3 fakta mengenai protein dalam keringat manusia berpotensi melawan penyakit Lyme yang ditularkan oleh kutu
Penyakit lyme adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan oleh gigitan kutu rusa, infeksi bakteri pada rusa atau tikus ditransmisikan oleh kutu sehingga menyebabkan penyakit lyme.
Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkap potensi luar biasa dari protein yang ada dalam keringat manusia untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit Lyme yang disebarkan oleh gigitan kutu.
Berikut 3 fakta mengenai protein dalam keringat manusia yang diklaim dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit Lyme, seperti dikutip dari sciencenews.org (19/4).
1. Apa itu penyakit Lyme
Dikutip dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penyakit lyme adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan oleh gigitan kutu rusa. Infeksi bakteri pada rusa atau tikus ditransmisikan oleh kutu sehingga menyebabkan penyakit lyme. Gejala yang paling umum dari penyakit lyme adalah ruam kemerahan di kulit dengan bentuk yang khas.
Terdapat 4 (empat) spesies yang paling sering menyebabkan penyakit lyme, yaitu Borrelia burgdorferi, Borrelia mayonii, Borrelia afzelii, dan Borrelia garinii. Untuk menularkan infeksi, kutu harus menempel pada kulit seseorang selama 24 hingga 48 jam. Durasi waktu yang dibutuhkan untuk mentransmisikan bakteri ke seseorang cukup lama dan umumnya, orang tidak akan sadar pernah tergigit kutu. Seseorang bisa terinfeksi bakteri penyebab penyakit lyme jika orang tersebut digigit oleh kutu rusa yang juga dikenal dengan kutu kaki hitam (black legged tick).
2. Protein SCGB1D2 yang ditemukan dalam keringat manusia
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature Communications pada 19 Maret, para peneliti menemukan bahwa protein yang ditemukan dalam keringat manusia mampu menghambat pertumbuhan bakteri Borrelia burgdorferi, penyebab penyakit Lyme, baik dalam percobaan cawan petri maupun pada tikus laboratorium. Hal ini membuka pintu untuk pengembangan terapi baru yang dapat mengurangi risiko terkena penyakit Lyme yang seringkali sulit diobati.
Para peneliti dari berbagai institusi, termasuk MIT dan University of Helsinki, melakukan analisis data genetik dari ratusan ribu individu yang telah didiagnosis menderita penyakit Lyme. Hasilnya, mereka menemukan bahwa protein bernama SCGB1D2, yang biasanya ditemukan dalam keringat manusia, memiliki kemampuan untuk menekan pertumbuhan bakteri penyakit Lyme.
3. Ditemukan versi mutasi yang dapat meningkatkan risiko infeksi
Namun, temuan ini juga mengungkap bahwa sekitar 40 persen dari individu dalam studi tersebut membawa versi mutasi dari protein tersebut. Eksperimen lanjutan menunjukkan bahwa varian mutasi ini kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyakit Lyme, meningkatkan risiko infeksi pada tikus percobaan yang disuntik dengan bakteri.
Meskipun demikian, penelitian ini membawa harapan baru dalam upaya pengembangan terapi dan pencegahan penyakit Lyme. Dengan memahami peran penting protein dalam keringat manusia, para ilmuwan dapat mengarahkan langkah-langkah lebih lanjut untuk mengeksplorasi potensi penggunaannya dalam melawan infeksi penyakit Lyme.
Penemuan ini juga menimbulkan pertanyaan menarik tentang bagaimana protein ini dapat berinteraksi dengan bakteri saat kutu menyengat untuk menggigit. Meskipun masih banyak yang perlu diteliti lebih lanjut, penemuan ini menunjukkan bahwa aktivitas berkeringat bisa menjadi faktor yang mempengaruhi risiko terkena penyakit Lyme.
Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang perlindungan alami tubuh manusia terhadap penyakit infeksi, tetapi juga membuka pintu untuk pengembangan terapi baru yang dapat memberikan perlindungan yang lebih efektif terhadap penyakit Lyme yang seringkali merugikan.