Review Huawei P40 Pro, adaptasi dengan kenormalan baru
Hidup tanpa Google adalah siksaan karena kita belum terbiasa. Demikian juga dengan bekerja dari rumah selama sebulan dan tak bisa kemana-mana.
Salah satu hal yang kita terima, dan nikmati apa adanya karena sudah sangat terbiasa adalah toko aplikasi. Tentu saja, toko aplikasi yang saya maksud, yakni Google Play Store dan Apple App Store. Keberadaan keduanya, meminjam istilah dalam Bahasa Inggris, kita terima “taken for granted”.
Oleh karena itu, saat vendor merilis ponsel pintar baru, kita lebih penasaran dengan spesifikasi peranti kerasnya: RAM, tipe chipset, kamera, desain, dan sebagainya. Kita lupa terhadap toko aplikasi karena asumsi sadar dan tak sadar kita mengatakan, toko aplikasi sudah pasti ada dari sononya.
Tapi, kemelut dagang antara Amerika Serikat dan China akhirnya membuka mata kita. Kebijakan AS, tahun 2019, yang melarang perusahaan negara itu bekerja sama dengan Huawei ternyata berimbas sangat jauh. Layanan Google Media Services menghilang dari seluruh ponsel Huawei yang dirilis setelah 16 Mei 2019. Artinya, saat kita beli ponsel pintar Huawei yang baru, tak ada lagi Play Store dan jutaan aplikasi di dalamnya. Dan yang tak kalah penting, semua aplikasi Google yang biasanya otomatis tersedia di ponsel Android mana pun, kini tak ada lagi.
Konsekuensinya: kita tak bisa mengakses secara penuh aplikasi Maps, Drive, Gmail, dan YouTube. Beberapa di antaranya, seperti Gmail dan YouTube masih bisa kita buka via peramban, tetapi pengalaman penggunaannya pasti lain dengan akses melalui aplikasi native. Ini bukan masalah kecil bagi kita di Indonesia. Kita berbeda dengan penduduk China yang sudah biasa hidup tanpa Google, Facebook atau Twitter. Mereka punya layanan alternatif. Kita? Enggak punya.
Jadi, sangat wajar jika konsumen di luar China kemudian berpikir ulang untuk membeli produk baru Huawei, seperti P40 Pro yang kami uji kali ini. Bagi Huawei sendiri, seperti diberitakan media, larangan AS menimbulkan kehilangan pendapatan USD12 miliar pada tahun 2019.
Tindakan Huawei yang tetap merilis produk baru di luar China, meski tanpa layanan Google, patut kita apresiasi. Berhenti menjual produk di luar negaranya hanya karena larangan AS adalah sebuah kekalahan sebelum perang. Di samping itu, mereka perlu menjaga keberlangsungan mereknya agar tak dilupakan semua orang. Toh, situasi politik sekarang ini tak mungkin akan berlangsung selamanya.
Di luar faktor aplikasi, Huawei P40 Pro adalah merupakan produk yang mengagumkan. Sekali lagi, Huawei berhasil mendorong dan menetapkan standar baru bagi ponsel pintar. Kameranya sudah didaulat DXoMark sebagai yang terbaik di dunia. Lalu, apa lagi? Simak review ini selengkapnya.
Spesifikasi Huawei P40 Series |
||||
Spesifikasi |
P40 Pro |
P40 Pro+ |
P40 |
|
SoC |
HiSilicon Kirin 990 5G 2x Cortex-A76 @ 2.86 GHz 2x Cortex-A76 @ 2.36 GHz 4x Cortex-A55 @ 1.95 GHz |
|||
GPU |
Mali G76MP16 @ 700MHz |
|||
Layar |
6,58 inci OLED 2640 x 1200 90Hz |
6,01 inci OLED 2340 x 1080 60Hz |
||
RAM |
8 GB |
|||
Memori Internal |
128 GB – 256 GB |
|||
Kamera Belakang |
Kamera Utama |
50MP 1/1.28” 2.44µm RYYB Sensor f/1.9 OIS 23mm equivalent |
||
Telefoto |
- |
8MP f/2.4 OIS 3x optical zoom 80mm equivalent |
||
Periskop |
12MP RYYB f/3.4 OIS 5x optical zoom 125mm equivalent |
8MP f/4.4 OIS 10x optical zoom 240mm equivalent |
- |
|
Wide |
40MP f/1.8 18mm equivalent |
16MP f/2.2 17mm equivalent |
||
Extra |
ToF |
- |
||
Kamera Depan |
32MP f/2.2 AF + IR Camera |
32MP f/2.0 FF + IR Camera |
||
Baterai |
4200mAh
40W SuperCharge |
3800mAh
22.5W Charging |
||
Wireless Charging |
27W SuperCharge |
40W SuperCharge |
- |
|
I/O |
USB Type-C |
|||
Konektivitas |
4G + 5G NR NSA + SA Sub-6GHz |
|||
Proteksi |
IP53 (Tidak tahan air) |
IP68 (Tahan air hingga 1m) |
||
Sistem Operasi |
AOSP 10; EMUI 10 Tanpa layanan Google |
|||
Harga |
EUR999 (Rp18 jutaan) |
EUR1399 (Rp25 jutaan) |
EUR799 (Rp14 jutaan) |
Desain
Pandangan pertama begitu menggoda. Itulah kesan pertama saya ketika melihat P40 Pro ini. Desainnya yang cantik langsung membuat saya jatuh hati. Lihat saja, rasio layar yang besar membuatnya tampil hampir tanpa bezel. Terkesan bersih dan luas.
Sayangnya, penempatan kamera depannnya sedikit menggangu. Potongan layar di bagian kamera ini termasuk salah satu yang besar menurut saya. Saat layar menyala dan beberapa aplikasi dijalankan, misalnya menonton video, sebenarnya hal ini tidak terlalu mengganggu karena rasionya tidak sampai ke area kamera. Namun ketika digunakan untuk bermain gim, kehadiran kamera ini cukup mengganggu.
Layarnya hadir dengan panel OLED berukuran 6,58 inci dan resolusi 1200x2640 piksel. Layar ini mampu menampilkan warna yang cerah. Kontrasnya juga terbilang sangat baik. Layar Huawei P40 Pro mampu menampilkan hitam yang pekat. Hal ini membuat pengalaman menonton film menjadi menyenangkan.
Tidak kalah dengan bagian depan, sisi belakang ponsel ini juga tampil menawan. Warna yang saya pegang ini adalah Silver Frost. Yang saya suka dari desain bodi belakangnya adalah pantulan yang muncul ketika terkena cahaya. Sekilas, bodi belakangnya mengingatkan saya pada mata kucing. Nuansa kalem tapi tetap memancarkan kesan tegas yang menyenangkan.
Jujur saja, kami baru melihat desain cover smartphone seperti ini. Hal ini tentu saja menjadi penyegaran dari desain cover belakang smartphone yang rasanya, itu-itu saja. Tampilan bodi belakangnya bersih dan untungnya cap jari bisa disamarkan dengan baik di perangkat ini.
Pada sisi kiri atasnya, ada kamera dengan bingkai yang cukup besar dan menonjol. Kalau diposisikan telentang tanpa menggunakan casing, posisinya akan timpang dan membuatnya kurang nyaman digunakan. Tonjolan kamera sudah menjadi biasa saat ini. Hampir semua vendor menggunakan tonjolan kamera yang cukup besar.
Di bagian bawah, ada slot SIM Tray, USB Type C dan speaker. Sementara di sisi kanan, ada barisan tombol volmue dan power. Seluruhnya ditempatkan pada chasis metal dengan finishing chrome yang membuatnya makin mewah. Huawei P40 Pro tak memiliki colokan auido 3,5mm. Seperti ponsel pintar kekinian, ia sudah mengandalkan USB Type-C saja.
Antarmuka simple dan mudah digunakan
User Interface merupakan salah satu aspek penting dalam smartphone. Huawei P40 Pro hadir dengan antarmuka EMUI 10.1. Sebenarnya versi global-nya hadir dengan beberapa dukungan baru, seperti MeeTime, hingga asisten suara Celia. Sayangnya, di perangkat yang beredar di Indonesia, aplikasi itu masih belum tersedia. Saat ini, Celia hanya tersedia di beberapa negara saja, dan Indonesia bukan salah satunya.
Pada dasarnya, EMUI 10.1 sudah sangat nyaman digunakan, meski tanpa kehadiran Celia sekalipun. Ikon aplikasinya tampil dengan banyak warna, namun tak dapat diubah lebih lanjut. Ukurannya tidak bisa ubah sesuai keinginan. Di beberapa vendor lain, antar mukanya menawarkan pengaturan ukuran ikon aplikasi di halaman muka.
Salah satu yang paling kami suka dari EMUI 10.1 adalah dukungan untuk membuka tiga aplikasi sekaligus. Ya, dua aplikasi melalui split screen dan satu aplikasi lagi dalam sebuah jendela melayang yang ukuran dan posisinya dapat diubah sesuka hati. Cara mengaksesnya pun terbilang mudah. Pengguna hanya perlu melakukan usapan dari pinggir layar –entah sisi kiri atau kanan, sama saja, sampai muncul icon empat persegi kecil.
Selanjutnya, pada sisi layar akan muncul deretan aplikasi yang mendukung fitur ini. Huawei menyebutnya sebagai Multi Window. Saat dicoba, fitur ini mendukung hingga 15 aplikasi sekaligus. Untuk orang yang sangat multitasking, rasanya aplikasi ini akan sangat berguna. Namun harus diketahui, tak semua aplikasi mendukung fitur ini.
Oh iya, Huawei P40 Pro juga sudah mendukung fitur gestur sebagai salah satu opsi kontrol-nya. Fitur ini bekerja untuk melakukan scrolling layar ke atas dan bawah, serta melakukan tangkapan layar. Sejauh ini, fitur itu dapat berfungsi dengan baik. Namun menurut kami, fitur paling enak adalah screenshot layar dengan cara mengepalkan tangan di depan layar.
EMUI 10.1 juga dibekali fitur bernama HiTouch. Fitur ini bekerja dengan mengenali gambar yang ada di layar, kemudian memberikan rekomendasi dimana barang tersebut dapat dibeli. Caranya dengan mengetuk dan tahan dua jari di gambar ingin dipindai. Dalam beberapa percobaan, HiTouch berhasil mengenali objek dengan baik, namun tidak jarang juga fitur ini gagal mengenalinya. Waktu pengenalan objeknya juga terbilang cukup lama.
Masih banyak fitur lain di EMUI 10.1. Salah satu yang kami suka adalah sound booster, fitur untuk menggunakan smartphone ssebagai mikrofon portable agar pengguna dapat mendengarkan suara sekitar. Sayangnya karena keterbatasan, kami belum dapat mengujinya. Berdasarkan keterangannya, fitur ini hanya didukung perangkat bluetooth, antara lain Huawei Freebuds, FlyPods, dan Freelace. Tampaknya, ini fitur untuk membuat ekosistem Huawei semakin bernilai di mata penggunanya.
Huawei P40 Pro sudah mendukung refresh rate 90Hz. Artinya, tampilan layarnya lebih halus.
Kamera
Huawei P40 Pro memiliki konfigurasi empat kamera di bagian belakangnya. Kamera pertama dilengkapi dengan lensa lebar (setara dengan focal length 23mm pada kamera 35mm) beresolusi 50 MP (f/1.9) serta OIS untuk memotret lebih stabil. Ukuran sensor gambarnya 1/2.8 inci. Huawei mengklaim, ini sebagai sensor terbesar untuk ponsel. Sama seperti P Series sebelumnya, kamera P40 Pro masih berlabel Leica.
Ada pula lensa ultra lebar dengan focal length 18mm (setara dengan kamera 35mm). Sensor pada kamera ini menggunakan ukuran 1/.54 inci dengan resolusi 40 MP serta aperture f/1.8. Kamera ketiga menggunakan lensa telefoto berbasis teknologi periskop. Focal length lensa telefoto P40 Pro adalah 125mm (setara dengan kamera 35mm) sehingga memberikan zoom optik 5x. Berbicara soal zoom, ponsel ini mampu memberikan zoom hibrida 10x dan zoom maksimal 50x. Oiya, resolusi gambar pada kamera ini adalah 12 MP.
Kamera belakangnya juga dilengakapi Time of Flight (ToF) 3D yang bertujuan untuk menghadirkan efek bokeh, seperti ketika memotret menggunakan kamera DSLR dan mirrorless dengan aperture besar. P40 Pro memang dibekali aperture besar pada kamera utamanya (f/1.9). Tetapi, aperture ini tak bisa menghasilkan hasil foto bokeh yang mulus, mengingat jarak antara sensor dan lensa (focal lenght) yang sangat pendek.
Berdasarkan metadata dari foto yang saya ambil menggunakan kamera utama, focal length yang diberikannya adalah 6,71mm. Dengan demikian, perlu bantuan kamera ToF 3D.
Hasil foto pada kamera lensa ultra lebar terlihat bagus. Pasalnya, tidak ada gangguan distorsi di pinggiran frame yang biasa terjadi pada lensa tipe tersebut. Di foto yang saya tampilkan di bawah, terlihat pembatas jalan di dekat tepi frame yang tetap terlihat lurus. Demikian juga dengan marka jalan di bahu jalanan.
Ketika saya memotret menggunakan lensa lebar (atau kamera utama), hasilnya sangat memuaskan. Selain tanpa gangguan shutter lag, warnanya pun sangat bagus. Detail subjek di kejauhan masih terpampang dengan rapi dengan tekstur yang baik.
Bagaimana dengan lensa tele tipe periskop dengan kemampuan zoom optik 5x? Sebagai informasi, semakin tinggi focal length, maka semakin besar pula goyangan yang dihasilkan saat proses memotret. Tetapi, saya tertolong oleh sistem stabilisasi berbasis lensa (OIS) pada kamera telefoto P40 Pro. Dengan demikian, hasilnya sangat tajam dan menampilkan tekstur yang tetap terjaga. Seperti kamera standar, warna pada lensa tele terlihat baik di siang hari.
Saya juga memotret dengan zoom hibrida 10x. Hibrida berarti menggabungkan zoom optik dan zoom digital. Karena P40 Pro memiliki zoom optik 5x, maka porsi untuk zoom digital untuk kasus ini adalah 2x. Hasil menggunakan zoom hibrida 10x adalah seolah-olah menggunakan zoom optik sepenuhnya. Pasalnya, tulisan pada papan penunjuk arah yang berada di kejauhan terlihat sangat jelas tanpa pinggiran huruf yang bergerigi.
Zoom maksimal P40 Pro adalah 50x. Sebenarnya, ini juga campuran antara zoom optik dan zoom digital. Dengan zoom optik 5x (seperti yang telah saya jelaskan tadi), maka porsi zoom digital pada pemotretan zoom maksimal adalah 10x. Meski hasilnya sudah terasa seperti memotret menggunakan zoom digital, tetapi ketajamannya patut diapresiasi. Papan petunjuk arah yang berada jauh dari saya (sekitar 100 meter) terlihat sangat jelas dengan minim gangguan gerigi pada pinggiran hurufnya. Saya juga tidak melihat adanya gangguan color fringing atau aberasi warna di tepi subjek yang saya foto. Selain itu, performa OIS yang andal pada P40 Pro memungkinkan gangguan blur akibat getaran tangan.
Secara keseluruhan, hasil kamera belakang P40 Pro sangat baik. Detailnya sangat tajam. Selain itu, tekstur pada seluruh subjek (terutama dedaunan di pohon yang rindang) terlihat jelas tanpa ada penurunan detail. Bagian bayangan pada batang pohon juga tidak terganggu oleh exposure di sela-sela batang dan daun-daun. Artinya, performa Auto Exposure (AE) pada P40 Pro sangat baik. Terlihat pula awan dan lagit biru secara jelas tanpa mengalami over-exposure. Setiap helai daun pada pohon kelapa juga terlihat jelas, dengan warna yang natural tanpa terlalu diganggu saturasi yang berlebihan pada warna hijau dan kuning.
Seperti saya jelaskan sebelumnya, salah satu dari keempat kamera belakang P40 Pro adalah kamera ToF 3D (atau Huawei menyebutnya sebagai 3D Depth Sensing Camera). Kamera ini membantu mendeteksi kedalaman antara subjek dan latar belakang, sehingga menghasilkan fotografi blur. Hal tersebut bisa kita lakukan ketika memilih mode Aperture. Jajaran aperture yang ditawarkan P40 Pro adalah mulai dari f/.95 hingga f/16.
Tentu saja, rentang aperture tersebut merupakan bilah aperture yang berubah-ubah. Namun, ia menggunakan metode digital untuk mensimulasikan masing-masing nilai aperture. Meski demikian, saya puas dengan performa P40 Pro dalam menghadirkan efek boleh di setiap nilai aperture. Ketika saya memilih aperture yang paling besar, yakni f/0.95, hasil bokeh tertata rapih dengan pemisahan yang akurat antara subjek dan latar belakang. Tidak ada gangguan pula pada efek bokeh di sela-sela daun.
Sensor pada kamera utama P40 Pro memang mengusung resolusi 50 MP. Meski demikian, secara default, kamera ini menggunakan metode teknologi pixel binning. Pixel binning sendiri memiliki arti menggabungkan beberapa piksel (photosite) menjadi satu agar ukuran pikselnya lebih besar, sehingga dapat menangkap lebih banyak cahaya.
Dalam kasus sensor gambar P40 Pro, metode pixel binning yang dimilikinya adalah menggabungkan 4 piksel menjadi 1. Dengan demikian, secara default, kamera utama memotret dengan resolusi sekitar 12 MP. Ini bukan berarti kamu tak dapat menggunakan resolusi 50 MP untuk memotret. Ada mode bernama Hi-Res untuk memotret dengan resolusi 50 MP.
Secara keseluruhan, performa AE pada mode standar dan Hi Res sama bagusnya. Hanya saja, pada mode Hi Res, bagian batang pohon yang saya potret terlihat agak lebih gelap jika dibandingkan dengan memotret pada mode asli. Warna hijau pada daun juga lebih bagus pada mode standar ketimbang pada mode Hi-Res. Ini karena mode Hi-Res tak dilengkapi dengan teknologi AI, sehingga tak dapat mendeteksi objek yang difoto dan menyesuaikan warnanya agar lebih optimal.
Sebelumnya saya sudah bercerita sedikit seputar kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada kamera P40 Pro. Teknologi ini mampu mendeteksi seluruh objek yang akan difoto dan menerapkan warna dan setingan yang sesuai. AI ini dapat mendeteksi ketika saya sedang memotret pohon, rumput, mobil, dan masih banyak lagi.
Ketika saya sedang akan memotret bunga dari jarak dekat, AI pada P40 Pro akan langsung menampilkan tulisan ‘Flower’ dan mengaktifkan mode Macro secara otomatis. Di sisi lain, saat saya memotret pohon, AI akan menerapkan warna yang sesuai dengan hijau daun dan tampil tulisan ‘Grenery’ di dekat tombol shutter virtual.
Selain itu, ketika saya memotret ke arah langit pada sore hari, akan terpampang tulisan ‘Blue Sky’ serta dilengkapi garis yang menunjukkan garis keseimbangan agar lebih mudah menghasilkan foto yang lurus. Performa AI ketika mendeteksi objek yang akan difoto sangat cepat dan akurat. Rata-rata, ia memerlukan waktu tidak lebih dari 1 detik untuk mendeteksi apa yang ingin difoto.
Selain andal dapat mendeteksi objek yang akan difoto dan menerapkan pengaturan dan rona warna yang sesuai, AI Huawei juga mampu menghilangkan gangguan pantulan ketika sedang memotret pemandangan dari balik kaca menggunakan fitur Remove Reflection. Setelah saya menjajal fitur tersebut, gangguan pantulan kaca dapat dihilangkan dengan baik. Oleh karenanya, seolah-olah saya memotret langsung tanpa dibatasi kaca. Tetapi perlu diingat, fitur Remove Reflection tak dapat menghilangkan pantulan ketika kita memotret layar TV, ponsel, tablet, atau sejenisnya.
Saya pun ingin mengetahui seberapa andal kamera belakang P40 Pro ketika menangani foto subjek yang membelakangi cahaya. Fitur HDR pada ponsel ini berhasil membantu performa AE tetap unggul dengan menampilkan detail awan di langit serta warna hijau daun-daun pada pohon yang membelakangi cahaya matahari yang sangat cerah. Warna hijau dedaunan pun tetap terlihat alami dengan tekstur terjaga tanpa gangguan over-saturated.
AI tersebut juga bermanfaat untuk menghilangkan objek di belakang subjek utama. Fitur ini bernama Remove Passersby. Berdasarkan pengalaman saya, fitur tersebut baru akan dapat menghilangkan objek di bagian latar jika subjek berada dalam fokus kamera. Selain itu, fitur ini tidak dapat menghilangkan objek yang lewat di depan subjek utama. Dan jika ia tidak dapat mendeteksi objek yang berjalan di latar belakang (meskipun sebenarnya ada), maka objek tersebut tidak dapat dihilangkan. Terlepas dari itu semua, hasilnya sangat memuaskan. Berikut hasilnya:
Selain performa AE agar dapat menata warna dan kecerahan yang tepat di masing-masing area, performa Auto Focus (AF) juga sangat penting ketika ingin memotret foto agar subjek terlihat tajam. Performa AF P40 Pro sangat baik untuk ukuran sebuah ponsel. Pasalnya, kamera pada P40 Pro dapat langsung menentukan titik fokus dari mobil yang tiba-tiba masuk ke dalam frame yang saya bidik. Padahal, tadinya titik fokus tersebut berada pada ujung pinggir jalan tol yang sepi. Perkiraan saya, mobil tersebut melaju dengan kecepatan sekitar 80 hingga 90 km/jam.
Keunggulan kamera Huawei P40 Pro bukan hanya terjadi pada siang hari. Kamera lensa ultra lebar ponsel ini menampilkan warna yang baik serta minim gangguan noise. Lampu yang berada di bagian crane pada jarak yang jauh terlihat solid dan tidak terlalu berpendar.
Memotret menggunakan kamera utama pada kondisi cahaya remang, kualitas AF masih tetap terjaga, meski tak secepat pada siang hari. Ya, hal ini sangatlah wajar. Gradasi warna di langit sangat mulus tanpa gangguan block-noise. Warna hijau pada rumput dan daun di pohon tampak baik. Selain itu, detail di kejauhan pun tertata dengan cukup rapi. Kontras yang dihasilkannya pun bagus.
Pada zoom optik 5x, hasilnya terdapat sedikit gangguan noise, namun masih dapat dimaklumi. Kerangka besi pada bangunan gedung yang sedang dibuat cukup tajam, meski tak terlalu sempurna.
Masih pada kondisi cahaya redup. Menggunakan metode pemotretan zoom hibrida 10x, sentuhan zoom digital agak sedikit terlihat, berbeda ketika saya memotret pada siang hari. Tetapi, hasilnya cukup baik dengan minim gangguan noise, serta tak terlalu gelap, sehingga detail subjek masih terlihat.
Ketika saya menaikkan zoom hingga 50 kali, detail agak berkurang, tetapi tekstur subjek (bagian atas crane) masih terlihat jelas. Malahan, kerangka kecil di samping ruang operator crane cukup terpampang dengan bagus. Mengingat jarak saya dari bagian atas crane sangat jauh, maka hasil zoom 50x dari P40 Pro pada malam hari bisa diacungi jempol.
Night Mode adalah fitur yang dimiliki semua ponsel modern saat ini, dengan berbagai segmen harga. Tetapi, hal yang membedakannya adalah performa fitur tersebut ketika digunakan untuk memotret pada malam hari dengan hanya sangat sedikit lampu penerangan.
Kualitas fitur Night Mode P40 Pro sangat baik. Memang, ketika tak menggunakan fitur tersebut, hasil foto akan tetap terang. Tetapi tanpa Night Mode, hasilnya menampilkan gangguan artefak (block noise) di bagian langit serta kontras yang kurang baik. Setelah saya mengaktifkan Night Mode, gangguan artefak di area langit dapat dihilangkan secara sigfikan, dan menjajikan kontas yang lebih baik.
Berbicara seputar memotret malam hari tak lepas dari kualitas ISO. ISO adalah kepekaan sensor terhadap cahaya. Semakin tinggi nilai ISO, semakin tinggi pula kualitas kepekaan sensor. ISO tertinggi pada P40 Pro adalah 409600, yang memungkinkan sensor gambar P40 Pro dapat mendeteksi cahaya pada kondisi hampir gelap gulita.
Tetapi, sayangnya ISO maksimal tersebut memberikan hasil yang banyak noise dan detail yang buruk. Berikut adalah hasil ISO 409600 jika dibandingkan dengan hasil ISO 100 ketika memotret dalam keadaan gelap:
Huawei Pro Pro cukup ampuh menjaga gangguan noise agar tak tampak terlalu banyak hingga ISO 25600. Detail pada tanaman cukup baik sembari menahan noise agar tak terlalu menganggu. Tetapi, ketika saya menaikkan ISO menjadi 51200, noise-nya yang sangat menganggu, serta detail yang menurun.
Kamera depan
Setelah membicarakan performa foto kamera belakang, kini saatnya mengulas performa kamera depan. Huawei melengkapi kamera depan P40 Pro dengan sensor gambar beresolusi 32 MP (aperture f/2.2) dengan lensa lebar 26mm (setara dengan kamera 35mm). Ukuran sensor gambar tersebut adalah 1/2.8 inci. Tidak ketinggalan pula fungsi AF dan IR ToF 3D untuk menghasilkan efek kedalaman.
Tentu saja, terdapat fitur Beauty Mode agar dapat menyesuaikan warna kulit dan bentuk wajah. Tetapi, kami lebih menyukai hasil yang natural tanpa efek Beauty, sehingga lebih memilih untuk mematikannya. Hasil foto kamera depan sangat baik, dan berkat lensa lebarnya, kita tak perlu memanjangkan tangan untuk menghasilkan foto selfie setengah badan.
Jika kamu menginginkan hasil selfie dengan latar belakang bokeh, maka dapat memilih menu ‘Effects’. Berkat penambahan modul IR ToF 3D, bokeh pada latar belakang terlihat halus tanpa gangguan saling mendominasi antara subjek utama dan latar belakang. Meski ada sangat sedikit gangguan pada ujung rambut, hasil keseluruhannya sangat memuaskan.
Selain menambahkan efek bokeh pada latar belakang, kamu juga dapat mengganti tampilan layar belakang dengan memilih opsi Folding Blinds dan Stage Lighting. Pilihan Folding Blinds akan mengubah layar belakang menjadi putih polos dengan sentuhan garis-garis bayangan, mirim ketika sedang memotret di balik tirai jendela. Sementara Stage Lighting akan mengubah seluruh latar belakang menjadi hitam.
Seperti kamera belakang, kamera depan milik P40 Pro juga dilengkapi dengan fitur HDR. Hasilnya pun sangat memuaskan. Sengaja saya melakukan selfie dengan membelakangi cahaya matahari, performa AE cukup piawai memberikan kecerahan di masing-masing area yang diperkukan. Pada bagian langit, warna dan tekstur awam terlihat jelas dan tak over-exposure. Jadi, secara keseluruhan, hasilnya seolah-olah saya tak membelakangi cahaya.
Pada kondisi yang gelap, seperti ketika malam hari dan hanya dibantu lampu penerangan kecil dan jauh, performa kamera depan masih mampu menampilkan hasil yang baik. Wajah saya terlihat cukup terang tanpa gangguan noise yang signifikan.
Dari sisi video, Huawei merancang agar ponsel P40 Pro bisa rekam resolusi hingga 4K dengan kecepatan hingga 60 fps. Tentu saja, perekaman tersebut akan lebih mulus jika dibandingkan dengan 30 fps.
Ketika memotret menggunakan ponsel, ada kalanya kamu tak menggunakan gimbal agar praktis. Gimbal berfungsi untuk menghadirkan hasil rekaman video yang lebih stabil. Untungnya, sistem stabilisasi yang ada di P40 Pro cukup andal. Sengaja saya merekam sambil berjalan di tempat yang tidak rata, tetapi videonya tetap stabil. Hanya terjadi sangat minim goyangan tangan yang masih dapat dimaafkan mengingat jalanan yang tidak rata. Sebagai informasi, ini terjadi pada seluruh resolusi dan frame rate yang tersedia dalam P40 Pro.
Ketika saya berlari dengan menggunakan konfigurasi perekaman Full HD 30 fps, videonya masih stabil. Saat saya melakukannya, tangan saya yang memegang ponsel sangat goyang hampir ke segala arah. Tetapi masalah tersebut dapat ditanggulangi P40 Pro dengan sangat bagus. Berikut hasil videonya:
Ketika saya mengubah konfigurasi perekaman menjadi Full HD 60 fps, performa stabilisasi video sama seperti Full HD 30 fps sebelumnya. Stabilisasinya baik, meski tangan saya berguncang hebat. Berikut hasil videonya:
Performa stabilisasi gambar selanjutnya saya uji dengan menggunakan konfigurasi perekaman beresolusi 4K dengan frame rate 30 fps sambil berlari. Hasilnya, videonya sangat minim guncangan, meski tangan saya bergoyang-goyang, ditambah lagi jalanan yang tidak rata, sehingga ponsel tambah bergetar. Berikut hasil videonya:
Ketika saya merekam menggunakan resolusi 4K berkecepatan 60 fps sambil berlari, performa stabilisasi pada P40 Pro menjadi agak berkurang. Pasalnya, hasil gambar terlihat goyang di sepanjang waktu. Berikut adalah hasil videonya:
Warna video P40 Pro sangat bagus, tidak over -saturated. Begitu juga dengan kualitas exposure-nya. Ponsel ini dengan tanggap mengatur kecerahan gambar ketika saya merekam pagar rumah dan langsung mengarahkannya ke atas. Detail di kejauhan di dalam pagar rumah juga cukup terlihat. Tekstur awan terlihat dengan jelas tanpa menganggu exposure daun-daun pada pohon di bawahnya.
Suara hasil rekamannya pun bagus. Detail suara dari kejauhan dapat terekam dengan baik. Dengan bantuan fitur Audio Zoom, P40 Pro dapat menangkap suara di kejauhan ketika saya melakukan zoom pada motor yang berjalan. Tetapi, saya merasa proses zoom video pada P40 Pro kurang mulus. Meski demikian, kualitas zoom ponsel ini tetap mampu menjaga detail video. Ponsel ini juga mampu mendeteksi lokasi subjek, sehingga memberikan suara stereo yang bagus.
Pada malam hari, kualitas video Huawei P40 Pro terlihat bagus. Warna dan tekstur tembok beton yang membelakangi lampu terang dari proyek pembuatan gedung dapat tampil dengan baik. Detail pada gambar di kejauhan juga terlihat sangat jelas. Untuk stabilisasi, hasil pada malam hari tidak tampak ada masalah.
Ketika saya merekam video menggunakan frame rate 60 fps, kualitas warna dan kontrasnya sama seperti saya merekam pada 30 fps, termasuk juga performa stabilisasinya. Hanya saja, saya melihat ada sedikit penurunan frame rate video pada kondisi jalanan yang sangat gelap. Meski demikian, hal tersebut tak terlalu menganggu.
Kamu juga dapat merekam video menggunakan efek gerakan lambat atau slow-motion. P40 Pro menyediakan slow-motion mulai dari 120 fps hingga 7680 fps. Berdasarkan percobaan kami, kualitas video tetap stabil hingga frame rate tertinggi. Berikut hasil video slow-motion:
Tentu saja, Huawei juga menambahkan fitur Time Lapse agar dapat menghasilkan rekaman pergerakan video yang cepat. Berdasarkan pengujian, kualitasnya mirip dengan ketika kita merekam menggunakan fitur standar, menghasilkan kontras, exposure dan stabilisasi yang bagus.
Bagaimana dengan kamera depan?
Kami puas dengan warna dan kontras yang dihasilkannya. Detail langit pada bagian belakang pun tetap terjaga, meski kamera berfokus pada wajah. Stabilisasinya pun sangat baik untuk ukuran kamera depan ketika kita berjalan atau berlari. Dengan demikian, kamu bisa melakukan vlog sambil berjalan tanpa bantuan gimbal. Berikut hasil videonya:
Ketika menjajal video kamera depan di tempat dengan kondisi cahaya sangat minim, kualitasnya menjadi kurang tajam. Sebagian besar detail menjadi hilang. Kualitas stabilisasi pada keadaan seperti ini masih dapat diacungi jempol. Berikut hasil videonya:
Singkat kata, kami terkesan dengan hasil foto Huawei P40 Pro. Selain itu, fitur aneka lensa yang ditawarkannya dapat digunakan dalam berbagai kesempatan. Kualitas videonya juga sangat baik pada siang ataupun malam.
Jika kamu menggunakan resolusi 4K 60 fps, dan merekam sambil berjalan di jalanan yang datar, tak akan menjadi masalah. Selain 4K 60 fps, merekam video menggunakan P40 Pro masih dapat dilakukan saat berlari dengan kualitas video stabil. Kami sarankan agar kamu berhati-hati untuk tak menutupi mikrofon saat merekam video agar kualitas stereo yang direkamnya tetap optimal.
Secara keseluruhan, kami tak heran ketika DXoMark memberi skor sangat tinggi untuk P40 Pro. Hasil kamera utamanya memang tak jauh berbeda dengan yang diiklankan.