Beredar Infinix Zero 5 ilegal, ini kata Kemenkominfo
Infinix diduga melakukan praktik ilegal karena memasarkan smartphone Zero 5 berlabel Made in China
Infinix diduga melakukan praktik ilegal karena memasarkan smartphone Zero 5 berlabel "Made in China". Hal ini mulanya diungkap oleh pengamat gadget Tanah Air, Herry SW melalui akun Twitter-nya.
Dalam tulisannya, Herry mengatakan bahwa dirinya telah menduga Infinix "nakal" ketika memasarkan smartphone yang dirilis Januari lalu tersebut. Padahal, kala dirilis smartphone tersebut diklaim telah memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 30 persen.
Ini alasan saya menduga keras Infinix nakal saat memasarkan Zero 5:
* Ponsel itu lulus TKDN dari jalur hardware. Jadi, Zero 5 harus dirakit di Indonesia.
* Realitanya unit yg dijual via Lazada ada yg "made in China" dengan kartu garansi Indonesia. pic.twitter.com/o1eNGxP5NW — Herry SW (@herrysw) 24 Maret 2018
Menanggapi temuan tersebut, Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Mochamad Hadiyana mengatakan bahwa handset buatan China itu ilegal. Pasalnya, Infinix Zero 5 yang telah menerima sertifikasi merupakan produk yang dirakit di Indonesia.
"Infinix buatan China tersebut ilegal karena yang kami sertiifkasi adalah Infinix yang memenuhi ketentuan TKDN (buatan Indonesia),bukan Infinix buatan China," kata Mochamad Hadiyana dihubungi Tek.id.
Kemenkominfo sendiri belum mengetahui siapa pemasok yang mendistribusikan Infinix Zero 5 ilegal tersebut. Selanjutnya, Direktorat Pengendalian Ditjen SDPPI akan melakukan identifikasi ke e-commerce Lazada terkait produk ilegal Infinix yang telah dipasarkan.
"Kita akan lakukan langkah persuasif dulu dengan menegur online shop, karena mungkin saja mereka tidak mengetahui bahwa produk tersebut ilegal," ujarnya.
Lebih lanjut Kemenkominfo akan meminta agar produk ilegal itu diekspor kembali ke China. Jika pemasok Infinix Zero 5 itu telah diketahui dan bersikeras memasarkan produk ilegal tersebut, Hadiyana mengatakan pemasok itu akan terjerat Undang-Undang nomor 36 tahun 1999 pasal 32 dengan ancaman denda Rp100 juta dan kurungan kurang dari satu tahun.