VPro VH530, headset gaming Rp400 ribuan yang cukup baik
Meski sangat nyaman untuk digunakan bermain gim, olah suara pada headset VPro VH530 saat mendengarkan musik kurang apik.
Punya dana Rp400 ribu apa sudah bisa dapat headset gaming. Pasti banyak orang yang skeptis dengan dana terbatas seperti itu bisa mendapat perangkat yang berkualitas. Tapi, Vpro melalui produk VH530 ingin mematahkan stigma tersebut.
Saat pertama kali saya menerima VH530, semua terasa biasa. Saat hadir pertama kali di atas meja redaksi, pengemasannya terasa biasa. Semua serba biasa, dan tak ada yang istimewa. Saya pun skeptis apakah headset ini dapat menghasilkan suara yang bagus, terutama saat bermain gim.
Setelah saya baca lebih lanjut, VPro menawarkan virtualisasi 7.1 surround. Oke, menurut saya ini merupakan satu bonus besar. Biasanya fitur terswbut baru bisa kita temukan di headset berharga Rp700 ribu ke atas.
Ukuran dari headset ini bisa dibilang cukup besar, tapi bobotnya ringan di kepala. Bantalan atasnya pun cukup empuk, meski relatif tipis. Sedangkan kerangka keseluruhan dari VH530 terbuat dari sebuah pelat besi tipis yang fleksibel, tapi masih dalam taraf kokoh.
Beralih ke bagian bantalan telinga, busanya empuk, terasa nyaman untuk dipakai. Tapi, penggunaan kulit sintetis membuat saya kurang tertarik untuk menempelkannya di telinga saya, karena saat digunakan dalam waktu yang lama akan lengket di kulit.
Saya pun meneruskan inspeksi terhadap headset ini dengan menelusuri kabel konektor dari VH530. Di ujung, saya melihat konektor USB ketimbang bukannya jack audio 3,5mm. Hmm, menarik. Pada awalnya saya tidak terlalu mempermasalahkannya. Tapi, setelah melihat laptop gaming pada zaman ini yang memiliki port USB yang terbatas, hal ini menjadi masalah.
Oke, sebelum saya langsung menjajal headset ini, ada beberapa hal yang saya lakukan. Pertama adalah pergi ke situs resmi Vpro untuk mendapatkan dukungan software karena di dus dikatakan VH530 ini memiliki fitur RGB.
Kekecewaan muncul pada saat saya menyadari tidak adanya dukungan software untuk headset ini. Jadi, saya harus puas melihat headset ini berganti warna secara otomatis tanpa ada dukungan melakukan kustomisasi.
Satu hal lain yang biasa saya lakukan sebelum mulai menguji headset adalah melakukan burn-in (pemanasan) selama 48 jam non-stop. Saya melakukannya dengan memutar musik di laptop selama dua hari. Bagi kalian yang tidak tahu mengapa hal ini penting, ada alasannya.
Istilah burn-in digunakan untuk penyesuaian terhadap diaphragm dari earphone, agar sesuai dengan rancangan aslinya. Secara fisik, proses burn-in ini akan mengendurkan diaphragm sampai akhirnya mencapai keadaan akhir yang diharapkan.
Biasanya, proses burn-in antara 100-200 jam. Tapi, karena artikel review ini harus ditulis secepatnya, 48 jam seharusnya sudah cukup.
Perasaan saya saat pertama kali menempelkan VH530 adalah sama seperti ekspektasi saya, lengket di bagian sekitar telinga. Kekecewaan saya ada pada bantalan telinga susah saya lepas.
Namun keunggulan dari penggunaan material kulit adalah dapat menyegel suara lebih baik dari bahan biasa. Selama percobaan, di volume sekitar 70 hingga 80 persen, saya tidak mendengar ada suara yang bocor.
Saya juga tidak menyetel suara ke maksimal, karena pada saat saya melakukannya, suara yang dihasilkan malah pecah. Tidak nyaman bagi telinga saya.
Karena headset ini merupakan headset gaming, saya langsung memulai beberapa gim kesukaan saya. Pertama, saya mencoba gim PUBG. Saya ingin mengetes janji virtualisasi 7.1 surround dari VH530. Bagaimana hasilnya?
Jujur, saya cukup terkesima dengan virtualisasi 7.1 surround yang ada di headset ini. Suara dari musuh datang dari sumber aslinya. Saya dapat membedakan musuh yang datang, apakah dari depan kiri, belakang kanan, atau lainnya. Staging atau tata letak suaranya cukup baik.
Beralih ke gim balapan Assetto Corsa, saya mendapatkan imersif yang baik selama menggunakan headset ini. Suara knalpot dan decitan ban terasa sangat nyata. Bagaimana dengan multimedia?
Saya sangat puas menggunakan VH530 untuk menonton konten, terutama di Netflix. Film yang sudah memiliki dukungan surround pun terasa sangat nyata saat saya menggunakannya.
Sayangnya, pengalaman saya mendengarkan musik tidak sebaik saat bermain gim atau menonton film. Suara yang dihasilkan sangat datar. Bass di dalam headset ini suaranya kurang dalam, bahkan selalu tertutup dengan instrumen lain.
Oh iya, untuk mengontrol suara dari VH530 pro juga cukup mudah. Terdapat sebuah roda pengaturan volume di bagian sebelah kiri bagian belakang.
Kemudian untuk kualitas mic-nya standar saja. Karena tidak ada aplikasi untuk mengatur volume mic, saya harus mengontrolnya secara manual di dalam pengaturan Windows dalam laptop.
Yah, tapi setidaknya mereka menyematkan switch mute di bagian mic-nya.
Lantas, apakah saya merekomendasikan VPro VH530? Jika Anda memiliki budget di bawah Rp400 ribu dan mencari headset gaming yang memiliki fitur virtualisasi 7.1 surround, headset ini bisa jadi pilihan kuat, apalagi kalian yang mencari headset dengan pencahayaan RGB.
Hanya saja, ada beberapa fitur yang harus menjadi korban karena harganya yang terpangkas. Salah satunya adalah absennya aplikasi untuk mengatur volume dan pencahayaan RGB di perangkat tersebut.