CEO Huawei tanggapi putusan AS soal daftar hitam mereka
Sebagaimana diketahui, presiden AS Donald Trump secara resmi memblokir Huawei dari pasar AS dan menambahkannya ke daftar hitam.
Huawei mengaku siap menghadapi kebijakan Amerika Serikat (AS) yang telah mencatutkan namanya dalam Entity List atau Daftar Hitam perdagangan AS. Perusahaan asal China itu juga menyatakan akan mengurangi ketergantungan mereka pada komponen AS. Sebagaimana diketahui, presiden AS Donald Trump secara resmi memblokir Huawei dari pasar AS dan menambahkannya ke daftar hitam.
"Kami sudah mempersiapkan ini," kata Founder dan CEO Huawei, Ren Zhengfei.
Ren mengatakan perusahaannya akan terus mengembangkan komponen sendiri, guna mengurangi ketergantungannya pada pemasok luar. Huawei memang merupakan pemimpin yang berkembang pesat dalam hal teknologi 5G. Namun perusahaan masih bergantung pada pemasok asing. Dilansir Channel News Asia (20/5), Huawei membeli komponen sekitar USD67 miliar setiap tahun, termasuk sekitar USD11 miliar dari pemasok AS.
Ren, sebagai orang nomor satu di Huawei memang tengah menghadapi tekanan yang signifikan terkait dengan perusahaannya. Pasalnya latar belakang Ren yang merupakan tentara, turut memicu kecurigaan di beberapa negara bahwa Huawei memiliki hubungan dengan militer China dan layanan intelijen.
Huawei juga menjadi target AS untuk tidak membiarkan China berperan dalam membangun jaringan seluler 5G generasi selanjutnya. Lembaga pemerintah AS bahkan telah dilarang membeli peralatan dari Huawei. "Kami belum melakukan apa pun yang melanggar hukum," kata Ren.
Kendati begitu, ia yakin kejadian ini bakal sedikit memengaruhi pertumbuhan Huawei, "bisa melambat, tapi hanya sedikit," ujarnya.
Lebih lanjut Ren mengatakan Huawei tak akan menyerah pada tekanan dari Washington. "Kami tidak akan mengubah manajemen kami atas permintaan AS atau menerima pemantauan, seperti yang dilakukan ZTE," katanya.
Untuk diketahui, ZTE juga nyaris tumbang di tahun lalu setelah perusahaan-perusahaan AS dilarang menjual produknya. Pasalnya ZTE dituduh terus berhubungan dengan Iran dan Korea Utara. Namun Trump kemudian mengubah keputusan. Sebagai gantinya, ZTE harus membayar denda USD1 miliar dan menerima pemantauan oleh Departemen Perdagangan AS.