sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id realme
Kamis, 11 Feb 2021 14:44 WIB

Tarik ulur 5G di Indonesia

Lelang frekuensi 2,3GHz yang sudah diumumkan, dibatalkan oleh Kemenkominfo. Pemerintah berdalih bahwa upaya ini dilakukan sebagai langkah “kehatian-hatian dan kecermatan".

Tarik ulur 5G di Indonesia
Source: Tek.id

Kehadiran 5G di Indonesia selangkah lebih maju. Setelah melalui beberapa uji coba, Kemenkominfo menetapkan sejumlah spektrum frekuensi untuk menggelar jaringan generasi kelima tersebut di Indonesia.  Adapun frekuensi tersebut di antaranya 2,3 Ghz, 2,5 Ghz, 2,6 Ghz, 3,3 Ghz, dan 3,6 Ghz. Spektrum tersebut dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu lowerband, coverage layer, dan highband.

Hadirnya jaringan 5G tidak hanya meningkatkan kecepatan internet, menghubungkan berbagai perangkat, namun juga meningkatkan daya saing Indonesia di Asia Tenggara maupun global. Untuk itu, percepatan implementasi 5G memang perlu perhatian berbagai pihak.

Pemerintah sudah menyiapkan peta jalan (roadmap) 5G sejak September 2020. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate saat itu mengatakan, pemerintah masih harus menata ulang spektrum radio yang akan dialokasikan untuk 5G.

Pada November 2020, Kemenkominfo menggelar lelang pita frekuensi 2,3 Ghz atau disebut Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz. Tujuannya, "meningkatkan kualitas layanan secara maksimal, serta mendorong akselerasi penggelaran infrastruktur TIK dengan teknologi generasi kelima (5G).” Dari seleksi tersebut, terpilih tiga operator yang penerima tambahan pita frekuensi, yaitu Telkomsel, Tri Indonesia, dan Smartfren

Pemenang lelang diumumkan, lalu batal

Lelang frekuensi 2,3GHz yang sudah diumumkan, dibatalkan oleh Kemenkominfo. Kementerian yang dipimpin Johnny G. Plate itu berdalih bahwa upaya ini dilakukan sebagai langkah “kehatian-hatian dan kecermatan". Saat itu, alasan pembatalan lelang tak begitu gamblang. 

“Penghentian proses seleksi tersebut diambil sebagai sebuah langkah kehati-hatian dan kecermatan dari Kementerian Kominfo guna menyelaraskan setiap bagian dari proses seleksi ini dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian Kominfo, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015,” demikian pernyataan Kemenkominfo terkait pembatalan lelang frekuensi 2,3GHz pada 23 Januari.

Sementara itu, dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR yang berlangsung pada 1 Februari, Menkominfo Johnny mengatakan alasan pembatalan lelang frekuensi 2,3GHz merupakan alasan administratif yang tak dapat diungkap ke publik. Namun demikian, dia menegaskan bahwa proses lelang bukan dibatalkan, melainkan akan diulang.

Johnny juga mengklarifikasi, frekuensi 2,3GHz bukan ditujukan untuk menggelar 5G, melainkan untuk memperluas layanan operator seluler, termasuk jaringan 4G. Kendati demikian, dia mengizinkan frekuensi tersebut dimanfaatkan untuk menggelar 5G jika diperlukan di kemudian hari. Hal ini bertentangan dengan siaran pers yang dibagikan Kemenkominfo, khususnya saat pertama kali lelang frekuensi 2,3Ghz diumumkan. 

“Seleksi pengguna pita frekuensi radio 2,3 GHz itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler, meningkatkan kualitas layanan secara maksimal, serta mendorong akselerasi penggelaran infrastruktur TIK dengan teknologi generasi kelima (5G),” demikian kutipan Siaran Pers No. 148/HM/KOMINFO/11/2020. 

Alasan batalnya lelang frekuensi 2,3GHz justru dijelaskan Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan dalam forum diskusi Alinea.id. Dia menuturkan, batalnya lelang frekuensi disebabkan angka dari hasil lelang yang tidak memenuhi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

“Kami kemarin mempertanyakan kepada Menkominfo kenapa lelang 5G bisa ditunda padahal pemenangnya sudah jelas. Katanya, memang angka dari hasil lelang tersebut tidak memenuhi pendapatan negara bukan pajak atau PNBP yang diharapkan. Jadi, PNBP yang ditawarkan para pemenang ini dianggap terlalu rendah, sedangkan mekanismenya ternyata memang tidak mengatur seberapa besar angka minimum yang harus di-submit peserta tender,” kata Farhan menjelaskan.

Dengan demikian, peserta lelang diharapkan untuk memasukkan kembali angka yang dinilai masuk akal untuk memenuhi syarat administratif terkait PNBP. Sebagai informasi, harga penawaran yang diajukan Telkomsel, Tri Indonesia serta Smartfren untuk lelang frekuensi 2,3 GHz senilai Rp144.867.000.000. Harga inilah yang dianggap terlalu rendah dan tidak memenuhi PNBP. 

Farhan juga menyebut, mekanisme lelang yang digelar Kemenkominfo tidak mengatur besaran angka minimum yang harus di-submit oleh peserta. Namun, Wakil Presiden Direktur Tri Indonesia Danny Buldansyah dalam forum diskusi Alinea.id mengungkapkan, harga minimum lelang sudah dicantumkan dalam dokumen yang berasal dari Kemenkominfo.

“Di dokumen lelang juga sudah dicantumkan harga minimum. Artinya, pemerintah sudah bisa melihat jika harga minimum yang terjadi, berarti PNBP-nya dalam jumlah sekian… Spektrum ini tidak murah kalau tidak ada nilai tambah positif, operator tidak akan ikut lelang,” ujar Danny menanggapi pernyataan Farhan.

Terlepas dari itu, batalnya lelang frekuensi 2,3 GHz memang cukup ironi. Di saat negara lain mulai menikmati 5G, Indonesia masih harus berpuas diri dengan 4G. 

Lelang frekuensi batal untuk pertama kalinya

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi pembatalan lelang frekuensi 2,3 GHz merupakan peristiwa pertama sejak 2006, dimana lelang dilakukan secara terbuka. Menurutnya, alasan pembatalan lelang kurang jelas dan transparan. 

“Yang perlu diketahui adalah rincian informasi mengapa dibatalkan… Penjelasan Kominfo lewat Siaran Pers menurut saya kurang jelas dan transparan,” kata Heru kepada Tek.id.

Jika alasan pembatalan tidak diungkap secara jelas, menurut Heru, akan menimbulkan masalah hukum.  “Sebab mereka kan dirugikan karena telah menyiapkan dokumen dan jaminan atau bond yang tentunya nilainya tidak kecil,” ujarnya.

Potensi dampak lainnya akibat pembatalan lelang frekuensi, yaitu berkurangnya kepercayaan dari investor. Sebab, industri telekomunikasi yang menggunakan sumber daya alam spektrum frekuensi, dipantau secara internasional. Terlebih lagi, industri telekomunikasi merupakan sektor investasi yang besar. 

“Jangan sampai ada kesan bahwa ada hal yang tidak matang dari proses seleksi. Ini akan membuat kepercayaan investor telekomunikasi akan menurun. Sebab industri telekomunikasi merupakan sektor investasi, terutama asing, sangat besar,” katanya.

Heru menyarankan agar proses lelang disiapkan dengan matang. Terkait frekuensi 2,3 GHz yang awalnya disiapkan untuk menggelar jaringan 5G, Heru mengatakan, ekosistem frekuensi tersebut belum matang. Dengan demikian, implementasinya akan terhambat jika digunakan untuk jaringan generasi kelima tersebut. 

Dia membandingkan dengan negara-negara lainnya yang menggunakan frekuensi 3,5 GHz dan 2,5/2,6 GHz  serta 700 MHz untuk menggelar 5G. 

“Secara internasional yang umum dipakai adalah 3,5 GHz dan 2,5/2,6 GHz serta akan juga 700 MHz. Frekuensi-frekuensi tersebut yang harus disiapkan untuk 5G,” ujar Heru.

Untuk itu, Heru memperingatkan agar persiapan implementasi 5G dilakukan secara matang. Sebab, jika frekuensi yang digunakan berbeda, handset dengan dukungan 5G di Indonesia kemungkinan tak dapat digunakan di luar negeri. 

Andai lelang tak dibatalkan...

Andai lelang tak dibatalkan

Sejak pemenang lelang frekuensi 2,3 GHz diumumkan dengan hasil Telkomsel, Tri Indonesia dan Smartfren, ketiga operator tersebut langsung menyusun rencana untuk memanfaatkan tambahan frekuensi itu. 

Sebagai informasi, ketiga operator itu mendapatkan tambahan frekuensi pada rentang 2360 – 2390 MHz yang terdiri dari tiga blok. Hasilnya, ditetapkan Smartfren mendapatkan blok A, Tri Indonesia blok B dan Telkomsel blok C. Secara lebih rinci, berikut pembagian blok pita frekuensi setiap operator:

Blok A - Smartfren meliputi:
(i) Rentang 2360 - 2370 MHz pada zona 1 (Sumatera Bagian Utara)
(ii) Rentang 2360 - 2370 MHz pada zona 4 (Banten, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi)
(iii) Rentang 2360 - 2370 MHz pada zona 5 (Jawa Bagian Barat; kecuali Bogor, Depok, dan Bekasi)
(iv) Rentang 2360 - 2370 MHz pada zona 6 (Jawa Bagian Tengah)
(v) Rentang 2360 - 2370 MHz pada zona 7 (Jawa Bagian Timur)
(vi) Rentang 2360 - 2370 MHz pada zona 9 (Papua)
(vii) Rentang 2360 - 2370 MHz pada zona 10 (Maluku dan Maluku Utara)
(viii) Rentang 2360 - 2370 MHz pada zona 12 (Sulawesi Bagian Utara)

Blok B - 3 Indonesia meliputi:
(i) Rentang 2370 - 2375 MHz pada zona 1 (Sumatera Bagian Utara)
(ii) Rentang 2370 - 2380 MHz pada zona 4 (Banten, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi)
(iii) Rentang 2370 - 2380 MHz pada zona 5 (Jawa Bagian Barat; kecuali Bogor, Depok, dan Bekasi)
(iv) Rentang 2370 - 2380 MHz pada zona 6 (Jawa Bagian Tengah)
(v) Rentang 2370 - 2380 MHz pada zona 7 (Jawa Bagian Timur)
(vi) Rentang 2370 - 2380 MHz pada zona 9 (Papua)
(vii) Rentang 2370 - 2380 MHz pada zona 10 (Maluku dan Maluku Utara)
(viii) Rentang 2370 - 2380 MHz pada zona 12 (Sulawesi Bagian Utara)
(ix) Rentang 2375 - 2380 MHz pada zona 15 (Kepulauan Riau)

Blok C - Telkomsel meliputi:
(i) Rentang 2380 - 2390 MHz pada zona 4 (Banten, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi)
(ii) Rentang 2380 - 2390 MHz pada zona 5 (Jawa Bagian Barat; kecuali Bogor, Depok, dan Bekasi)
(iii) Rentang 2380 - 2390 MHz pada zona 6 (Jawa Bagian Tengah)
(iv) Rentang 2380 - 2390 MHz pada zona 7 (Jawa Bagian Timur)
(v) Rentang 2380 - 2390 MHz pada zona 9 (Papua)
(vi) Rentang 2380 - 2390 MHz pada zona 10 (Maluku dan Maluku Utara)
(vii) Rentang 2380 - 2390 MHz pada zona 12 (Sulawesi Bagian Utara)
(viii) Rentang 2380 - 2390 MHz pada zona 15 (Kepulauan Riau)

Andai saja leleng frekuensi ini tidak dibatalkan, Telkomsel, Tri, dan Smartfren mungkin sudah mulai persiapan pemanfaatan tambahan spektrum tersebut. Kendati demikian, ketiga operator ini menyatakan akan mengikuti proses yang ditetapkan Kemenkominfo, termasuk terkait dengan batalnya lelang frekuensi. Berikut rencana yang sudah disusun Telkomsel, Tri Indonesia dan Smartfren dalam memanfaatkan frekuensi 2,3GHz. 

  • Telkomsel

Sebagai salah satu pemenang lelang pita frekuensi 2,3Ghz, Telkomsel memperoleh alokasi blok C, yaitu pada rentang 2380 – 2390 MHz. Fasilitas pendukung infrastruktur jaringan ini sendiri dinyatakan Telkomsel akan digunakan untuk mendorong penyediaan akses broadband berteknologi terdepan dengan kualitas prima dan cakupan merata hingga pelosok negeri. Perusahaan ini juga berkomitmen akan melanjutkan roadmap pengembangan teknologi telekomunikasi terbaru yang nantinya akan diterapkan di Indonesia, seperti 5G.

Rencana tahap awal, Telkomsel akan memanfaatkan pita frekuensi tersebut untuk melanjutkan pembangunan BTS 4G LTE. Di samping itu, Telkomsel juga telah melakukan uji coba jaringan terbaru 5G di Batam untuk sektor industri, setelah sebelumnya sukses menggelar uji coba dan showcase pemanfaatan jaringan 5G di perhelatan Asian Games 2018.

Meski demikian, Telkomsel mengklaim bahwa pita frekuensi yang ditambahkan ini belum ideal karena minimnya lebar pita dan terbatasnya ekosistem yang tersedia. Sedangkan pita frekuensi yang dianggapnya ideal adalah 3,5GHz dan 2,6Ghz. 

  • Tri Indonesia

Sebelum memanfaatkan tambahan pita frekuensi 2,3Ghz, Tri Indonesia mengklaim akan melakukan refarming blok yang mereka dapatkan terlebih dahulu. Untuk diketahui, perusahaan operator ini menerima blok B pada rentang 2370 hingga 2380. Sebelum memanfaatkannya untuk persiapan jaringan 5G, Tri akan lebih dulu memperluas jangkauannya ke daerah-daerah yang belum terjangkau internet.  

Terkait persiapan, perusahaan telah melakukan uji coba 5G pada live network yang pertama, yakni Surabaya. Setelah diimplementasikannya 5G nanti, Tri berencana menutup jaringan 2G dan 3G.

“Kami akan mempertimbangkan untuk menutup jaringan 2G atau 3G ketika kebutuhan layanannya sudah sangat minim, tanpa merugikan pelanggan kami, sehingga spektrum frekuensi yang ada dapat kami optimalkan/gunakan lebih baik lagi untuk layanan 4G atau 5G,” kata Wakil Presiden Direktur Tri Indonesia Danny Buldansyah kepada Tek.id.

  • Smartfren

Smartfren merupakan penerima blok A pada penambahan pita frekuensi ini dengan total 8 rentang frekuensi. Sama dengan Tri, perusahaan ini akan berfokus pada perluasan jaringan di pelosok. Smartfren juga sebelumnya pernah melakukan uji coba 5G di Marunda, Jakarta Utara pada 2019 lalu. Pada trial tersebut Smartfren berhasil mencapai kecepatan 8,7 Gbps, dengan memanfaatkan pita frekuensi 28 GHz.

Smartfren juga berencana untuk melanjutkan kerja samanya dengan ZTE sebagai mitra penyedia perangkat dan sistem jaringan 5G.

“Implementasi 5G di jaringan Smartfren hanya tinggal menunggu waktu yang tepat baik secara regulasi pemerintah dan kajian ekonominya, termasuk kesiapan ekosistem perangkat 5G pengguna di pasar,” kata Munir Syahda Prabowo, VP Technology Relations and Communications Smartfren. 

Bagaimana dengan operator seluler lainnya?

Meski belum mendapatkan tambahan pita frekuensi, XL Axiata tengah bersiap dalam mewujudkan jaringan 5G. Sebelumnya, perusahaan telah melakukan uji coba Dynamic Spectrum Sharing (DSS) 4G/5G. Teknologi ini memungkinkan pemanfaatan spektrum yang sama untuk layanan 4G dan 5G. Sejumlah persiapan lain juga telah mereka siapkan, di antaranya sebagai berikut.

  1. Radio: XL Axiata sudah menerapkan modernisasi perangkat jaringan radio untuk mempercepat adopsi 5G.
  2. Transport: XL Axiata terus melakukan perluasan jaringan tulang punggung (back bone) fiber optik (fiberisasi) yang menjangkau berbagai wilayah di Indonesia
  3. Core: XL Axiata sudah melakukan konvergensi jaringan dan IT dengan menerapkan teknologi Network Functions Virtualization (NFV) dan juga membuktikan kesiapan jaringan VoLTE yang akan menyediakan layanan telepon pada jaringan 5G.

Mengingat masih ada pita frekuensi lainnya untuk 5G yang akan dilelang selanjutnya, XL Axiata menyatakan menunggu waktu tersebut. Opsi spektrum sharing juga dinilai perusahaan dapat menjadi alternatif dalam mengimplementasikan 5G XL Axiata.

Smartphone 5G, pemanis penantian 5G

Sejumlah vendor perangkat teknologi gencar menghadirkan produk yang mendukung jaringan 5G. Smartphone 5G Realme, Xiaomi, dan Samsung, misalnya, sudah mewarnai pasar Indonesia. Ini merupakan upaya perusahaan untuk menghadirkan inovasi terkini bagi pelanggan di Tanah Air. Kendati jaringan 5G belum terselenggara di Indonesia, perangkat-perangkat tersebut akan siap berjalan pada jaringan generasi kelima, ketika jaringan tersebut tersedia. 

Terlepas dari serangkaian pengujian oleh operator seluler, hadirnya smartphone 5G bak pemanis dalam penantian jaringan 5G. Sebab, perangkat ini akan melengkapi ekosistem 5G di Indonesia sekaligus pertanda bahwa jaringan generasi kelima akan benar-benar tersedia. Bukan tidak mungkin, perangkat lainnya seperti Internet of Things (IoT) akan segera hadir demi memperkaya ekosistem 5G di Indonesia.

Penentuan frekuensi dan lelang frekuensi yang dialokasikan untuk 5G menjadi angin segar bagi operator telekomunikasi. Sayangnya, proses itu justru dibatalkan dan akan diulang kembali oleh Kemenkominfo, menyesuaikan hasil evaluasi. Dengan demikian, kehadiran jaringan 5G di Indonesia masih menjadi penantian panjang. 

Share
×
tekid
back to top