Mengapa AI (Belum) dapat gantikan manusia?
Banyak orang yang berpendapat bahwa AI nantinya akan menggantikan peran manusia. Tapi, apakah benar demikian?
Cukup banyak keresahan yang timbul terhadap peranan Artificial Intelligence (AI). Elon Musk salah satu tokoh yang khawatir bahwa AI dapat berkembang sedemikian canggih sehingga manusia dapat kehilangan kendali atasnya.
Sahabat Tek pasti pernah mengalami loket parkir yang dulu selalu dihuni seorang operator saat ini sudah diganti sistem otomatis. Atau berita PHK massal di banyak perusahaan teknologi karena fungsi mereka sudah digantikan oleh AI.
Dalam beberapa tahun terakhir, AI telah berkembang, termasuk riset dibidang kemampuan AI dalam pengambilan keputusan organisasi. Jika hal itu terjadi tentu manusia patut khawatir karena AI akan dapat menggantikan peran manusia dari level teknis sampai level strategis.
Mohammad Hossein Jarrahi dari University of North Carolina kemudian meneliti, apakah ada kemungkinan AI dapat menggantikan manusia untuk mengambil keputusan penting untuk organisasi. Jarrahi menjelaskan bahwa kemampuan AI untuk dapat mengambil keputusan-keputusan strategis masihlah cukup panjang dan rumit. Hal itu bukan disebabkan semata-mata dari kemampuan AI itu sendiri, namun juga karena dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal di sekitar organisasi tersebut.
AI dinilai masih kurang mampu menghadapi ketidakpastian dan ambiguitas yang sering ditemui dalam pengambilan keputusan. AI memang unggul dalam menganalisis data terstruktur dan menghasilkan prediksi berdasarkan pola, tetapi ketika dihadapkan dengan situasi yang tidak pasti atau tidak memiliki pola yang jelas, AI mengalami kesulitan.
Manusia, di sisi lain, memiliki intuisi dan pengalaman yang memungkinkan mereka untuk membuat keputusan dalam situasi yang tidak pasti atau ambigu. Dalam hal ini, kecerdasan manusia tetap tak tergantikan, karena manusia bisa mengandalkan pemahaman holistik dan intuisi untuk menilai situasi dengan lebih baik.
Salah satu hal yang fundamental bahwa AI tidak dapat bekerja menggunakan emosi dan empati seperti halnya manusia. AI bekerja berdasarkan algoritma dan data, sehingga kesulitan memahami konteks sosial yang lebih dalam. Ini menjadi kelemahan besar ketika keputusan harus melibatkan nilai kemanusiaan dan etika.
Sebagai contoh, pengambilan keputusan di bidang kesehatan atau kebijakan publik seringkali memerlukan empati dan pemahaman sosial yang tidak dapat disimulasikan oleh AI. Keputusan-keputusan ini bukan hanya didasarkan pada logika dan data, tetapi juga pada nilai-nilai moral, yang merupakan aspek penting dari peran manusia.
Dalam dunia organisasi, pengambilan keputusan sering melibatkan pilihan-pilihan yang rumit karena dipengaruhi oleh situasi aktual sosial saat itu. Manusia, dengan kemampuan intuitif mereka, bisa membaca nuansa sosial, membangun konsensus, dan menyelesaikan konflik.
Meskipun mampu menganalisis data dengan cepat dan akurat, AI tidak memiliki kemampuan untuk memahami dinamika interpersonal atau negosiasi yang melibatkan banyak kepentingan. Keputusan-keputusan yang memerlukan keterampilan sosial, diplomasi, dan kemampuan bernegosiasi masih menjadi domain manusia.
meskipun begitu AI memberikan banyak manfaat dalam meningkatkan efisiensi dan ketepatan analisis. Keterbatasan AI dalam hal ketidakpastian, konteks sosial, dan empati membuat manusia tetap menjadi bagian penting dari proses pengambilan keputusan yang sukses di organisasi. Jadi jika sahabat tek ingin lebih tangguh di masa depan, berlatihlah dari sekarang untuk meningkatkan kemampuan intuitif dalam mengambil keputusan.
Latihan dapat dimulai dengan membiasakan diri bekerjasama dengan tim, berkolaborasi, berdiskusi, bernegosiasi, atau melibatkan diri di kegiatan-kegiatan sosial.