Review realme 6 Pro: hape aneh yang harus kita rayakan
Kami me-review realme 6 Pro yang baru rilis di Indonesia. Harganya cukup menggoda di segmen ponsel menengah.
Dalam 2-3 tahun terakhir, kita melihat tipe baru dalam kategori ponsel pintar yang mencoba mencari peruntungan, yakni ponsel gaming. Sejak tahun lalu, misalnya, pengguna di Indonesia sudah bisa memakai secara resmi Black Shark dan ROG Phone. Keduanya menawarkan performa bermain gim paling optimal dibanding dengan ponsel kebanyakan.
Seperti semua produk yang mengusung kata “gaming”, harga ponsel gaming juga tak murah. Rentang harganya berada di antara menengah-tinggi: dari Rp7 jutaan sampai di atas Rp10 jutaan. Seiring berjalannya waktu, utamanya berkat dukungan pabrikan chipset, muncul pula ponsel kategori nanggung alias di tengah-tengah. Maksudnya, wujudnya masih ponsel mainstream, tetapi menggunakan chipset dengan embel-embel “gaming”.
Selain itu, ia juga mengadopsi beberapa fitur ponsel gaming, seperti blokir semua notifikasi saat perangkat digunakan untuk bermain, memprioritaskan koneksi jaringan, dan menjaga performa chipset tetap stabil. Akan tetapi, penambahan fitur ini tak disertai dengan pembuatan sistem lain yang amat vital: pendinginan atau cooling.
Salah satu produk baru yang masuk kategori tersebut adalah realme 6 Pro yang dirilis di Indonesia secara streaming hari ini, Selasa (24/3).
Sebelum membahas realme 6 Pro lebih jauh, perlu kita ingat, istilah ponsel gaming sendiri sebenarnya masih baru di dunia ponsel pintar. Hal ini berbeda dengan dunia PC atau laptop. Dengan kata lain, belum semua konsumen mengetahui perbedaan jelas antara ponsel gaming dan ponsel non-gaming, serta apa pula faedah pakai ponsel gaming. Tentu saja, perbedaan tak bisa ditunjukkan hanya dengan keberadaan fitur-fitur khusus, desain pengaturan panas, dan perfoma chipset. Lebih dari itu, bagaimana keberadaan fitur-fitur ini berpadu dengan peranti keras bisa memberikan pengalaman bermain gim yang mulus dan andal yang tak mungkin kita dapatkan di ponsel non-gaming. Singkatnya: ponsel gaming harus mampu memainkan gim berat semacam PUBG, Call of Duty Mobile atau Arena of Valor dengan pengaturan tertinggi secara lancar, nyaman, selama lebih dari empat atau lima jam. Bermain dengan durasi selama itu di ponsel non-gaming biasanya pasti menyebabkan aplikasinya crash atau force close karena kelebihan panas.
Black Shark dan ROG Phone mendefenisikan ponsel gaming dengan merilis perangkat kelas atas. Mereka memakai chipset terbaru dan terkencang: Qualcomm Snapdragon 855+, RAM besar: 8-12GB, dan penyimpanan 128-256GB. Defenisi itu agaknya akan meluas sesudah Qualcomm memperkenalkan Snapdragon 720G bersama Snapdragon 662 dan Snapdragon 460 pada 20 Januari 2020.
Kode G pada Snapdragon 720G menandakan chipset ini dioptimalkan untuk bermain gim. Nama ini sendiri sebenarnya aneh karena Qualcomm sendiri tak pernah merilis Snapdragon 720. Realme 6 Pro sudah diperkuat Snapdragon 720G. Oleh karena itu, kita bisa menyebut -dengan segala kelebihan dan kekurangannya- realme 6 pro sebagai ponsel gaming kelas menengah. Ya, saya tahu, predikat ini berat, dan mungkin saja realme Indonesia pun tak akan setuju. Tetapi, melepaskan kata gaming dari realme 6 Pro sama saja dengan mengingkari jati dirinya. Sebelum membahas lebih dalam, lihatlah spesifikasi lengkap realme 6 pro di bawah ini.
Realme 6 Pro | |
SoC | Octa-core (2x2.3 GHz Kryo 465 Gold & 6x1.8 GHz Kryo 465 Silver |
DRAM | 8GB |
Layar |
|
Ukuran | 163,8 x 75,8 x 8,9 mm; Bobot 202 gram |
Baterai | 4300mAh, fast charging 30Watt |
Kamera belakang |
|
Kamera depan |
|
Storage | 128GB |
Harga | N/A |
Desain
Jujur saja, -ini berlaku untuk seluruh ponsel- sejak perlombaan di sektor kamera amat sengit, kita sebenarnya harus kompromi dengan desain yang jelek. Sudah sangat sulit menemukan ponsel yang kamera belakangnya enggak nongol melebihi ketebalan bodi belakang. iPhone sekalipun mengalaminya. Tonjolan kamera di realme 6 pro termasuk tinggi, setidaknya jika saya bandingkan dengan Samsung Galaxy Note 10 Plus. (Tapi beda harganya kan jauh, Malih. Iya, saya juga tahu bwang). Tonjolan modul kamera di realme 6 Pro hampir sama dengan Redmi Note 8 Pro.
Jadi, saya menyarankan Sahabat Tek untuk memakai soft case yang terdapat dalam paket penjualan realme 6 Pro guna menghindari kerusakan kamera saat diletakkan di permukaan keras atau tajam.
Realme 6 pro yang saya uji berwaja biru kilat. Saya menyukainya karena terlihat elegan. Dan, finishing di bagian belakang yang membuat perangkat ini bisa menampilkan efek sambaran petir dalam posisi tertentu, cukup keren.
Layar realme 6 Pro berukuran 6,6 inci beresolusi Full HD+. Salah satu yang menonjol dari layarnya adalah refresh rate yang bisa diatur hingga 90Hz. Kita bisa memanfaatkan fitur ini ketika bermain gim yang telah mendukung refresh rate hingga 120Hz.
Saat menguji, saya membawa ponsel ini jalan-jalan pada pukul 10.00 pagi, dan 12.00 siang. Layarnya masih enak dilihat, walau cuaca sedang terik.
Realme menempatkan tombol volume dan slot kartu SIM di bagian kiri, sedangkan tombol power yang sekaligus berfungsi sebagai pemindai sidik jari berada di bagian kanan tengah. Di bagian bawah, terdapat colokan USB Type-C, speaker, dan colokan audio 3,5mm. Saya bersyukur karena realme 6 Pro enggak ikut-ikutan pakai pemindai sidik jari di bawah layar. Sejauh ini, akurasi dan kecepatan pemindai sidik jari di tombol power adalah yang terbaik.
Bodi belakang dan depannya dibalut Gorilla Glass 5, sehingga kita tak perlu terlalu khawatir ponsel ini akan mudah tergores. Warna biru di bagian belakang juga bisa menutupi bekas sidik jari yang menempel.
Saat digenggam, realme 6 Pro cukup ergonomis. Namun, secara pribadi, saya lebih suka tombol power di bagian kiri karena saya paling sering mengoperasikan ponsel menggunakan tangan kiri. Tentunya, desainnya tak salah karena pasti kebiasaan setiap orang berbeda-beda.
Beralih ke antarmuka, realme 6 pro menggunakan antarmuka realme UI V1.0 berbasis Android 10. Terus terang, ponsel harian saya adalah Samsung Galaxy Note 10 Plus, dan ini adalah pertama kalinya saya menggunakan produk realme selama lebih dari seminggu. Kesan saya, realme UI cukup oke. Artinya mulus saat dioperasikan.
Tampilannya seperti memadukan hal-hal baik dari semua UI yang sudah mapan. Ada unsur iOS, ada ciri One UI. Keberadaan menu Assistive Ball, misalnya, mengingatkan kita pada iOS, sedangkan Smart Sidebar sama dengan Edge Menu pada Samsung.
Tampilan default-nya tanpa menggunakan laci aplikasi. Satu-satunya yang menjadi catatan saya mengenai realme UI adalah keberadaan aplikasi bawaan (bloatware) dan aplikasi yang direkomendasikan. Realme memanfaatkan rekomendasi aplikasi ini sebagai sumber pendapatan. Dengan kata lain, kita akan cukup sering mendapatkan iklan rekomendasi aplikasi yang mungkin kita sukai berdasarkan kebiasaan kita menggunakan perangkat, juga Device ID kita.
Pendapat saya, model bisnis seperti ini sah-sah saja demi mempertahankan harga perangkat tetap terjangkau. Walau demikian, realme harus berkomitmen untuk menjaga agar iklan yang muncul tak mengganggu atau bahkan menjengkelkan.
Ekosistem yang jarang dibahas, padahal penting
Saya agak terkejut ketika mengoperasikan realme 6 Pro. Kita tahu, realme termasuk anak kemarin sore di dunia ponsel pintar global, termasuk Indonesia. Namun, ekosistem mereka tampak mulai matang.
Seperti perangkat realme lainnya, realme 6 Pro sudah terintegrasi dengan layanan HeyTap cloud, Game Space yang dilengkapi Network Acceleration, Smart Assistant, dan Community. Menurut saya, realme perlu mempertimbangkan keberadaan aplikasi layanan pelanggan semacam Customer Loyalty. Kenapa? Ponsel pintar bukan sekadar penjumlahan dari peranti lunak dan peranti keras, tapi pusat penting dari kehidupan kita. Dengan demikian, keberadaan layanan pendukung untuk membuat hidup konsumen lebih baik dan lebih mudah sangat penting untuk dipertimbangkan.
Bagaimana dengan performanya?
Realme 6 pro ditenagai Qualcomm 720G yang dirancang khusus untuk perangkat kelas menengah. Dibuat dengan proses fabrikasi 8nm, Snapdragon 720G terdiri-dari 8 core Kryo 465. Core tersebut terbagi dalam dua kelompok, satu kelompok 2 core Cortex A76 dan satunya lagi 6 core Cortex A55. Sementara itu, pemrosesan grafis ditangani Adreno 618. Anda bisa melihat performanya ketika diuji menggunakan benchmark sintetis di bawah ini:
Jika diukur berdasarkan benchmark sintetis, performa realme 6 Pro cukup mengesankan. Ia unggul jauh dibanding Vivo V19, dan sedikit di atas Xiaomi Mi Note 10 Pro. Realme 6 Pro juga unggul tipis dibanding Samsung Galaxy A80 yang menggunakan chipset Snapdragon 730G. Anda dapat membaca review lengkap Galaxy A80 di sini.
Pengalaman penggunaan
Pengalaman penggunaan
Saya menggunakan realme 6 Pro untuk bermain Call of Duty Mobile selama kurang lebih 10 jam. Dua jam di antaranya dimainkan sambil menyambungkan kabel data ke laptop. Artinya, perangkat otomatis fast charging. Sambungan ke laptop ini diperlukan untuk merekam frame per second (FPS) menggunakan aplikasi Gamebench Pro. Skenarionya sebagai berikut:
- Pengaturan 1 jam pertama: default, yakni Frame Rate High, Graphic Quality High
- Pengaturan 1 jam berikutnya: Frame Rate Very High, Graphic Quality High
- Pengaturan 8 jam berikutnya: Frame Rate Max, Graphic Quality High, Depth of Field On, Realtime Shadows On, Sensitivity High, refresh rate 90Hz,Game Center aktif memblokir semua notifikasi, konektivitas diprioritaskan.
Hasilnya, selama 1 jam pertama, pengalaman bermain sangat lancar. Rata-rata frame rate berada di angka 39. Namun, yang menjadi catatan, setelah setengah jam lebih bermain, kadang-kadang frame rate ke 26FPS. Pada 1 jam berikutnya, kejadian serupa kembali terjadi, frame rate anjlok ke angka 35. Meskipun demikian, secara keseluruhan frame rate berada di 57 FPS. Artinya, sangat baik.
Pengalaman paling tak mengenakkan selama dua jam ini adalah panas berlebih di sekitar chipset di bagian belakang merembet hingga ke layar. Akibatnya, dua jempol saya lama-lama kepanasan. Namun, hal ini saya maklumi karena memainkan gim sambil mengecas baterai perangkat.
Delapan jam berikutnya, saya bermain dengan pengaturan nyaris maksimal dan tak tersambung ke colokan baterai. Hasilnya sangat menyenangkan. Grafisnya halus, tak terasa patahan gambar yang berlebihan ketika saya melakukan manuver berputar 360 derajat.
Sayangnya, hampir tiap 2 jam sekali, gim akan crash. Layar tiba-tiba hitam, dan kita hanya bisa mendengar suara. Jika sudah begini, saya terpaksa force close dan membuka lagi aplikasi. Dugaan awal saya, ini terjadi karena perangkat kelebihan panas. Meskipun, dugaan ini masih perlu dikonfirmasi secara resmi kepada realme.
Gangguan minor lainnya, keberadaan modul kamera depan cukup menghalangi pandangan saat bermain gim dalam mode full screen. Sebab, realme 6 Pro dilengkapi 2 kamera depan yang memakan tempat cukup lebar.
Pengalaman ini bukan berarti menandakan realme 6 Pro jelek. Saya juga mengalaminya ketika bermain di Galaxy Note 10 Plus dan Huawei P30. Namun, frekuensinya memang tak sesering ketika menggunakan realme 6 Pro. Saya bisa memaklumi. Seperti saya jelaskan di pembuka review ini, realme 6 Pro adalah ponsel gaming kelas menengah, bukan kelas atas. Ia tak punya sistem managemen panas sebaik ponsel gaming gelas atas yang rerata sudah dilengkapi liquid cooling.
Selain itu, pengguna pada umumnya tak akan bermain gim hingga 10 jam. Saya sendiri bisa memainkan selama itu berhubung pemerintah dan perusahaan sedang memberlakukan work from home. Kalaupun Anda kaum rebahan, Anda pasti capek jika bermain 10 jam. Jika Anda atlet profesional atau pembuat konten profesional, Anda tentu punya uang untuk membeli perangkat yang lebih mumpuni.
Solusi murah untuk panas berlebih di bagian belakang adalah penggunaan soft case. Selama pengujian, saya sengaja tak memakainya untuk mendapatkan pengalaman yang sesungguhnya.
Pengalaman mengaktifkan refresh rate 90Hz sendiri tak bisa saya sebutkan pengaruhnya karena Call Of Duty mobile hanya mendukung refresh rate hingga 60Hz. Adapun gim FPS lain yang sudah mendukung 120Hz tak ada yang saya sukai.
Satu lagi kelemahan realme 6 Pro saat bermain Call of Duty Mobile adalah ketiadaan dukungan Gyroscope. Fitur ini pasti tak asing dan banyak disukai pemain PUBG.
AI dan kamera
AI dan kamera
Snapdragon 720G sudah dilengkapi Qualcomm AI Engine generasi kelima. Dalam pernyataan resmi, Qualcomm menyatakan, AI di 720G berguna untuk memberikan pengalaman bermain gim yang lebih baik. Selain itu, realme juga memanfaatkan AI ini untuk kamera. Seperti pada ponsel lainnya, AI pada realme 6 Pro berguna untuk mengenali objek dan menyesuaikan pengaturan untuk mendapatkan hasil foto maksimal. AI juga membantu untuk menciptakan efek bokeh.
Seberapa pintarkah AI pada chipset Snapdragon 720G. Berikut hasil benchmarknya menggunakan AIBenchmark 3 dan AIMark 3. Kedua aplikasi ini menguji seberapa cepat dan akurat AI untuk mengenali beragam objek.
Pengalaman penggunaan kamera
Sensor utama kamera realme 6 Pro menggunakan Samsung GW1 beresolusi 64MP. Seperti ponsel kebanyakan, realme menggunakan metode pixel binning untuk menciptakan gambar beresolusi besar. Kamera kedua dilengkapi sensor ultrawide 8MP, kamera ketiga menggunakan sensor telephoto beresolusi 12MP, dan terakhir kamera dengan sensor 2MP untuk kebutuhan macro.
Untuk ponsel kelas menengah, hasil kamera realme 6 Pro cukup mengesankan. Meskipun, secara pribadi, saya bukan penggemar saturasi warnanya yang sedikit berlebihan. Secara default, AI pada kamera akan menaikkan semua saturasi warna objek foto yang kita potret. Di bawah ini adalah hasil pemotretan dengan mode default. Foto sebelah kiri wide angle, sedangkan sebelah kanan dalam mode normal 1x. Perbedaan warna pada langit terjadi karena AI secara otomatis mengaktifkan mode HDR pada foto sebelah kiri.
Di bawah ini adalah hasil foto macro (kiri) dan tele dari objek foto di atas (kanan). Pada foto macro, kita kehilangan detail kelopak bunga.
Hal ini berlaku juga saat kita selfie. Wajah kita jadi automulus, jauh dari aslinya. Bagi sebagian orang, mungkin ini menyenangkan, tapi saya lebih suka warna natural. Untunglah, realme masih menyediakan opsi untuk mematikan efek beautify.
Realme 6 Pro juga menyediakan mode portarit untuk kamera depan. Hasilnya tidak terlalu rapi, seperti di bawah ini. Foto kiri mode natural, sedangkan foto kanan pengaturan default yang otomatif mengaktifkan AI beautify.
AI pada kamera realme 6 Pro juga seringkali tak konsisten, walaupun kita memotret objek yang sama. Seringkali, ia mengaktifkan HDR, dan beberapa saat kemudian mematikannya. Foto di bawah ini diambil hanya dalam selisih detik, namun hasilnya sangat berbeda:
Bagaimana dengan foto dalam keadaan cahaya minim? Dalam keadan remang atau gelap, realme 6 Pro akan membutuhkan waktu lebih lama untuk menentukan fokus. Dalam beberapa kali pengujian memotret dalam suasana gelap, saya justru lebih puas ketika menggunakan mode normal, bukan mode night. Pasalnya, mode night membuat noise jadi terlalu tinggi. Anda bisa melihat contohnya di bawah ini. Night mode (kanan), mode normal (kiri):
Bagaimana dengan video?
Realme 6 Pro sudah mendukung perekaman beresolusi 1080p pada 30 FPS atau 60 FPS. Namun, saat merekam pada 60 FPS, lensa ultrawide tidak akan mendukung mode ini. Jika ingin merekam gambar 60FPS, kualitas gambar harus diturunkan ke 720p. Realme juga menyediakan mode merekam beresolusi 4K pada 30 FPS. Berdasarkan pengujian saya, merekam video berdurasi 5,5 menit denan resolusi 4K membutuhkan penyimpanan sebesar 1,94GB.
Realme 6 Pro tak dilengkapi mode stabilisasi, sehingga saat kita merekam video saat bergerak, dan atau apalagi lari, gambar akan jadi sangat goyang.
Baterai
Realme 6 Pro ditenagai baterai berkapasitas 4.300mAh dengan charger berkapasitas 30W. Berdasarkan benchmark menggunakan PCMark, baterai realme 6 Pro sanggup bertahan selama 13 jam 29 menit. Ini termasuk sangat awet untuk ponsel yang menonjolkan pengalaman gaming.
Pengisiannya juga bisa diandalkan. Berdasarkan pengujian kami, dalam waktu 32 menit, baterai realme 6 Pro terisi sebanyak 63 persen.
Kesimpulan
Saat menulis review ini, realme belum mengumumkan harga retail realme 6 Pro di Indonesia. Namun, jika melihat ke India, realme 6 Pro dijual seharga Rp3,7- Rp4,1 juta. Jika harganya di Indonesia di bawah Rp5 juta, realme 6 Pro akan menjadi penantang yang sangat tangguh di segmen menengah. Kami akan memperbarui artikel ini saat realme telah mengumumkan harga resminya di Indonesia.
Terlepas dari itu, secara keseluruhan, saya cukup puas bermain gim di realme 6 Pro. Menurut saya, untuk memperkuat keberadaan realme 6 Pro dan perangkat realme lainnya yang so called bisa buat main gim, lebih baik realme merilis ponsel gaming kelas atas. Ini penting untuk sekadar menunjukkan bahwa mereka mampu membuatnya sekaligus memberi citra positif pada ponsel-ponsel lain di bawahnya.
Walaupun saturasi warnanya bukan favorit saya, kamera realme 6 Pro tak bisa dibilang jelek banget di kelasnya. Malahan, dia cukup oke untuk kebutuhan praktis sehari-hari: TikTok-an, update Instagram, Facebook, Twitter, video call atau sekadar mengabadikan momen bersama saudara keluarga terdekat.
AI pada kamera ini cukup andal, namun sering tak konsisten. Jika ingin memotret secara bebas, Anda lebih baik menggunakan mode Pro.
Kapasitas baterainya juga di atas rata-rata. Artinya, cocok jadi teman para sobat pecinta drakor atau Netflix.
Terakhir, keberadaan chipset Snapdragon 720G, fitur optimalisasi gaming, refresh rate 90Hz, baterai yang besar, membuat posisi realme 6 pro cukup aneh. Ia tak bisa dibilang ponsel mainstream karena dekat dengan ponsel gaming, tapi juga tak bisa disebut ponsel gaming karena managemen panasnya masih standar ponsel biasa.
Namun, keanehan itu harus kita rayakan karena ternyata enak juga. Ia persis masakan rujak soto di Banyuwangi yang terkenal itu. Bagi yang belum pernah makan akan komentar: "Rujak kok dicampur soto", tapi begitu memakannya, mereka akan komentar: "Ternyata enak juga."