruhi masyarakat AS. Menurut pengacara AS, Robert Mueller, Rusia telah menghabiskan puluhan juta dollar dalam waktu beberapa tahun untuk mengembangkan sistem dengan tujuan memengaruhi pendapat masyarakat AS.

Seperti disampaikan Wired, Rusia membangun identitas online yang terlihat otentik, baik akun perseorangan atau grup. Untuk membuat persona buatan tersebut semakin meyakinkan, Rusia bahkan menggunakan server dan VPN yang ada di AS. Dengan begitu, persona palsu buatan mereka samaran itu bisa terlihat seolah-olah memang tinggal di AS.

Tidak berhenti sampai di situ, mereka juga menggunakan ID AS yang tercuri -- seperti SIM -- untuk menguatkan identitas online tersebut. Identitas-identitas online itu juga digunakan untuk melakukan pembayaran via PayPal dan akun cryptocurrency.

Tujuannya, untuk membuat mereka terlihat seperti orang AS asli dan menyuarakan kekhawatiran warga AS. Williams dan Kalvin adalah dua contoh blogger palsu buatan Rusia. Berpura-pura sebagai warga AS keturunan Afrika, mereka membuat konten untuk mendiskreditkan Clinton, pesaing Trump dalam pemilu 2016.

Keduanya memiliki akun di Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube.

"Konten Williams dan Kalvin dihapuskan dari Facebook pada Agustus setelah diketahui bahwa keduanya adalah akun propaganda Rusia," tulis Daily Beast.

Rusia juga membuat grup bernama United Muslims of America, yang membuat konten berupa meme yang menunjukkan bahwa Hillary Clinton mengakui bahwa AS "menciptakan, mendanai dan mempersenjatai" al-Qaeda dan juga ISIS. Pada saat yang sama, Rusia juga berusaha untuk membuat warga Muslim di AS resah dengan mendukung orang-orang anti-Muslim.

Pada dasarnya, tujuan Rusia hanya satu: kacaukan AS. Mereka melakukan ini dengan membuat warga AS bertengkar dengan satu sama lain dan memulai konflik. Strategi utama mereka? Membantu Trump -- yang salah satu senator dari partainya sendiri akui tidak pantas menjabat sebagai presiden -- menjadi presiden.

Metode yang digunakan Rusia, menurut Mueller, adalah meniru grup "radikal". Konten yang mereka buat tidak bertujuan untuk mengubah pandangan audiens mereka, tapi untuk memperkuat kepercayaan tersebut dengan cara "mengonfirmasi" pandangan yang seseorang telah miliki. Fenomena inilah yang jamak disebut sebagai bubble. Dengan begitu, orang itu akan mengubah tingkah lakunya, tapi tidak pandangannya.

Menurut Mueller, konten yang Rusia buat tidak hanya iklan berbayar, tapi iklan natif, berupa video, gambar, meme dan juga teks dengan tujuan untuk menjatuhkan karakter lawan -- dalam hal ini Clinton -- dan membuat masyarakat berpikir akan adanya konspirasi. Semua konten ini dibuat sedemikian rupa untuk membuatnya terlihat seperti konten asli buatan warga AS.

Konten yang mereka buat tidak bertujuan untuk mengubah pandangan audiens mereka, tapi untuk memperkuat kepercayaan tersebut dengan cara "mengonfirmasi" pandangan yang seseorang telah miliki. Fenomena inilah yang jamak disebut sebagai bubble.

Konten buatan Rusia beragam, mulai dari gambar Bernie Sanders dengan pose superhero yang mendukung hak-hak kaum LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) sampai gambar Yesus yang beradu panco dengan Iblis.

    Tag
    Share
    ×
    tekid
    back to top