90 hari mencari selfie yang baik dan benar
Apa yang menarik dari ZenFone 4 Selfie Pro, smartphone yang didedikasikan untuk penggemar selfie?
Tiap kali memotret selfie, kita patut berterima kasih kepada Eric Fossum. Selfie tak akan bisa terwujud tanpa penemuan sensor piksel aktif oleh Profesor di Dartmouth College itu pada tahun 1992. Dia mengembangkannya dengan dukungan modal dari NASA di Laboratorium Penggerak Jet, Pasadena, California. Awalnya, mereka hendak mengecilkan ukuran kamera untuk perjalanan antar-planet. Namun, Fossum dan timnya kemudian menyadari bahwa penemuan tersebut juga berguna untuk penghuni planet ini, Bumi.
Dua puluh lima tahun kemudian, penemuan Fossum sudah dinikmati miliaran manusia, termasuk kita di Indonesia. Salah satunya melalui ZenFone 4 Selfie Pro. Ponsel yang dirilis Asus di Indonesia pada 25 Oktober 2017 ini memiliki dua kamera di bagian depan dengan komposisi 12MP + 5MP.
Seperti temuan Fossum, fungsi kamera depan pada smartphone sebetulnya juga beralih tanpa sengaja. Sony memulainya ketika merilis ponsel lipat pada tahun 2003. Ponsel tersebut dilengkapi kamera 0,3MP yang bisa diarahkan ke wajah pengguna ketika melakukan panggilan telepon. Ericsson kemudian menyusul dengan merilis Z1010, ponsel pertama yang dilengkapi kamera depan. Ia bukan untuk selfie, melainkan panggilan video guna kebutuhan bisnis.
Sejarah tinggal sejarah. Kita kini mengenal kamera dan selfie sebagai dua hal tak terpisahkan.
Ketika pertama kali menggunakan ZenFone 4 Selfie Pro, saya sebenarnya sedikit kurang nyaman. Pasalnya, saya tak terlalu suka selfie. Jadi, selama kurang lebih 90 hari bersama ponsel ini, saya tak jarang memakai kamera depan untuk memotret landscape. Itu pelanggaran kodrat dan mestinya pelakunya diseret ke pengadilan cinta.
Tanpa berniat bias gender, agaknya selfie lebih identik dengan perempuan. Hal itu setidaknya terlihat jelas dalam desain ZenFone 4 Selfie Pro, dan juga ponsel selfie Asus lainnya.
Tengok saja fitur beautify atau Selfie Master. Ia menyediakan fitur untuk menghaluskan wajah, percerah wajah, melebarkan mata, dan mengubah ukuran pipi dari level 1-10. Laki-laki mana yang peduli ukuran wajahnya gendut atau kurus saat melihat foto? Normalnya, fitur-fitur itu lebih banyak dan lebih digemari kaum hawa. Paling-paling, kaum adam lebih suka perutnya terlihat tidak buncit, dan sayangnya tidak ada fitur untuk mengecilkan perut. Why?
Di luar urusan buncit membuncit, saya menyukai banyak hal dari ZenFone 4 Selfie Pro. Pertama, desainnya tipis --hanya 7mm-- enak digenggam, dan bobotnya cuma 145 gram. Jadi, Selfie Pro tetap tak terasa terlalu tebal ketika dibungkus dengan case transparan yang sudah ada dalam paket penjualan.
Kedua, performanya cukup memuaskan buat pengguna harian. Saya sendiri menggunakan ZenFone 4 Selfie Pro sebagai ponsel utama. Kegiatan rutin saya bersamanya adalah membuka aplikasi office, media sosial, menjelajahi internet dengan Chrome, edit foto dengan aplikasi, bermain gim Asphalt Xtreme, dan tentu saja memotret dalam mode auto dan Pro. Jika kamu sangat peduli terhadap angka, ZenFone 4 Selfie Pro diperkuat chipset Snapdragon 625 dan RAM 4 GB, penyimpanan 64GB.
Dengan konsumsi data sekitar 30GB sebulan, saya bisa menggunakan Selfie Pro dengan rata-rata nge-charge dua kali sehari. Baterai berkapasitas 3.000mAh cukup mampu menopang ponsel dengan layar 5,5 inci FullHD AMOlED display ini.
Saya juga senang, Asus akhirnya insaf dan mengurangi jumlah aplikasi bawaan hingga separuh lebih dari biasanya. Sebagai pengguna ZenFone sejak generasi pertama, saya mengapresiasi langkah tersebut karena membuat ZenUI 4.0 di Selfie Pro jadi lebih bersih dibanding ZenUI 2.0 dan ZenUI 3.0.
Untuk kamu yang punya dua nomor, Selfie Pro menyediakan fitur Twin apps yang memungkinkan kamu memiliki dua nomor WhatsApp yang aktif secara bersamaan dalam satu perangkat.
Keempat, ZenFone Selfie 4 Pro dilengkapi fitur Page Marker untuk mengunduh halaman situs yang sedang kita baca, menandai hal-hal penting, dan membuat tag untuk memudahkan pencarian. Page Marker berguna jika kita berada di daerah yang koneksi internetnya kurang stabil, atau sesaat sebelum terbang jarak jauh. Kebutuhan untuk multi-tasking juga ditopang split screen mode yang memungkinkan kamu, misalnya, nonton YouTube sembari membalas WhatsApp.
Selain itu, personalisasi tampilan di ZenUI 4.0 kini terasa sangat kaya berkat koleksi tema di Theme Store yang kian banyak, baik yang gratis maupun berbayar. Saran saya, Asus perlu memperbanyak tema Indonesia dengan mengundang desainer-desainer lokal untuk terlibat.
Itu semua tidaklah cukup penting. Kita harus kembali ke kodrat ZenFone 4 Selfie Pro sebagai ponsel selfie. Seperti kamu bisa lihat pada gallery foto di atas, Selfie Pro memberikan hasil foto yang beragam, tergantung situasi dan kondisi ketika kita sedang memotret.
Di dalam mal ketika siang hari, misalnya, hasilnya cenderung noise, walau masih dalam batas toleransi. Kualitas foto menjadi turun drastis ketika kita memotret di dalam ruangan dengan pencahayaan yang semata-mata mengandalkan lampu.
Bagaimana dengan foto di luar ruang? Hasilnya cukup memuaskan. Tapi, juga tidak konsisten, terutama dalam memproses warna. Dalam banyak kasus, saya melihat Asus terlalu banyak memperkaya warna.
Misalnya, biru jadi biru banget, kuning jadi kuning banget dan hijau jadi hijau banget. Asus sendiri tampaknya bukan tak menyadari ini karena mereka tetap mempertahankannya melalui fitur yang disebut Pixelmaster. Mungkin, mereka punya pertimbangan sendiri.
Jika betul Asus sengaja melakukannya, kita tak bisa menyebutnya sebagai kekurangan. Itu ciri khas. Satu ruang perbaikan yang menurut saya masih tersisa adalah menangkap multi-focus ketika sedang wefie. Seperti kamu lihat pada foto di atas ini, wajah orang yang berada dalam foto semakin kabur semakin ke belakang. ZenFone 4 Selfie Pro hanya bisa memaksimalkan fokus bagi orang yang berada di barisan depan.
Dengan melihat harganya: Rp.4999.000, saya menyimpulkan Asus ZenFone 4 Selfie Pro cukup adil dalam memberikan performa secara keseluruhan. Ia cukup menarik di rentang harga tersebut.