Review Huawei P30 Pro di Indonesia, kameranya susah dilawan
P30 Pro menghancurkan persaingan dengan empat kamera utama. Apa saja kegunaan masing-masing kamera tersebut?
Sejarah itu tercipta pada April 2016 saat Huawei mengumumkan kerja sama dengan Leica. Hasil kolaborasi ini adalah smartphone P9 yang dilengkapi dengan kamera belakang ganda. Satu kamera dilengkapi dengan sensor RGB alias berwarna dan yang lainnya menggunakan sensor monokrom alias hitam putih. Memanfaatkan kedua kamera belakang tersebut, P9 dapat menghadirkan efek bokeh berkualitas dan kontras lebih tajam.
Selang 3 tahun setelahnya, Huawei masih memperkuat smartphone flagship mereka dengan berkolaborasi dengan Leica. Kali ini, sang jawara terbarunya adalah P30 Pro, penerus dari P20 Pro. Berbeda dengan sang pendahulu yang menghadirkan tiga kamera belakang, P30 Pro hadir dengan empat kamera belakang (Huawei menyebutnya sebagai Quad Camera System).
Sebelum saya mengupas tuntas seputar performa kamera, saya ingin membahas mengenai desain P30 Pro terlebih dahulu. Unit yang ada di tangan saya memiliki warna Breathing Crystal yang menampilkan warna seperti campuran dari ungu, biru, hijau dan putih. Keempat warna ini menjadi satu dengan sistem gradasi yang sangat halus, sehingga terlihat cukup memukau.
Benak saya langsung teringat Galaxy S9 Series ketika melihat paras dan desain Huawei P30 Pro. Ini karena layar P30 Pro melengkung. Tetapi, pembeda secara visual adalah keberadaan notch di bagian layar atas yang berguna sebagai tempat bersinggah kamera depan.
Ketika memegangnya, tidak ubahnya perasaan saya seperti memegang Galaxy S9 Series. Hal ini dikarenakan bagian sisi belakangnya juga dilengkapi sentuhan melengkung baik di sisi kiri dan kanan. Oleh karena itu, saya merasakan bagian kiri dan kanannya agak mengecil.
Sayangnya, bodi P30 Pro agak licin dan mudah terkena noda sidik jari. Layarnya berukuran 6,47 berteknologi OLED dengan resolusi 2.340 x 1.080 piksel dengan aspect ratio 19.5:9. Ini memungkinkan kamu menonton film di Netflix atau sejenisnya yang berformat cinematis 21:9 dengan minim garis bar hitam di atas dan bawah.
Dalam hal tombol fisik, Huawei hanya menyediakan tombol volume dan daya. Tombol-tombol ini terletak di sisi sebelah kanan. Di sisi atas, kamu akan melihat sebuah bundaran berbentuk kecil yang berfungsi sebagai emitter inframerah. Inframerah tersebut dapat digunakan sebagai remote control televisi aplikasi Smart Remote.
Slot kartu sim ada di sisi bawah, berderetan dengan port USB Type-C. Tidak ada port jack 3,5 mm, jadi saya tidak dapat menghubungkan earphone kesayangan saya. Memori internal Huawei dapat ditingkatkan menggunakan slot kartu SIM 2. Tetapi, smartphone ini menggunakan Nano Memory (NM) eksklusif dari Huawei ketimbang microSD.
Di atas sudah saya jelaskan bahwa notch P30 Pro merupakan tempat kamera depan. Dengan demikian, ukuran notch tersebut cukup kecil. Jika notch hanya untuk kamera depan, lalu kemana speakernya yang berguna untuk melakukan percakapan via telepon?
Speaker (earpiece) pada smartphone ini penggunakan teknologi Acoustic Display eksklusif dari Huawei yang memungkinkan suara keluar dari layar. Dengan demikian, tidak perlu lagi speaker fisik.
Huawei membekali P30 Pro dengan keamanan Fingerprint ID dan Face Recognition alias pendeteksi sidik jari dan pendeteksi wajah. Sensor sidik jadi P30 Pro terletak di balik layar. Ini bukan sesuatu yang ‘wah’, mengingat smartphone tersebut masuk ke dalam predikat flagship. Performa sensor sidik jari P30 Pro memang tidak terlalu istimewa jika dibandingkan dengan sensor sidik jari fisik.
Tetapi, selama saya menggunakannya, sensor sidik jari pada layar cukup dapat diandalkan. Meski begitu, aya beberapa kali gagal membuka perangkat ketika jari sedang basah. Pengenal wajahnya juga dapat dikatakan bagus karena sangat cepat mendeteksi muka saja di hampir segala situasi. P30 Pro sesekali tidak dapat mendeteksi ketika sedang di dalam ruangan dan wajah saya membelakangi cahaya lampu.
Sudah sempat disinggung sebelumnya, konfigurasi kamera belakang P30 Pro dilengkapi dengan empat buah kamera. Masing-masing dari keempat kamera tersebut mencakup kamera utama dengan sensor beresolusi 40 MP f/1.6 27mm OIS, kamera ultra lebar 16mm dengan aperture f/2.2, kamera berbentuk periskop 8 MP f/3.4 telefoto 125 mm, dan kamera Time of Flight (ToF).
Sesuai namanya, sistem kamera periskop meminjam dari mekanisme periskop yang secara umum ada di kapal selam. Karena bodi P30 Pro memiliki ketebalan hanya 8,41 mm, maka sangat tidak mungkin menghadirkan zoom optik sejauh 5x. Oleh karena itu, Huawei menyiasatinya dengan meletakan komponen kamera membelok sebesar 90 derajat dari cover.
Selanjutnya, komponen lensa zoom dan sensor CMOS berada di posisi vertikal. Dengan demikian, memungkinkan jarak yang cukup jauh antara sensor dari lensa, tanpa mengorbankan kerampingan smartphone.
Kamera ToF memiliki ukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan tiga kamera belakang P30 Pro lainnya. Ia terletak di bawah lampu flash LED. Kamera ini bekerja menangkap sinar inframerah yang dikeluarkan dari emitor di dekat lampu flash setelah memantul dari subjek. Dengan demikian, perangkat mampu mengkalkulasi seberapa dekat subjek dengan kamera. Sensor ini berfungsi agar menghadirkan hasil bokeh lebih realistis dibandingkan dengan kamera smartphone pada umumnya.
Berdasarkan informasi metadata dari foto yang diambilnya, besaran focal length sesungguhnya untuk kamera utama 40 MP adalah 5,56mm, kamera ultra lebar 20 MP memiliki focal length 2,35mm, dan telefoto periskop dengan focal length 14,46mm.
Ada bermacam-macam mode yang dihadirkan P30 Pro, yakni Aperture, Night, Portrait, Photo, Video, Pro, dan More. Pada opsi ‘More’, kamu bakal melihat segambreng fitur yang dapat dipilih untuk meningkatkan kreativitas, seperti Slow-mo, Panorama, Monochrome, AR Lens, HDR, Time-lapse, dan sebagainya. Mode dapat dipilih dengan cara menekannya di bagian bawah.
Sudah dapat ditebak bahwa mode Aperture menawarkan pemotretan dengan bermacam-macam angka bukaan lensa (aperture). Tekan ikon yang mirip dengan aperture dan kemudian kamu dapat mengubah besaran aperture dari f/0.95 hingga f/16. Perlu diingat bahwa aperture tersebut dilakukan secara simulasi digital, bukan mekanisme fisik layaknya kamera mirrorless atau DSLR.
Mode Night memungkinkan kamu memotret di kondisi cahaya remang. Kamu dapat mengatur ISO dan kecepatan shutter pada mode ini. Rentang ISO mulai dari 100 hingga 1600. Tidak ketinggalan pula ISO otomatis jika kamu ingin kamera yang menentukan ISO mana yang paling cocok. Kecepatan shutter yang ditawarkannya adalah 1/4 detik hingga 32 detik. Seperti ISO, kecepatan shutter juga dibuat menjadi otomatis.
Mode yang paling umum digunakan adalah mode Photo. Kamu dapat menggunakannya untuk memotret dalam skenario apa pun dan menyerahkan pengaturan yang sesuai kepada kamera. Tersedia pula fitur Master AI yang memungkinkannya mendeteksi subjek yang difoto dan menyesuaikan warnanya.
Contohnya, jika kamu memotret pada sore hari dan posisi matahari sudah ingin terbenam, maka Master AI akan mengubah mode pemotretan menjadi Sunset. Beberapa kategori yang ditawarkannya adalah Close-up, Text, Greenery, Portrait, Waterfall, dan sebagainya.
Machine learning yang ada pada sistem Master AI P30 Pro mampu mendeteksi subjek cukup akurat. Contoh, kamera langsung mengenali subjek ketika saya memotret bunga, dan kemudian langsung mengubah warna yang sesuai. Ketika kamera terus saya dekatkan ke subjek (bunga), AI akan mendeteksi sebagai Super Macro.
Kemutakhiran Master AI juga terlihat ketika saya melakukan fotografi makro, tetapi kali ini daya memotret sebuah berkas dengan tulisan. Ketimbang mengalihkan ke mode pemotretan Macro atau Super Macro, sistem teknologi AI milik P30 Pro malah mengubahnya ke mode Documents agar tulisan di berkas lebih terlihat tajam. Dengan demikian, Master AI memiliki performa yang cukup akurat dan cepat untuk membantu mengubah rona warna agar foto terlihat lebih menarik sesuai subjek yang difoto.
Ketika memotret menggunakan lensa ultra lebar (16mm), saya merasakan bahwa P30 Pro tidak tersandung gangguan distorsi jika dibandingkan dengan lensa lebar pada smartphone lain. Hal ini dibuktikan oleh batang pepohonan yang tidak bengkok meski berada di pinggir frame. Tampilan monas juga tetap menjulang tinggi tanpa ada gangguan distorsi.
Warna yang dihasilkan tidak melenceng dan tetap alami. Meski pohon yang saya potret membelakangi cahaya, daun-daunan yang ada di pohon tersebut tetap terlihat hijau. Ketajamannya cukup baik. Tetapi, daun-daun yang ada di cabang terdalam kurang terlihat tajam.
Kini, saatnya saya memotret menggunakan kamera utama. Warna dinding monas tetap terlihat, padahal saya memotret monas dengan membelakangi cahaya. Ketika hasilnya saya perbesar, garis-garis kotak yang ada di dinding monas terlihat cukup jelas. Saya melakukan dengan sengaja memotret subjek yang membelakangi cahaya.
Ternyata, cahaya dapat ditangani P30 Pro dengan baik. Bagian bawah monas tetap terlihat dengan tidak ada gangguan under-exposure. Sama halnya dengan langit, bagian ini tidak terjadi over-exposure serta tetap mampu menangani warna awan. Warna kuning pada puncak monas terlihat cukup baik ketika saya perbesar hasil foto.
Sore menjelang malam hari, P30 Pro mendeteksi mode pemotretan ke Sunset ketika saya arahkan ke arah monas yang di belakangnya ada matahari. Warna yang dihasilkan dalam mode Sunset menjadi agak kekuningan. Lantai yang terkena sinar matahari pun terlihat lebih kuning. Subjek yang sedang duduk tetap terlihat tajam dengan tingkat detail yang tinggi. Secara keseluruhan, hasil foto terlihat lebih dramatis jika dibandingkan dengan tidak menggunakan mode Sunset.
Bukan berarti foto yang tidak menggunakan mode Sunset tidak bagus. Hanya saja, warna kuning tidak terlalu tebal di dekat matahari dan lantai. Ukuran matahari terlihat tidak sebulat ketika menggunakan mode Sunset. Meski demikian, subjek pada foto tetap terlihat tajam. Zoom optik 5x yang dihadirkan oleh kamera periskop memberi hasil yang cukup bagus.
Berikut ini hasil foto dari Huawei P30 Pro :
Performa Optical Image Stabilizer (OIS) P30 Pro sangat membantu menghasilkan hasil yang tajam, meski hanya memotret menggunakan tangan. Detail juga terlihat tajam, tidak ada gangguan over-exposure maupun under-exposure. Bagian bawah puncak monas terlihat sangat baik untuk sekelas kamera smartphone flagship. Ketika saya naikkan hingga 10x zoom, hasilnya sangat baik.
Tidak ada gangguan artefak di puncak emas monas. Zoom 10x adalah hasil kombinasi dari lensa standar dan lensa telefoto. Sekali lagi, performa OIS yang andal pada P30 Pro sangat membantu saya menghasilkan foto tajam menggunakan zoom jauh.
Ini adalah hasil zoom 5x:
Ini hasil foto memoptret menggunakan 10x zoom:
Saya terkesima dengan performa mode Aperture P30 Pro. Efek Bokeh yang dihadirkan tersimulasikan dengan sangat baik. Seluruh bagian subjek tetap terlihat tajam, pinggirannya tidak ikut dibuat blur oleh kamera. Ketika saya mencoba pada aperture paling besar (f/0.95), rumput di dekat subjek ikut masuk menjadi blur, tetapi tidak dengan rumput yang sejajar dengan subjek.
Hasil foto yang ditampilkan ketika saya memotret menggunakan mode Monochrome juga terlihat sangat baik. Detail garis-garis pada baju subjek terlihat jelas. Lipatan-lipatan pada baju juga tampil bagus meski tidak menggunakan warna. Meskipun detail menurun ketika memotret ketika subjek membelakangi cahaya, performa pemotretan hitam putih tetap terlihat unggul untuk ukuran smartphone.
Berikut hasil mode Monochrome P30 Pro:
Hari pun telah malam. Saatnya melihat kemampuan mode Night smartphone ini. Hasilnya adalah lampu gedung yang tertata rapi. Kilauan setiap lampu tersebut tidak meluber kemana-mana, sehingga detail gedung di kejauhan tidak tertutup oleh cahaya lampu berlebih.
Bagian langit terlihat bersih tanpa gangguan noise yang terlalu mengganggu saat dipotret menggunakan ISO 1600. Awan tampil putih kehitaman, menandakan warna yang dihasilkan tidak bergeser. Dari kejauhan, terlihat daun-daun yang tidak mengalami penurunan detail.
Bagiamana dengan video? Video yang dihasilkannya sangat stabil, tidak menampilkan goyangan akibat gerakan tangan. Saat saya merekam sambil berjalan, video tampil sangat baik. Kestabilan yang sama juga terjadi ketika saya merekam video saat berlari.
Setelah membahas performa kamera, kini saya lanjutkan untuk membicarakan performa smartphone itu sendiri untuk keperluan sehari-hari hingga bermain gim. Pertama, saya jalankan AndroBench untuk melihat seberapa cepat penyimpanan internal P30 Pro. Smartphone ini menorehkan kecepatan 854 MB/s untuk Sequential Read, 251 MB/s untuk Sequential Write, 168 MB/s untuk Random Read, dan 159 MB/s untuk Random write.
Saya juga menjalan aplikasi 3DMark di P30 Pro. Angka yang diraihnya adalah 1.244 untuk Sling Shot Extreme, 3.229 untuk Slingshot, 3.113 untuk Slingshot Unlimited, 26.195 untuk Ice Storm Unlimited.
Huawei memilih konfigurasi Big.Middle.Small, di mana mereka menggunakan dua ARM Cortex A76 di kecepatan 2,6GHz sebagai ‘performance core’, dua Cortex A75 di kecepatan 1,92GHz berfungsi sebagai ‘prime core’, sedangkan 4 cortex A55 di kecepatan 1,8GHz akan menjadi ‘low power core’.
Sebgai pembanding, Qualcomm Snapdragon 855 memiliki pendekatan yang berbeda, meski juga memiliki konfigurasi Big.Middle.Small. Mereka menggunakan konfigurasi satu ARM Cortex A76 di 2,8GHz yang menjadi ‘performance core’, tiga Cortex A75 di 2,42GHz yang menjadi ‘prime core’, dan empat Cortex A55 di kecepatan 1,8GHz.
Memberikan performa tinggi tidak berarti selalu baik. Contoh, meski telah menggunakan prosesor dengan teknologi fabrikasi 7nm yang terkenal irit daya, tidak membuat perangkat ini bertahan lama. Dalam pengetesan menggunakan PCMark Work 2.0, baterai 4200 mAh dilahap dalam waktu 6 jam 43 menit saja. Di luar sana, banyak smartphone yang memiliki kapasitas baterai yang sama dapat bertahan lebih lama.
Beralih ke penggunaan nyata, RAM sebesar 8GB sedikit banyak membantu saya. Multitasking berjalan lancar. Bermain gim, seperti Asphalt 9 pun tidak terasa lag. Seperti Mate 20, P30 Pro berhasil mencapai rata-rata 24 FPS saat diukur dengan aplikasi Game Bench.
Bermain gim kompetitif sekelas PUBG pun sangat nyaman. Menggunakan pengaturan tertinggi, gim berjalan lancar di 30 FPS.
Kapasitas penyimpanan 256GB tampaknya cukup lega bagi sebagian orang. Namun, mengingat ukuran foto dan video yang diambil kamera P30 Pro cukup besar, saya membayangkan penyimpanan ini akan habis dalam satu atau dua tahun saja.
Sebagai kesimpulan, kamera P30 Pro berhasil menghancurkan persaingan kamera smartphone. Ia sulit dilawan vendor pabrikan lain, setidaknya untuk saat ini. Kamera periskopnya berhasil mengatasi kelemahan utama sistem tersebut.
Kita lihat saja, apakah ada gebrakan dari vendor lain dalam hal kamera agar dapat mengambil takhta Huawei P30 Pro, atau setidaknya setara. Untuk harga, versi yang ada di tangan saya ini memiliki RAM 8GB dan penyimpanan internal 256 GB dijual dengan harga 1.099 Euro atau sekitar Rp17,9. Tetapi, belum ada informasi lebih lanjut mengenai harga resminya di indonesia.