Paradoks enterprise data
Perusahaan bisa jadi memiliki tumpukan data besar, tapi bila tak ditangani dengan benar, data itu tak akan memberi apa-apa.
Suatu malam, ada dialog menarik dengan seorang CEO perusahaan penyedia perdagangan online.
@: Boss, dalam keseharian untuk mengambil keputusan marketing dan sales, berapa indikator yang digunakan?
$: Hanya satu window di layar notebook.
@: Lho? Masa satu window aja? Kan banyak data dan indikator yang harus dilihat dan banyak data yang harus diolah untuk mendukung keputusan?
$: Ga lah cukup satu aja kok dan selama ini terbukti yang membuat maju perusahaan selama ini, cukup kok!
Dialog di atas cukup aneh karena ada pernyataan “cukup satu window laptop” dari seorang CEO yang dikenal sangat “data and technology freak”, yang biasanya sangat memperhatikan data dan analisis informasi dalam kesehariannya. Tentunya, CEO ini mempunyai data yang melimpah, mempunyai pengolahan data warehouse, business intelligence, dan konon juga menggunakan Artificial Intelligence untuk memprediksi jenis barang yang akan dijual, bagaimana cara menjualnya dan berapa banyak inventorinya.
Suatu paradoks dimana seorang CEO yang duduk di atas tumpukan data, namun dalam mengambil keputusan, dia hanya menggunakan satu window di laptopnya.
Saat ini, ada pemahaman baru bagi pelaku bisnis bahwa “Data is the new oil”. Data dipercaya menjadi tulang punggung bagi perusahaan ini sebagai competitive advantage. Seorang CEO perusahaan, dalam memutuskan keputusan bisnis, jika tanpa data dan informasi yang mendasarinya, bakal dianggap aneh dan sekiranya bakal tidak lama duduk di kursinya. Ini adalah fakta baru dalam bisnis modern yang sewajarnya harus diterima sebagai keniscayaan oleh pemilik dan pimpinan perusahaan.
Perusahaan modern, apalagi yang berbasis online, umumnya melengkapi armada teknologi informasinya dengan berbagai aplikasi, seperti Enterprise Resource Planning (ERP), Customer Relationship Management (CRM), Supply Chain Management (SCM), Portal Managament, Content Management, Mobile Apps, Website Cookies Management, Data Warehouse, Business Intelligence, dan sebagainya. Bahkan konon, sebuah bank nasional mempunyai lebih dari 300 aplikasi untuk dapat mengakomodasi semua kebutuhan proses bisnisnya. Ini angka yang tidak sedikit dan pasti sangat memusingkan untuk memeliharanya.
Dengan adanya aplikasi-aplikasi tersebut, dipastikan bahwa data yang disimpan tiap waktu pasti sangat melimpah. Selain itu, karena aplikasi yang dipakai sangat bervariasi, dipastikan pula bahwa data dari masing-masing aplikasi tidak mempunyai “keseragaman alasan”. Mengapa data itu harus ada di aplikasi? Kita mendapati fakta bahwa muncul kerumitan baru karena volume dan variasi data.
Berikutnya, ada pertanyaan mendasar, bagaimana seorang CEO memutuskan sebuah strategi untuk kelangsungan perusahaan di masa depan? Jangan sampai data yang melimpah tidak menjadi aset, tapi menjadi beban baru bagi perusahaan.
Untuk itu, pemilik dan pimpinan perusahaan harus mempunyai cara pandang baru, sehingga tidak berkubang dengan data dan dapat mempunyai insight baru dalam memandang data. Caranya bisa dimulai dengan langkah perikut ini:
1. Tentukan tujuan eksistensi perusahaan
CEO dan timnya harus mempunyai cara berbeda di dunia yang sedang berubah ini, yaitu mempunyai basis pemikiran: “Apakah perusahaan yang saya pimpin akan menjadi relevan dalam 3 tahun, 5 tahun atau 10 tahun ke depan?”
Jika yakin masih akan eksis dan relevan dalam kurun waktu tersebut, maka tentukan key value apa yang dipunyai perusahaan dalam menghadapi kompetisi, kemudian setelah itu, tetapkan tujuan perusahaan dengan berdasarkan aset internal/eksternal yang ada dan nilai baru yang akan diciptakan. Menjadi relevan terhadap perubahan adalah platform perusahaan untuk eksis.
2. Tentukan key data
Data perusahaan seharusnya menjadi aset yang fundamental bagi perusahaan karena menjadi rekam jejak bagaimana perusahaan eksis sampai saat ini. Seorang CEO pasti mempunyai insting data apa saja yang menjadi indikator untuk menjadikan perusahaan tumbuh dan bisnisnya berkesinambungan. Bisa jadi, tidak diperlukan puluhan format laporan dari aplikasi, cukup satu atau dua interface yang dapat menjelaskan denyut perusahaan bakal berhenti di masa depan atau tidak. Interface yang menjelaskan kekininan perusahaan dan foresight perusahaan.
3. Tentukan insight baru apa yang mau diketahui
Banyak metode di Business Intelligence untuk mengetahui kesehatan sebuah perusahaan dari RDBMS sampai Big Data, metode statistik sampai Artificial Intelligence (AI). Namun itu tidak cukup karena CEO harus menajamkan intuisi bisnis lebih dari sekadar data internal. Dengan intuisi yang merupakan hasil proses pengetahuan, keahlian dan pengalaman dari seorang CEO, data akan memberikan insight baru. Untuk mendapatkan insight baru agar perusahaan tetap tumbuh dan berkesinambungan, diperlukan sebuah proses manajemen strategis yang bersifat berkelanjutan. Insight baru diperlukan untuk menemukan cara baru berbisnis, tidak mungkin cara yang sama untuk menghasilkan hasil yang berbeda, bukan?
Mari kita tentukan cara baru menghadapi masa depan dengan data, tapi tidak mati karena bingung membaca data dan tenggelam di tumpukan data.