Review Huawei P30: bukan hape tanggung
Setelah beberapa waktu lalu saya mengulas P30 Pro, kini saatnya saya mengulas Huawei P30 atau bisa dibilang sang adik P30 Pro. Kamera yang diusungnya juga masih bekerja sama dengan Leica.
Beberapa pekan lalu Huawei mengenalkan seri smartphone P30 di Paris. Smartphone tersebut adalah P30 Pro dan P30. Huawei menempatkan P30 Pro sebagai varian yang paling unggul atau flagship. Saya sempat mengulas smartphone berkonfigurasi empat kamera tersebut, hasilnya adalah kamera yang sangat baik dibandingkan dengan smartphone flagship lainnya.
Kali ini saya akan mengulas Huawei P30, yang kastanya satu strip di bawah P30 Pro. Bisa dibilang P30 merupakan adik dari P30 Pro. Jika P30 Pro mengusung konfigurasi empat kamera, maka P30 ‘hanya’ dilengkapi konfigurasi tiga kamera. Dalam hal prosesor, baik P30 dan P30 Pro dipersenjatai oleh Kirin 980.
Desain simpel
Huawei P30 yang ada di tangan saya memiliki penyimpanan internal sebesar 128 GB. Perlu diketahui bahwa pabrikan yang berbasis di China tersebut menyematkan memori internal P30 dengan berbagai opsi: 64 GB, 128 GB dan 256 GB. Kamu juga dapat menambahkan memori eksternal hingga 256 GB via slot Nano Memori (NM). Slot NM menggunakan slot kartu SIM 2, artinya kamu tidak dapat menggunakan fitur dual SIM ketika memasukkan memori NM.
Slot kartu SIM (atau NM) berada di sisi kiri atas. Soal layar, P30 mengusung ukuran sebesar 6,1 inci dengan teknologi panel OLED. Panel ini menjadikan konten di layar terlihat cerah dengan kepekatan yang sangat dalam. Ini membuat kontras pada layarnya sangat baik. Kecerahan layar yang dimilikinya sangat cerah untuk ukuran panel OLED sehingga saya tidak merasa kesulitan mengakses smartphone di siang hari bolong.
Resolusi yang dimiliki layar P30 adalah 1080 x 2340 piksel. Oleh karenanya, konten pada layar terlihat tajam meski ukuran font tulisan kecil. Senada dengan P30 Pro, Huawei P30 juga menyajikan aspect ratio 19,5:9. Kamera depan terletak di dahi ponsel, sehingga terdapat notch. Notch ini hanya untuk tempat kamera depan, bukan speaker (earpeice).
Huawei menempatkan speaker untuk melakukan panggilan telepon di atas kamera depan. Meski demikian, bezel atas tetap terlihat tipis.
Berbicara seputar bezel, Huawei merancangnya cukup ramping. Tetapi bezel kiri dan kanan tetap terlihat, berbeda dengan P30 Pro. Pasalnya P30 tidak menggunakan layar melengkung. Paras P30 memang tidak serupawan P30 Pro. Tetapi saya pribadi lebih menyukai pengalaman memegang P30 karena pinggirannya tidak melengkung. Layarnya yang berukuran lebih kecil dan tanpa sisi melengkung menjadikan saya lebih betah menggenggam P30.
Tidak ada tombol navigasi fisik, karena Huawei menggantinya dengan tiga tombol virtual di bawah layar. Tombol fisik yang dapat saya temui hanya tombol akses volume dan tombol daya. Satu hal lagi yang saya suka dari P30 dibandingkan P30 Pro adalah Huawei menyematkan jack audio 3,5 mm. Mungkin tidak semua orang memerlukan jack tersebut, tetapi kehadirannya dapat membantu saya mendengarkan musik via earphone sembari mengisi ulang baterainya.
Bodi P30 mendukung sertifikasi IP53 sehingga memungkinkannya tahan terhadap debu dan ciptaran air atau hujan yang tidak terlalu deras. Sedangkan P30 Pro memiliki sertifikasi IP68 yang lebih tahan terhadap air hingga kedalaman 2 meter selama 30 menit. Dengan demikian P30 tidak dapat digunakan untuk memotret di bawah air.
Mirip saudaranya, sensor sidik jari P30 juga terbenam di bawah layar. Kecepatan performa yang dihadirkan untuk mendeteksi sidik jari cukup cepat. Tetapi P30 memerlukan sedikit waktu lagi ketika jari tangan saya basah. Selain sidik jari, ada lagi sensor keamanan biometrik lainnya: pengenal wajah (face recognition).
Berbeda dengan keamanan sidik jari yang membutuhkan proses agak panjang saat melakukan registrasi, cace recognition hanya membutuhkan waktu yang jauh lebih cepat. Asal tidak membelakangi cahaya lampu di dalam ruangan, face recognition mampu mendetaksi wajah secara cepat. Face recognition P30 tidak dapat ‘dibohongi’ menggunakan foto wajah saya. Artinya susah dimanipulasi.
3 kamera cukup
Huawei masih bekerja sama dengan Leica untuk kamera belakang P30. Ada tiga kamera belakang pada P30: satu beresolusi 40 MP f/1.8 untuk memotret sudut pandang lebar, satu beresolusi 16 MP f/2.2 untuk memotret sudut pandang super lebar, dan satu lagi beresolusi 8 MP f/2.4 untuk memotret subjek di kejauhan hingga 3x pembesaran. Fitur Optical Image Stabilization (OIS) hanya terdapat spada lensa telefoso. Keputusan menggunakan OIS pada lensa zoom cukup tepat lantaran getaran tangan seakan lebih terasa ketika memotret subjek jauh.
Jika disetarakan dengan kamera berformat 35mm, focal length untuk lensa lebar P30 adalah 27mm. Sedangkan untuk lensa super lebar dan lensa telefoto masing-masing memegang focal length 17mm dan 80mm.
Performa yang dihasilkan lensa telefoto cukup baik karena saya tidak melihat adanya distorsi. Ini berkat lensanya bertipe aspherical (ASPH).
Ketika memotret menggunakan lensa telefoto, saya sangat tertolong oleh fitur OIS-nya. Sebelum menekan tombol shutter, saya sudah sangat merasakan keandalan fitur OIS ini. Dengan demikian, hasil foto lensa zoom 3x tidak menampilkan gangguan blur akibat getaran tangan.
Hasil zoom optik 3x:
Detil yang dihasilkan oleh lensa telefoto sangat baik. Kebetulan saya memotret di tenagh taman dengan pohon-pohon yang rindang. Meski tidak terlalu tajam, detil yang dihadirkan memiliki tingkat tekstur yang sangat baik. Daun-daun yang ada di kejauhan juga tetap terlihat dengan bagus. Tingkat exposure terlihat cukup rapi, tidak ada bagian yang terlalu terang. Bagian bawah pohon tetap terlihat, tidak mengalami gangguan under-exposure.
Ketika saya memotret menggunakan zoom digital 5x, hasil yang ditampilkan tetap tanpa cacat. Daun-daun yang rindang menampilkan tekstur yang rapih seperti saat saya memotret menggunakan 3x zoom. Exposure yang dihadirkan tetap tampil merata. Zoom digital yang mampu dihadirkannya hingga 30x. Pada tingkat zoom ini, P30 sudah tidak dapat menghadirkan detil warna yang akurat serta banyak terjadi penurunan detil. Selain itu, OIS yang dimiliki lensa telefoto tidak mampu menstabilkan guncangan tangan.
Hasil foto zoom 5x:
Saya lebih sering memotret menggunakan lensa lebar. Lensa ini berpadu dengan sensor beresolusi 40 MP serta aperture f/1.8. Seperti P30 Pro, Huawei menghadirkan beragam macam mode pada P30: Aperture, Night, Portrait, Photo, Video, Pro, dan More. Mode ‘More’ akan menampilkan beberapa fitur pemotretan lain seperti Slow-mo, Monochrome, AR lens, HDR, dan lain-lain.
Mode Aperture menawarkan bukaan lensa dari angka f/0.95 hingga f/4. Ketika saya menyetel aperture f/0.95 untuk memotret benda berukuran kecil (kamera mirrorless), efek bokeh yang ditawarkan memang bagus tetapi pinggiran subjek terlihat kurang alami, terutama pada bagian hood lensa. Meski demikian, detil tekstur yang dihadirkan tetap tajam. Saat Saya beralih ke aperture f/2.8, efek bokeh yang dihasilkannya sangat alami tanpa mengganggu pinggiran subjek.
Hasil aperture f/0.95:
Hasil aperture f/2.8:
Lain cerita ketika saya memotret subjek berukuran lebih besar (orang), penggunaan aperture f/0.95 terlihat alami. Setiap rambut teman saya terlihat cukup baik, tidak terganggu oleh efek blur. Aperture f/2.8 memberikan efek blur yang mulus, kamera tidak secara cermat memilah subjek utama dan mana latar belakang.
Hasil aperture f/0.95:
Hasil aperture f/2.8:
Baik lensa lebar dan lensa super lebar tidak dilengkapi dengan fitur OIS, tetapi gambar tidak terganggu oleh blur akibat goyangan tangan. Ini berkat dukungan AI Image Stabilization (AIS) eksklusif dari Huawei. Meski tidak setara OIS pada lensa telefoto, AIS cukup membantu mengurangi gangguan blur. Pada dasarnya AIS merupakan Electronis Image Stabilization (EIS), namun memiliki performa lebih mutakhir karena berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Berbicara seputar AI, P30 juga dilengkapi dengan fitur Master AI agar dapat mendeteksi apa yang akan saya potret. Fitur ini cukup akurat. Contoh, ketika saya memotret situasi di taman dengan pepohonan rindang dan banyak rumput, smartphone P30 akan langsung mengalihkan mode pemotretan “Greenery” agar warna hijau yang ditampilkan lebih hidup namun tetap menjaga detil setiap rumput dan daun.
Ketika saya memotret air mancur, Master AI pada P30 akan mengubah skema pemotretan menjadi ‘Water Fall’ yang menambahkan warna biru pada air serta mengurangi kecepatan shutter speed agar pergerakan air lebih dramatis pada hasil foto.
Kebetulan taman di tempat saya memotret juga ada kandang burung yang berukuran cukup besar. Ketika saya membidik kandang burung tersebut, kamera langsung mengubah mode menjadi ‘Historical Buildings’ sehingga tekstur kayu akan lebih terlihat serta warna coklat meningkat. Menurut saya, pendeteksian kandang burung menjadi ‘Historical Buildings’ bukanlah sesuatu yang keliru mengingat kandang burung yang saya potret menyerupai rumah klasik.
Performa pemotretan monokrom cukup baik karena tekstur helai rambut tetap terlihat. Pembagian warna grey-scale dan hitam menjadikan tekstur pada subjek tetap terjaga, meski tidak terlalu istimewa. Pada pilihan Aperture dan Portrait, efek bokeh yang ditampilkan tidak terlalu baik. Batang pohon yang ada di belakang subjek terlihat seolah-olah hampir setara dengan subjek. Pinggir kepala subjek yang saya foto juga terlihat kurang alami. Tetapi secara keseluruhan, hasil foto B/W P30 keren.
Fotografi pada minim cahaya juga menampilkan hasil yang ciamik. Selepas senja saya jalan-jalan ke stasiun MRT. Ketika saya memotret beberapa kereta yang sedang diam dari atas stasiun, hasil yang dihadirkan menyajikan exposure secara merata, dari bagian yang terkena sinar matahari hingga bagian yang minim sinar matahari.
Hasil foto monokrom mode standar:
Hasil foto monokrom mode Aperture (f/2.8):
Hasil foto monokrom mode Portrait:
Hasil foto saat senja:
Ketika malam hari sudah tiba, saya menggunakan mode Night untuk memotret di bilangan Bundaran HI. Gangguan ISO dapat ditangani dengan baik. Saya tidak melihat gangguan grain di bagian langit atau di area gelap lainnya. Lampu-lampu gedung terlihat jelas tanpa ‘saling menyatu’ dengan yang lainnya. Tetapi lampu-lampu jalan terlihat agak bleber. Meski demikian tidak terlalu menganggu.
Foto malam hari:
Performa video dapat ditampilkan secara aman ketika saya merekam sambil berjalan. Stabilisasi gambar yang ditawarkan cukup baik, tidak terjadi hasil yang terlalu goyang. Tetapi stabilisasi gambar tidak mampu mengadirkan gerakan video yang terjaga ketika saya berlari.
Hasil warna video lumayan bagus dengan struktur daun yang cukup terlihat secara mendetil. Meski tidak sebagus ketika saya memotret, penataan exposure terbilang baik. Saya juga sempat merekam pada malam hari yang diterangi oleh lampu-lampu jalan sambil diboncengi oleh teman. Kestabilan hasil video cukup baik, namun masih menunjukan beberapa getaran. Detil yang dihadirkan terbilang lumayan, meski daun-daun pada pepohonan tidak menampilkan tekstur yang alami.
Beralih kamera depan, Huawei melengkapinya dengan sensor beresolusi 32 MP dengan aperture f/2.0. Seperti kamera belakang, kamera depannya mengantungi mode HDR agar wajah tetap terlihat meski membelakangi cahaya. Mode ini juga memungkinkan bagian layar belakang (background) tidak terganggu oleh gejala over-exposure.
Kamera depan mampu menyajikan warna kulit yang alami dengan mempertahankan tekstur. Helai rambut terpotret dengan rapih. Tetapi daun-daun yang di belakang subjek tidak setajam ketika memotret menggunakan kamera belakang.
Untuk seru-seruan, P30 memiliki beberapa mode pemotretan agar dapat mengubah background. Di antaranya adalah Foldings Blind dan Stage Lightings. Secara keseluruhan, kedua mode dapat mendeteksi antara wajah dan baju subjek. Namun bagian rambut di pinggiran kepala tampak tidak alami.
Huawei tidak bekerja sama dengan Leica untuk kamera depan. Tetapi dapat saya katakan kamera depannya cukup untuk mengambil wajah agar menjadi lebih kece dengan bantuan mode Beauty sehingga dapat mengubah warna kulit dan mengubah bentuk anatomi dagu.
Hasil kamera depan standar:
Hasil kamera depan mode Foldings Blind:
Hasil kamera depan mode Stage Lightings:
Performa
Setelah mengetahui hasil fotografinya, kini saatnya saya menguji performa Huawei P30. Seperti yang sebelumnya saya informasikan, versi P30 yang saya uji memiliki kapasitas RAM 8 GB dan penyimpanan internal 128 GB. Agar dapat mengetahui kecepatan memori internalnya, saya menginstal aplikasi AndroBench. Hasil yang ditawarkannya adalah 876 MB/s untuk kecepatan Sequential Read dan 196 MB/s untuk Sequential Write. Cukup mengagetkan karena performa Sequential Read P30 lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan P30 Pro (854 MB/s vs 867 MB/s).
Dalam hal Random Read dan Random Write, Huawei P30 masing-masing berhasil menorehkan kecepatan 146 MB/s dan 152 MB/s. Sebagai informasi, Random Read/Write adalah performa kecepatan baca atau tulis sekumpulan file-file berbeda. Data tersebut tersimpan di block memori yang tidak berurutan. Sedangkan Sequential Read/Write mengacu kepada memori smartphone mengakses satu file (terutama berukuran besar) agar dapat ditempatkan di blok secara berurutan.
Selanjutnya saya menjalankan pengujian sintetis menggunakan aplikasi PCMark. Benchmark ini mengukur seberapa andal P30 menghadapi tugas produktivitas sehari-hari. Pekerjaan yang diuji dalam tolok ukur tersebut adalah performa pengeditan video serta audio, penulisan data ke penyimpanan, dan kalkulasi data. Nilai keseluruhan yang dapat ditoreh P30 adalah 7779 poin. Sebagai catatan, P30 Pro memiliki sedikit di bawah nilai P30 dengan 7723 poin.
Selanjutnya saya menjalankan benchmark 3DMark. Dalam aplikasi ini, Huawei P30 mampu mengumpulkan skor 3853 poin untuk Sling Shot Extreme, 3214 poin untuk Sling Shot, dan 36629 untuk Ice Storm Unlimited. Sebagai perbandingan, P30 Pro meraup angka 2244 poin untuk Sling Shot Extreme, 3219 poin untuk Sling Shot, 3113 poin untuk Sling Shot Unlimited, dan 36195 untuk Ice Storm Unlimited.
Ketika digunakan untuk memainkan Gim berat seperti Asphalt 9: Legends, saya merasakan performa P30 sangat lancar dari garis Start hingga Finish. Tidak ada penurunan kualitas frame rate apalagi lagging. Mobil saya mampu ngebut dengan berhias latar belakang yang sangat lancar. Pengalaman ini sama asiknya saat saya bermain gim yang sama pada kakaknya atau P30 Pro.
Huawei mentenagai P30 dengan kapasitas baterai 3650 mAh. Setelah saya uji coba daya tahannya menggunakan aplikasi PCMark, smartphone ini mampu bertahan selama 7 jam 35 menit. Daya tahan ini cukup lama dibandingkan dengan P30 Pro yang hanya bertahan selama 6 jam 43 menit. Padahal smartphone dengan performa kamera ganas ini memiliki kapasitas baterai yang lebih tinggi, yaitu 4200 mAh.
Kesimpulan
Meski tidak memiliki kualitas seperti P30 Pro, P30 tetap memiliki kualitas fotografi yang sangat baik. Kualitas videonya juga perlu diacungi jempol ketika merekam pada siang hari sambil berjalan. Tetapi saya sarankan untuk menggunakan gimbal ketika merekam sambil berlari.
Lalu performa bermain gim sama persis seperti P30 Pro yang masuk ke dalam predikat flagship. Meski begitu P30 berdesain lebih asik ketika digenggam berlama-lama daripada P30 Pro. Selain itu, daya tahan baterainya juga lebih mumpuni. Sayang belum ada harga resmi di Indonesia. Huawei membanderol P30 dengan harga EUR799 atau sekitar Rp13 jutaan.