Twitter dalam masalah, 60 juta pengguna pergi tiap bulan
Ada masalah fundamental yang harus dibenahi Twitter agar performanya membaik di bursa saham.
Twitter ternyata punya masalah cukup besar terkait retensi dan kepuasan pengguna. Menurut data Fox Business (3/12), sekitar 60 juta pengguna Twitter meninggalkan platform media sosial tersebut tiap bulannya. Selain itu, seperti disampaikan CFO Twitter, Ned Segal, sebanyak 2 juta pengguna mengaktifkan kembali akun yang sudah tak aktif (lebih dari 30 hari) atau membuat akun baru tiap tahun.
Akibatnya, Twitter jadi kurang menarik bagi pengiklan karena Return of Investment (ROI) tak setara Facebook. Ini berimbas pada pendapatan iklan Twitter yang tersungkur empat kuartal berturut-turut tahun ini. Belum jelas, bagaimana Twitter akan membalikkan keadaan ini tahun depan.
Retensi pengguna yang jelek ini juga membuat pertumbuhan pengguna Twitter tertinggal dibanding para pesaingnya. Tahun lalu, misalnya, pengguna aktif bulanan Twitter hanya naik 4 persen, sementara Facebook tumbuh 16 persen, Instagram lebih dari 33 persen.
Hal ini memaksa Twitter untuk berimprovisasi, memperbaharui produk mereka agar lebih akrab dengan pengguna, terutama pengguna muda. Catatan Fox Business menyebutkan, Twitter telah berimprovisasi untuk memperbaiki pengalaman pengguna, menyederhanakan proses olah konten dalam Twitter, terutama membuat postingan menjadi seperti timeline, bukan model kronologi seperti dulu lagi. Ada juga tambahan kolom "explore", untuk mencari konten-konten baru di Twitter. Kendati begitu, ini tidak memperbaiki jumlah retensi pengguna di dalam Twitter.
Berdasarkan laporan The Motley fool (15/10), manajemen Twitter kesusahan membuat pengguna mereka betah berlama-lama menggunakan Twitter. Mereka bungkam soal data engagement. Sementara pengguna Snapchat, Facebook, Instagram, WhatsApp, dan Google cukup bangga dengan performa user engagement mereka.
Pengguna layanan Facebook menghabiskan rata-rata lebih dari 50 menit tiap harinya, baik di Facebook sendiri maupun Instagram dan WhatsApp. Instagram contohnya, pengguna di bawah 25 tahun menghabiskan waktu rata-rata 32 menit tiap hari. Sementara pengguna Instagram di atas 25 tahun menghabiskan 24 menit per hari untuk membuka media sosial tersebut.
Keterikatan pengguna muda dengan Snapchat lebih kuat lagi. Pengguna di bawah 25 tahun menghabiskan rata-rata 40 menit tiap hari untuk berinteraksi di Snapchat. Pengguna Snapchat keseluruhan menghabiskan rata-rata 30 menit tiap harinya. Sementara itu, Google melaporkan, pemirsa YouTube menghabiskan rata-rata satu jam tiap hari untuk menonton video, itupun hanya menonton dari aplikasi mobile saja, belum terhitung yang dari desktop.
Engagement merupakan kunci bagi performa iklan digital. Engagement yang baik mengindikasikan performa iklan yang baik juga. Begitu pula sebaliknya.
Tentunya, bila pengguna jarang log-in ke Twitter dan menghabiskan waktu mereka di dalamnya, pengiklan tentu tidak terekspos dengan baik. Lebih lanjut lagi, iklan yang mentargetkan pengguna, merupakan calon konsumen yang potensial yang bisa diubah menjadi pembeli produk.
Dalam hal ini, Twitter sebenarnya telah memperbaiki performa produksi iklan mereka. Baru-baru ini, mereka memperkenalkan layanan pelanggan yang menyasar pengiklan kecil. Tujuannya untuk menunjukkan improvisasi ROI bagi pengiklan, terutama bagi UMKM.
Investasi ini membutuhkan dana, sementara budget Twitter sudah sedemikian ketatnya. Bila masalah pengguna yang tidak terlalu setia pada Twitter ini belum selesai juga, Twitter akan menghabiskan waktu sangat lama untuk mencapai profit. Analis kondang seperti David dan Tom Gardner pun tidak memasukkan saham Twitter dalam daftar 10 saham rekomendasi terbaik mereka.