5 perusahaan teknologi ini bangkrut akibat pandemi
Sederet perusahaan yang bergerak di bidang teknologi mengalami kebangkrutan dan menutup bisnisnya. Berikut ini daftar perusahaan teknologi yang bangkrut karena pandemi.
Pandemi yang telah melanda dunia sejak awal 2020 memberikan pukulan telak ke dunia bisnis. Sebab. pembatasan sosial diberlakukan di seluruh penjuru dunia demi menekan laju penyebaran virus, yang turut membatasi mobilitas dalam kepentingan bisnis.
Sejumlah perusahaan tidak lagi hanya merumahkan atau memberhentikan karyawan, melainkan memberhentikan kegiatan usaha perusahaan. Tidak sedikit dari berbagai perusahaan itu mendapatkan modal dari para investor.
Namun, situasi ekonomi saat pandemi benar-benar mengubah segalanya. Upaya pembatasan sosial yang dilakukan secara terus menerus juga sangat berdampak pada sektor teknologi. Selain menurunkan tingkat penjualan, inovasi sejumlah perusahaan untuk bertahan di masa pandemi juga dirasa gagal. Alhasil, sederet perusahaan yang bergerak di bidang teknologi mengalami kebangkrutan dan menutup bisnisnya.
Selengkapnya, berikut ini daftar perusahaan teknologi yang terpaksa gulung tikar hingga bangkrut karena pandemi.
1. Canon
Canon menutup sementara lima pabriknya di Jepang, tepatnya yang berada di Pulau Kyusshu pada April 2020. Hal itu dikarenakan terhentinya pasokan bahan baku akibat wabah virus. Canon masih mengandalkan bahan baku kamera dan peralatan fotografi lain dari pabrik pemasok komponen di Tiongkkok. Kelima pabrik kamera Canon itu terletak di prefektur Oita, Miyazaki dan Nagasaki.
Dilansir dari The Japan Times, pada 28 Juli 2020, Canon melaporkan kerugian sebesar 8,8 miliar yen untuk April hingga Juni karena dampak dari pandemi covid-19. Pada kuartal kedua 2020, penjualan perusahaan merosot 25,7% dari tahun sebelumnya menjadi 673,3 miliar yen. Untuk setahun penuh, perusahaan memperkirakan laba bersih 43 miliar yen, turun 65,6% dari tahun sebelumnya.
Laba operasional diproyeksikan sebesar 45 miliar, turun 74,2%, dan penjualan diperkirakan sebesar 3,08 triliun yen, turun 14,3%. Perusahaan menerapkan langkah-langkah reformasi struktural senilai 15 miliar dalam peralatan kantor dan operasi kamera, termasuk memangkas karyawan untuk bisa bertahan di masa pandemi.
2. Hertz
Dilansir dari CNBC, Hertz yang merupakan salah satu perusahaan rental mobil terbesar di dunia, mengajukan perlindungan kebangkrutan atau chapter 11 di Amerika Serikat dan Kanada. Hertz tak sanggup membayar utang karena bisnis rental disapu pandemi. Hertz diketahui memiliki utang sekitar USD19 miliar dan membutuhkan bantuan agar tetap bertahan. Perlindungan kebangkrutan yang diajukan Hertz tidak termasuk bisnis di Eropa, Australia, dan Selandia Baru, begitu pula dengan waralaba yang tidak dimiliki perusahaan.
Hertz yang telah beroperasi selama lebih dari 100 tahun sedang goyah selama lima tahun terakhir. Pada 2019 mereka melaporkan tidak meraih untung untuk yang keempat kalinya berturut-turut. Di 2020, bisnis Hertz sempat membaik pada Januari dan Februari, namun kemudian terpukul pandemi yang menghentikan sektor pariwisata dan turis, sebagai pasar utama bisnis rental mobil. Hal lain yang membuat bisnisnya anjlok adalah melambatnya sektor jual-beli mobil bekas. Sebanyak 700 ribu unit kendaraan Hertz saat ini menganggur karena pandemi. Hertz sudah memangkas 10.000 karyawan di AS dan Kanada. Jumlah ini mewakili 26,3% dari jumlah total karyawan Hertz di seluruh dunia.
3. Nissan Motor Co.
Nissan Motor Co. menutup pabrik mobil di Amerika Serikat hingga akhir April 2020. Langkah ini dilakukan untuk membantu meminimalisir penyebaran virus. Dilansir Reuters, produsen mobil Jepang itu mengatakan beberapa pekerjaan dan bisnis penting akan berlanjut dengan langkah-langkah keselamatan yang ditingkatkan. Penjualan Nissan sendiri di AS pada kuartal pertama turun 27%.
Mantan ketua dan CEO Nissan Motor Co. dan Renault SA membuat prediksi bahwa Nissan mungkin akan bangkrut dalam dua hingga tiga tahun ke depan, pasalnya perusahaan yang berbasis di Yokohama menderita penurunan penjualan mobil di Tiongkok dan Eropa. Hal ini mendorongnya untuk memangkas laba dan perkiraan penjualan untuk tahun fiskal yang berakhir 31 Maret 2020 dan mengatakan akan memangkas 12.500 pekerja secara global.
4. Nikon
Nikon telah mengalami kerugian finansial yang besar tahun 2020, dan bukan hanya bisnis kamera yang bermasalah. Bisnis inti Nikon lainnya seperti peralatan manufaktur semikonduktor, memasok 70-90% mesin pembuat chip ke Intel. Namun investasi perusahaan Amerika Serikat tersebut telah berjalan dengan sendirinya.
Menurut Nikkei untuk Bursa Saham Tokyo, Nikon sekarang berencana untuk memotong 2000 pekerja atau sekitar 10% dari tenaga kerjanya. Sejauh ini perusahaan beroperasi dari defisit 46 miliar yen pada 2020.
5. LG
LG Electronics mengumumkan mereka telah bangkrut. LG Electronics sendiri adalah sub-merek dari LG. Perusahaan ini telah mencatat kerugian lebih dari USD4,5 miliar dalam 5 tahun terakhir.
Meningkatnya pangsa pasar smartphone dengan merek terkenal seperti Apple, Samsung dan Huawei membuat pangsa pasar LG Electronics mengalami kerugian. Memiliki 10% dari penjualan di Amerika Utara justru membuat perusahaan tertekan karena meningkatnya biaya produksi. Pada akhirnya LG menutup bisnis smatrphone-nya.