Canon EOS 200D II, DSLR modern dan wujud ringkas
Canon EOS 200D II memiliki ukuran ramping dan ringan dengan bobot hanya 654 gram. DSLR ini hadir dengan dua warna, yaitu hitam dan silver.
Pada tahun 2017 lalu Canon meluncurkan EOS 200D yang menyasar kepada fotografer kelas menengah. Tahun ini, perusahaan tersebut menghadirkan sang penerus bernama (tentu saja ) EOS 200D II. Salah satu pembaruan yang hadir dalam DSLR ini adalah prosesor gambarnya, yakni Digic 8 buatan Canon sendiri, sementara sang kakak masih menggunakan Digic 7. Tidak ketinggalan pula fitur Eye Detection AF yang bermanfaat untuk menjaga fokus pada mata subjek meski dalam kondisi bergerak.
Simak terus ulasannya hingga tuntas ya Sahabat Tek!
Berbentuk kecil
Canon EOS 200D II memiliki ukuran ramping dan ringan dengan bobot hanya 654 gram. DSLR ini hadir dengan dua warna, yaitu hitam dan silver. Kebetulan unit yang saya ulas memiliki warna silver, warna ini menjadikan 200D II menjadi berbeda dengan kamera DSLR lainnya. Hanya saya jika suatu saat kamu berniat membeli kamera ini dengan warna silver, kamu harus rajin-rajin membersihkan bodinya lantaran rentan kotor.
Hal yang menjadikannya lebih menarik adalah ada sentuhan aksen berwarna coklat di bagian kanan kamera, atau lebih tepatnya di bagian grip. Ya, selain berguna sebagai peningkatan estetika kamera, lapisan warna coklat tersebut berguna untuk kenyamanan saat membawa kamera ketika tidak dipakaikan strap. Oiya, bahan pelapis tersebut terbuat dari bahan kulit sintetis.
Memiliki dimensi hanya 122,4 x 92,6 x 69,8 mm, saya tidak menemui kesulitan ketika memegangnya dengan satu tangan. Namun keluhan saya terletak pada material pada bodinya. 200D II menggunakan bahan plastik tipis sehingga terasa agak ringkih. Dengan demikian saya sarankan menggunakan strap yang tersedia dalam paket penjualan agar menghindari kamera dari risiko terjatuh.
Sebagai kamera DSLR modern, kamu dapat melakukan komposisi subjek foto tidak hanya melalui viewfinder optiknya. 200D II juga hadir dengan fitur Live View yang memungkinkan memotret via layar LCD belakang. Panel layar ini memiliki resolusi 1,04 juta dot dengan ukuran 3 inci. Resolusi ini cukup tinggi untnuk kamera di kelasnya sehingga megnatur komposisi tidak terganggu oleh penurunan detil subjek.
LCD-nya dibekali mekanisme engsel yang memberikan ruang putar yang fleksibel sehingga dapat membantu untuk meningkatkan kreatifitas ketika memotret. Saya sendiri memanfaatkan engsel fleksibel tersebut ketika ingin memotret subjek tinggi dari sudut pandang rendah. Berkat engsel tersebut, kamu dapat melipat layar hingga menghadap ke depan agar memudahkan melakukan selfie. Saran kami, setelah melakukan komposisi selfie, kamu langsung menatap ke lensa kamera sebelum menekan tombol shutter mengingat jarak antara layar dan lensa itu sendiri cukup jauh agar menghindari pandangan mata yang membias.
Fitur dan pengoperasian
Di dalam 200D II, Canon menggunakan sensor APS-C. Jika dibandingkan dengan sensor full-frame, maka 200D II memiliki crop factor 1,6x. Resolusi pemotretan dari kamera tersebut adalah 24,1 MP, artinya tidak ada perubahan jika dibandingkan dengan pendahulunya. Dengan demikian, Canon meningkatkan kamera ini di sektor lain.
Aspect ratio yang dapat digunakan saat mengambil gambar adalah 1:1, 4:3, 3:2 dan 16:9. Aspect ratio pertama sudah dapat ditebak untuk kamu yang gemar mengunggah foto ke Instagram. Tetapi saya sendiri menyukai aspect ratio 3:2 agar menyamai aspect rasio layar LCD.
Berbicara soal unggah foto ke Instagram, kamu dapat mentransfer hasil foto yang diambil dari 200D II ke smartphone yang mendukung, lantaran kamera ini mendukung konektivitas nirkabel seperti Wi-Fi dan Bluetooth. Dengan cara ini kamu dapat memamerkan kualitas foto yang lebih bagus ketimbang hanya memotret menggunakan ponsel ke sosial media.
Cara melakukan hal tersebut adalah dengan aplikasi Canon Camera Connect yang tersedia di Apple App Store atau Google Play Store. Setelah mengunduhnya, buka menu pengaturan konektivitas Wi-Fi atau Bluetooth di 200D II. Pindai barcode yang ada di layar kamera menggunakan ponsel kamu.
Ini adalah langkah-langkah ketika kamu ingin menghubungkan kamera dan ponsel untuk pertama kalinya. Jika ponsel sudah teregistrasi, kamu cukup buka pengaturan konektivitas kamera dan hubungkan ke SSID yang sebelumnya sudah didaftarkan, kemudian buka aplikasi Canon Camera Connect.
Prosedur di atas dapat dikatakan memakan waktu cukup panjang karena mengharuskan pengguna menghubungkan Wi-Fi ke kamera dan membuka aplikasi secara manual. Berbeda dengan salah satu pabrikan kamera yang memudahkan pengguna, cukup dengan membuka aplikasi di ponsel dan pilih kamera yang telah diregistrasi sebelumnya.
Kabar baiknya adalah, konektivitas nirkabel antara kamera dan ponsel memberikan kualitas yang stabil. Saya tidak pernah mengalami penurunan konektivitas saat menghubungkan kamera ke ponsel. Selain untuk melakukan transfer foto, saya sering mengandalkan aplikasi ini sebagai tombol shutter ketika memotret pada malam hari menggunakan kecepatan shutter rendah, tujuannya agar kamera tidak bergerak sedikit pun. Saya juga dapat mengatur fokus, kecepatan shutter aperture dari ponsel berkat aplikasi dan konektivitas nirkabel.
Canon tidak melengkapi sensor jarak pada viewfinder optik 200D II, oleh karena itu layar LCD akan tetap menyala ketika saya membidik subjek lewat viewfinder. Agar tidak sengaja tertekan hidung saat memotret, pengguna dapat melakukan pengaturan dari panel sentuh 200D II dengan menekan tombol ‘Q’ telebih dahulu. Tombol ini terletak di sudut kiri bawah layar.
Pengguna yang terbiasa menggunakan DSLR dengan sensor jarak di viewfinder kemungkinan akan terkecoh lantaran terbiasa lansung menekan pengaturan yang diinginkan ketimbang menekan tombol tertentu terlebih dahulu.
Performa
Sensor 200D II memiliki kepekaan ISO 100 hingga 25.600 (dan selanjutnya dapat ditingkatkan hingga ISO 51.200). ISO tinggi memang dapat hasil yang lebih terang di kondisi cahaya remang ketimbang ISO rendah, tetapi dapat menimbulkan gangguan noise atau tampilan grain pada gambar. Kami menguji keunggulan 200D II dalam menangani gangguan noise di minim cahaya.
Canon EOS 200D II mulai tersandung gangguan noise mulai pada ISO 3200. Tetapi hasil foto ini masih layak cetak. Gangguan noise tersebut juga masih dapat dihilangkan menggunakan aplikasi olah gambar digital di PC atau sebagainya. Tetapi ketika kami memotret menggunakan ISO 6400, foto secara signifikan terlihat banyak gangguan noise. Jika kamu memotret menggunakan format RAW, noise pada hasil foto tersebut kemungkinan dapat diatasi secara benar dengan cara pengeditan sebelum mencetak. Namun jika format JPG yang digunakan, maka gangguan noise akan masih tampil.
Selama menguji 200D II, lensa yang kami gunakan adalah 18-55mm f/4-5.6 IS STM. Lensa ini juga merupakan kit yang hadir saat pembelian. Aperture pada focal length terpendek pada lensa bisa dibilang tidak terlalu besar dengan f/4. Dengan demikian, kami tidak terlalu melihat perbedaan yang mencolok ketika memotret wajah subjek menggunakan fitur Eye Detection. Sebagai catatan, fitur ini sangat berguna ketika memotret close-up wajah menggunakan lensa ber-aperture besar agar titik fokus jatuh di mata subjek.
Berbicara seputar Eye Detection AF, fitur ini memiliki respon cepat ketika kami memotret wajah orang. Titik fokus tetap mengikuti mata meski subjek bergerak cepat dan menghadap ke samping. Oleh karenanya, tidak perlu khawatir titik fokus akan jatuh ke bagian muka yang lain. Perlu diingat bahwa mata dianggap sebagai pusat wajah, jadi sangat penting berfokus ke arah ini.
Kecepatan Eye Detection AF tidak ubahnya dengan performa AF. Ketika memotret pada sinar matahari yang cukup, kami puas dengan performa AF yang responsif. Baik memotret menggunakan viewfinder atau mode Live View via LCD, performa AF secara akurat menentukan titik fokus. Kecepatan AF dibuktikan ketika memotret di daerah pantai, subjek yang begitu kecil langsung dapat dikunci.
Degradasi warna ketika memotret matahari yang hendak terbenam terpapar dengan mulus, dari warna biru hingga pelan-pelan berubah menjadi warna oranye ke arah matahari. Tetapi tingkat eksposur agak kurang dapat ditangani dengan baik pada perahu di area matahari terbenam. Tetapi secara keseluruhan hasil yang didapatkan cukup memuaskan. Pantulan cahaya oranye matahari juga tampak jelas pada laut dengan minim gelombang.
Lain halnya ketika memotret membalakangi matahari ketika ia masih tinggi di atas langit. 200D II masih dapat mereproduksi warna subjek secara relatif cepat. Artinya, kamera ini dapat mengkalkulasi AE dengan benar ketika matahari belum terlalu dekat di ufuk barat. Tidak ada banyak keluhan ketika kami memotret skema ini.
Ketika memotret pada malam hari yang ditemani oleh lampu-lampu pijar di pinggir pantai, kecepatan AF mulai menurun tetapi tidak terlalu menganggu. Lampu-lampu hiasan kecil pada perahu juga dapat ditampilkan dengan baik tanpa membias. Karena gangguan noise mulai tampak pada ISO 3200, maka kami menghindari penyetingan ISO tersebut yang berujung pada penurunan kecepatan shutter, sehingga mengharuskan kami menggunakan tripod agar lebih stabil.
Dari sisi video, resolusi maksimal yang dapat direkam adalah 4K dengan refresh rate 30 fps. Jika kamu ingin merekam menggunakan refresh rate lebih mulus dengan 60 fps, maka resolusi perekaman harus diturunkan menjadi Full HD (1080p) atau HD (720p).
Meski merekam menggunakan 4K menjadikan fotosite setiap piksel sensor akan menjadi lebih kecil jika dibandingkan merekam Full HD (atau HD), hasil ketika merekam 4K masih menampilkan cahaya yang cukup seperti merekam dengan resolusi rendah. Saat merekam menggunakan resolusi Full HD dengan 60 fps, frame rate tampak stabil meski di area gelap. Tetapi frame rate tersebut terkadang terlihat ada sedikit pengurangan saat merekam pada malam hari dengan pancahayaan lampu neon.
Kesimpulan
Mengingat DSLR memiliki ukuran yang biasanya lebih besar dibandingkan mirrorless yang dikarenakan oleh sistem mekanisme cermin dan pentaprisma di dalamnya, hal ini tidak terjadi pada 200D II. Jadi kamu dapat menggunakan DSLR ringan dengan viewfinder optik yang lebih superior ketimbang viewfinder elektronik (EVF) pada mirrorless.
Tetapi absennya sensor jarak menjadikan pengaturan di layar LCD sentuhnya agak sedikit memakan waktu, dan kemungkinan memerlukan adaptasi beberapa waktu agar terbiasa. Kami menyukai performa warna gambar dan respon AF 200D II yang cepat.
Sayangnya performa AF tidak diiringi dengan sistem continuous shooting yang mumpuni dengan 3,5 fps untuk titik fokus yang berubah-ubah mengikuti subjek. Jika kami melakukan continuous shooting dengan AF tetap, maka dapat merekam dengan kecepatan hingga 5 fps.
Jika tertarik memiliki DSLR ringan dan ringkas ini, maka kamu harus menyiapkan uang Rp10.758.000 atau kamu juga bisa beli secara online dengan cara mengunjungi link ini Canon 200D II.