NASA butuh solusi lebih murah dan cepat untuk membawa tanah Mars ke Bumi
Pengembalian sample ke Bumi ini kemungkinan akan memakan biaya hingga $11 miliar dan diperkirakan tidak akan terwujud hingga tahun 2040.
NASA menghadapi tantangan besar dalam membawa sampel dari permukaan Mars kembali ke Bumi. Dalam sebuah telekonferensi pada hari Selasa, Administrator NASA Bill Nelson menyatakan bahwa rencana saat ini untuk membawa sampel pertama yang dikumpulkan oleh penjelajah Mars Perseverance kemungkinan akan memakan biaya hingga $11 miliar atau sekitar 178.277.000.000.000,00 rupiah dan diperkirakan tidak akan terwujud hingga tahun 2040.
Kendala anggaran, termasuk pemangkasan dana yang diantisipasi, menjadi alasan utama dari penundaan pelaksanaan rencana saat ini. Dikutip dari The Verge (16/4), menanggapi masalah ini, NASA tengah mencari solusi alternatif yang lebih cepat dan lebih ekonomis.
Mereka berencana untuk mengajukan ide dari berbagai pusat risetnya serta Laboratorium Propulsi Jet, dengan harapan bisa mengembalikan sampel Mars pada tahun 2030-an dengan anggaran di bawah $7 miliar.
Tinjauan independen yang dilakukan pada bulan September lalu telah menyatakan bahwa rencana awal NASA untuk misi Pengambilan Sampel Mars menghadapi banyak tantangan teknis dan risiko yang membuatnya sulit dilaksanakan pada jadwal yang ditentukan. Meskipun demikian, NASA tetap bertekad untuk menemukan solusi yang memadai.
Elon Musk, pendiri SpaceX, juga turut merespons masalah ini. Melalui sebuah postingan, Musk mengatakan bahwa SpaceX akan merespons permintaan NASA dengan menyediakan roket Starship yang memiliki potensi untuk mengembalikan sampel Mars dalam waktu kurang dari lima tahun.
Meskipun Starship sendiri telah menghadapi beberapa tantangan dan penundaan, termasuk kehilangan kontak dengan roket pada peluncuran terbaru bulan Maret, namun SpaceX tetap yakin bahwa roket ini dapat menjadi solusi yang cepat dan efisien untuk misi pengambilan sampel Mars.