Gurita bisnis TikTok, dari streaming musik hingga jualan barang China
TikTok tampaknya ingin menjadi sebuah platform media sosial saja. Kini gurita bisnis platform tersebut tersebar mulai dari layanan streaming musik hingga Project S.
TikTok saat ini sudah menjadi salah satu raksasa di antara berbagai media sosial lainnya. Jumlah pengguna harian yang melebihi jutaan pengguna membuat platform yang satu ini dapat bersaing jika tidak lebih besar dari Instagram, Facebook, atau Twitter.
Namun, TikTok tampaknya tidak puas dengan hanya menawarkan platform media sosial ke penggunanya saja. Mereka seperti ingin menjadi sebuah aplikasi super, dimana memiliki banyak kegunaan di satu aplikasi.
Di Indonesia sendiri, TikTok sudah meluncurkan beberapa fitur yang bisa dibilang cukup menarik. Yang pertama akan kami bahas adalah kehadiran fitur layanan streaming musik bernama TikTok Music, yang bisa menjadi ancaman bagi platform lain seperti Spotify, Apple music, dan lainnya.
Kehadiran fitur ini di Indonesia sendiri sudah terjadi beberapa waktu lalu. Bukan hanya di Indonesia saja, namun juga sudah dapat digunakan di Australia, Meksiko, Singapura, Brazil, dan lainnya.
Dipilihnya Indonesia sebagai salah satu negara yang mendapatkan fitur ini karena jumlah pengguna TikTok yang cukup tinggi. Indonesia berada di posisi kedua dengan jumlah pengguna 113 juta, dimana terpaut sedikit dengan Amerika yang memiliki total 116,5 juta pengguna.
Untuk menggunakan TikTok Music, pengguna diwajibkan membayar biaya bulanan sebesar Rp44,900 untuk paket standar. Sedangkan untuk paket pelajar seharga Rp12,500 dan paket keluarga seharga Rp79 ribu yang dapat dipakai hingga 6 pengguna.
"TikTok Music adalah layanan musik jenis baru yang menggabungkan kemampuan penemuan musik di TikTok dengan layanan streaming yang menawarkan jutaan lagu dari ribuan artis," kata TikTok. Yang menarik, pengguna bisa menautkan akun TikTok ke TikTok Music.
Selain layanan streaming musik, TikTok juga sebelumnya meluncurkan fitur jual beli di platform mereka, bernama Project S. Ini berarti, mereka akan bertanding dengan eCommerce besar di Indonesia, seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan lainnya.
Fitur yang satu ini berbeda dengan fitur TikTok Shop yang sudah dapat digunakan oleh penggunanya. Jika TikTok Shop dapat digunakan untuk memamerkan dan menjual produk mereka, Project S merupakan sebuah platform dimana perusahaan dapat secara langsung menjual produk mereka.
Project S sendiri sudah beroperasi di Inggris pada akhir Juni 2023 kemarin, dimana para pemilik akun TikTok di negara tersebut dapat menggunakan fitur belanja baru dalam aplikasi TikTok mereka yang disebut Trendy Beat.
Dengan fitur ini, pengguna akan mendapatkan penawaran barang-barang yang populer, seperti alat untuk mengeluarkan kotoran telinga atau menyikat bulu hewan dari pakaian. Pengguna dapat memilih langsung barang yang mereka ingin jual tanpa ada usaha yang terlalu banyak.
Fitur yang satu ini pun disebut akan mematikan UMKM di Indonesia jika secara resmi akan hadir. Soalnya, barang-barang yang direkomendasikan di Project S akan langsung dikirim dari China, dimana dimiliki oleh perusahaan TikTok yang terdaftar di Singapura.
Jika dilihat, apa yang dilakukan oleh TikTok ini mirip dengan model bisnis yang dilakukan oleh Amazon. Meski membantu pengguna untuk mendapatkan uang lebih, namun pengiriman barang yang dari China bisa saja membunuh UMKM di Indonesia.
Untuk diketahui, Project S ini disebut dipimpin langsung kepala e-commerce ByteDance, Bob Kang. Dia mengembangkan fitur ini untuk bersaing dengan raksasa fashion dan eCommerce China lain, seperti Shein dan Temu, yang menawarkan barang murah.
"Bob Kang terobsesi dengan Temu dan meniru kesuksesannya, dan menurutnya mereka dapat melakukan ini dengan memasukkan diri mereka ke dalam proses pasokan dan penjualan," ungkap salah seorang sumber internal perusahaan.
Kata Kominfo terhadap Project S TikTok
Mendengar ancaman ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun buka suara. Menkominfo Budi Arie Setiadi sudah memberikan komentar dan arahan terkait kehadiran Project S milik TikTok.
“Jadi memang kita lagi kaji fenomena perkembangan baru ini. Tapi di satu sisi juga kita mau masyarakat juga harus dilindungi jangan sampai S-Commerce ini jadi ajang penipuan. Prinsipnya perlindungan terhadap konsumen dan juga menumbuhkan daya kreativitas masyarakat juga tidak boleh mati,” ujar Budi Arie, seperti dikutip dari laman resmi Kominfo (24/7).
Dia juga mengatakan bahwa pihak Kominfo harus melakukan kajian untuk mengambil langkah yang tepat agar tidak merugikan banyak pihak. Dia menyebut, pemerintah tidak bisa langsung melakukan pelarangan. Akan dikaji apakah ada aturan yang dilanggar, termasuk dengan melibatkan kementerian dan lembaga lain.
“Diupayakan tidak mematikan kreativitas masyarakat dalam membangun usaha. Seperti ada masyarakat yang memproduksi dan melakukan jual-beli takjil secara online melalui WhatsApp dalam komunitas terbatas. Praktik transaksi seperti itu membutuhkan kajian dan regulasi yang bijaksana,” kata Budi Arie.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A. Pangerapan menjelaskan saat ini ada dua bentuk S-Commmerce, yakni yang difasilitasi oleh platform digital dan pribadi.
“Yang difasilitasi platform digital, pengaturannya masuk dalam regulasi E-Commerce. Namun, yang S-Commerce pribadi ini yang sedang dikaji,” jelas Semuel. Dia juga mengingatkan kepada masyarakat agar jeli dalam bertransaksi dengan menggunakan S-Commerce pribadi.
Menurutnya, masyarakat harus jeli dan selalu melakukan pengecekan ulang agar terhindar dari penipuan. "Untuk S-Commerce pribadi inilah masyarakat juga harus jeli. Kadang-kadang pembayarannya pun tidak melalui platform. Itu yang perlu masyarakat pahami dan selalu check and recheck apakah orang ini trusted nggak. Kalau tidak nanti tertipu," jelasnya.