ATSI prediksi 5G di Indonesia tersebar di 2022
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) memprediksi jaringan 5G akan tersebar di Indonesia pada 2022.
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) memprediksi, jaringan 5G akan tersebar di Indonesia pada 2022. Hal ini disampaikan Ketua ATSI - Ririek Adriansyah dalam acara IndoTelko Forum “Embarking 5G, a Pursuit to Digital Destiny” yang berlangsung hari ini di Balai Kartini, Jakarta.
Di tahun depan, Ririek menilai, operator akan terus melakukan pengujian 5G hingga melangsungkan lelang frekuensi di tahun yang sama.
"Operator udah mulai uji coba, tahun ini dan berkelanjutan sampai tahun depan. Tender spektrum diharapkan bisa akhir 2020 atau 2021. Selamba-lambatnya, 2022 kita bisa menggelar layanan 5G," katanya.
Sebagaimana diketahui, sejumlah operator yang beroperasi di Indonesia sendiri sudah melakukan uji coba jaringan 5G sejak tahun 2017. Di tahun 2018 hingga 2019, operator seluler seperti Telkomsel, XL Axiata, Indosat Ooredoo, Tri Indonesia hingga Smartfren, melakukan uji coba 5G melalui beberapa penerapan.
Namun dari beberapa pengujian yang dilakukan itu, mayoritas menerapkannya dalam penggunaan Business to Business (B2B). Misalnya, seperti Telkomsel yang mencoba jaringan 5G pada mobil otonom dan XL Axiata pada teknologi tampilan hologram.
Wacana penggunaan 5G untuk B2B memang kerap disuarakan oleh berbagai operator. Pasalnya, jaringan 5G terlampau mahal. Belum lagi kebutuhan konsumen akan 5G yang belum terlalu mendesak. Lain halnya dengan industri atau B2B yang memang membutuhkan jaringan 5G guna melangsungkan bisnis mereka, misalnya, untuk otomasi sistem.
Ririek pun membandingkan penggunaan 5G di Tiongkok dan di Korea Selatan (Korsel), di mana kedua negara tersebut menjual kuota data dalam jumlah yang besar. Hal ini karena konsumsi data pengguna di negara tersebut memang tinggi. Lain halnya dengan di Indonesia di mana penggunaan data masih terbilang sedikit. Oleh karenanya, penggunaan 5G yang tepat untuk tahap awal adalah di sektor B2B.
"Di Korea dan Tiongkok agak berbeda, yang dijual kuota data dengan volume tinggi. Di kita masih cukup jauh karena konsumsi data pun masih jauh. Jadi mulai dari B2B baru mngkin masuk ke komersil," ujarnya.