IBM: Perusahaan perlu training ulang karyawan di tengah pandemi COVID-19
Untuk membuat perusahaan bertahan dalam transisi industri 4.0 dan pandemi, perusahaan perlu melakukan training karyawan.
Banyak perusahaan saat ini sudah mulai melakukan transisi ke industri 4.0. Hal ini melibatkan lebih banyak teknologi, seperti AI dan lainnya yang mendorong para pekerja untuk mengikuti perubahan tersebut.
IBM menyebut, para pekerja juga perlu mendapatkan pelatihan ulang untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Sayangnya, pandemi membuat semua semakin parah, karena pekerja juga harus membiasakan diri dengan bekerja dari rumah.
Hasil riset IBM yang dilakukan sebelum pandemi pada 2018, menemukan bahwa sebanyak 120 juta pekerja dari 12 negara dengan ekonomi terbesar di dunia membutuhkan pelatihan ulang akibat kemunculan AI dan otomasi dalam tiga tahun ke depan.
Hal tersebut kemudian diperburuk dengan adanya pandemi Covid-19, di mana para petinggi perusahaan menginginkan adanya percepatan transformasi digital. Mereka pun mengakui kurangnya keterampilan karyawan sebagai salah satu tantangan terbesar untuk maju.
“Saat ini, keberhasilan dan kegagalan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mendukung kelincahan dan ketahanan karyawan mereka,” kata managing partner, IBM Talent & Transformation, Amy Wright dalam siaran pers yang diterima redaksi Tek.id (12/10),
“Pemimpin perusahaan semestinya mulai melakukan perubahan demi memenuhi ekspektasi karyawan karena adanya pandemi Covid-19, seperti memberikan dukungan menyeluruh untuk kesehatan, pengembangan keterampilan baru, dan pengalaman karyawan yang mengandalkan pendekatan pribadi atau personal, termasuk bagi karyawan yang bekerja dari jarak jauh.”
Selain itu, riset terbaru IBM, “Accelerating the journey to HR 3.0,” bekerja sama dengan analis independen Josh Bersin dari Josh Bersin Academy, menyajikan pengalaman dan wawasan 1.500 lebih eksekutif HR global dari 20 negara dan 15 bidang industri. Berdasarkan wawasan tersebut, riset ini menyajikan sebuah pemetaan menuju era HR selanjutnya. Berikut ini poin-poin penting dari riset tersebut :
Terdapat 6 dari 10 perusahaan dengan kinerja tinggi yang disurvei menggunakan AI dan analitik untuk membuat keputusan yang lebih baik mengenai karyawannya, seperti program pelatihan dan keputusan pemberian kompensasi. 41% perusahaan memanfaatkan AI untuk mengidentifikasi keahlian apa yang akan mereka butuhkan di masa depan, sementara 8% perusahaan masih mengandalkan masukan dari manusia (karyawan).
65% dari perusahaan dengan kinerja tinggi yang di survei, menggunakan AI untuk mengidentifikasi perilaku terampil atau behavioral skill seperti misalnya pola pikir yang menganggap bahwa segala sesuatu bisa dipelajari atau growth mindset dan kreativitas dalam membangun tim yang beragam dan adaptif, dibandingkan dengan 16% perusahaan yang masih mengandalkan masukan dari manusia (karyawan).
Lebih dari dua pertiga responden setuju bahwa HR di masa depan harus mampu bekerja dengan tangkas. Namun, kurang dari setengah diantara HR organisasi yang berpartisipasi dalam survei ini memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah menggunakan pendekatan solusi praktis dan kreatif atau kemampuan untuk bekerja dengan cepat.
71% dari perusahaan dengan kinerja tinggi yang disurvei melaporkan, mereka menggunakan arsitektur teknologi HR yang konsisten, dibandingkan dengan 11% lainnya.
“Jadi, untuk mencapai keselarasan bisnis jangka panjang antara pemimpin perusahaan dan para karyawan, saat ini HR semestinya berperan sebagai penasihat strategis, sebuah peran baru bagi HR perusahaan,” kata Josh Bersin, analis global independen dan pimpinan Josh Bersin Academy.
“Saat ini, banyak departemen HR berencana untuk mengadopsi teknologi, seperti cloud dan analytics agar bisa melakukan pendekatan terpadu dan mandiri dalam memenuhi tanggung jawab HR tradisional. Terutama terkait pemberdayaan karyawan melalui dukungan secara menyeluruh yang bisa mendorong perubahan strategis lebih besar demi kemajuan bisnis.”
Temuan dalam laporan ini menyebutkan ada tiga elemen inti untuk mendorong perubahan yang bisa bertahan lama. Yang pertama adalah mempercepat pembelajaran dan umpan balik yang berkelanjutan, memupuk kepemimpinan yang berempati untuk menjadi perusahaan yang lebih berorientasi pada kesehatan dan mendukung kesejahteraan karyawan secara menyeluruh, serta memperbarui fungsi HR dan arsitektur teknologi untuk membuat keputusan yang lebih real-time dan data driven.