sun
moon
Premium Partner :
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id realme
  • partner tek.id samsung
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id wd
  • partner tek.id acer
  • partner tek.id wd
Selasa, 27 Sep 2022 16:55 WIB

Peluang Huawei memenangkan perang cloud di Indonesia

Kehadiran Huawei Cloud yang ditandai dengan peluncuran pusat data (data center) di Indonesia akan memanaskan perang cloud di Tanah Air.

Peluang Huawei memenangkan perang cloud di Indonesia
Huawei Cloud's Global Marketing and Sales Service, Jacqueline Shi

Salah satu informasi terpenting yang Huawei sampaikan pada acara Huawei Connect 2022: Unleash Digital, di Bangkok, Thailand, 19-21 September lalu, adalah region baru Huawei Cloud di Indonesia dan Irlandia. Jika tak ada perubahan, Huawei akan meluncurkan secara resmi layanan Huawei Cloud di Indonesia, November mendatang. 

Kehadiran Huawei Cloud yang ditandai dengan peluncuran pusat data (data center) di Indonesia akan memanaskan perang cloud di Tanah Air. Seperti kita ketahui, Amazon Web Services (AWS) sudah terlebih dahulu meluncurkan data center di Indonesia, tahun lalu. Pada Desember 2021, Amazon juga mengejutkan publik dengan pengumuman komitmen investasi USD5 miliar di Indonesia hingga 15 tahun mendatang.

Selain AWS, Alibaba Cloud sudah membangun data center di Indonesia, tepatnya tahun 2018. Bahkan, pada Juni 2021, Alibaba meluncurkan data center ke-tiga di Tanah Air. Demikian juga dengan Google Cloud Platfrom yang sudah membuat data center di tiga wilayah Indonesia sejak tahun 2020. Raksasa China lainnya, Tencent Holdings sudah mengoperasikan data center pertamanya di Indonesia pada April 2021 dan sedang bersiap meluncurkan data center ke-dua. Beberapa perusahaan asing yang juga sudah membangun data center di Indonesia antara lain Nippon Telegraph & Telephone, Keppel DC dari Singapura, dan Princeton Digital Group. Perusahaan lain yang juga sudah berencana membangun data center di Indonesia adalah Microsoft. 

Kehadiran para raksasa tersebut sebetulnya tak mengherankan. Mereka semua tertarik untuk menggarap potensi pasar cloud Indonesia yang termasuk terbesar di kawasan ASEAN. Potensi itu terlihat gamblang dalam beberapa hal.

Pertama, jumlah penduduk kita terbesar ke-4 di dunia. Kedua, nilai ekonomi digital kita, seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto, mencapai USD146 miliar pada tahun 2025. Ketiga, booming ekonomi digital yang ditandai dengan kemunculan e-commerce, fintech, dan online travel agent dengan valuasi unicorn sampai decacorn. Keempat, pandemi covid-19 telah memaksa semua pihak, baik swasta maupun pemerintah, dan masyarakat untuk transformasi digital.

Data Staista menunjukkan, dari segi pendapatan dari layanan cloud, Indonesia adalah penghasil tertinggi kedua dalam bisnis cloud Asia Tenggara pada tahun 2020. Dengan total pendapatan berbasis cloud USD600 juta, Indonesia berada tepat di belakang Singapura dengan USD1,8 miliar. Pendapatan Indonesia diperkirakan akan meningkat lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2025.

Cloud market revenue di Indonesia (Statista)

 

Walaupun baru akan diluncurkan secara resmi pada akhir tahun nanti, Huawei sebetulnya sudah proaktif memasarkan layanan cloud di Indonesia. Di acara Huawei Connect lalu, misalnya, terungkap bahwa Huawei Cloud telah menjalin kerja sama dengan Kompas, MNC, detikNetwork, dan perusahaan media lainnya. Selain perusahaan media, Huawei juga proaktif menggandeng klien potensial lainnya. Pada 29 September, Huawei akan menggelar acara Huawei Indonesia Cloud Summit 2022 dengan tema “Building the Cloud Foundation for an Intelligent Indonesia”. Dari  acara tersebut, setidaknya tergambar juga klien Huawei Cloud, yakni Bank Neo Commerce, dan CargoShare.

Apa keunggulan bersaing (competitive advantage) Huawei Cloud di Indonesia?

Praktisi IT Fahroel Haqi yang juga menjabat Chief Technology Officer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta mengatakan, pertimbangan utama memilih layanan cloud biasanya adalah layanan all-in. "Maksudnya, ada beberapa jenis cloud. Pemain besar kadang hanya menyediakan virtual machine, tapi enggak menyediakan CDN. Biasanya, kita orang IT memilih yang all-in, satu cloud menyediakan semuanya sampai security-nya. Terus, biasanya layanan dasar yang paling kita butuhkan adalah auto-scalling," katanya kepada tek.id

Kedua, kata Fahroel, faktor harga, dan ketiga adalah support yang ada di Indonesia. "Jadi, misalnya dia sudah gandeng perusahaan di Indonesia. Hal lain adalah kemudahan dalam meng-install dan menjalankan aplikasi. Selanjutnya, dashboard-nya harus user-friendly.

"Dari beberapa layanan cloud yang sudah pernah gue pakai, paling enak itu Google Cloud. AWS itu ribet karena feature-nye terlalu banyak, tapi dia powerful," katanya.

Ditanya lebih jauh mengenai seberapa penting faktor harga bagi praktisi IT, Fahroel mengungkapkan hal mengejutkan. Dia mencontohkan, layanan Alibaba Cloud itu biasanya lebih murah dibanding AWS. Namun, masih banyak praktisi IT yang meragukan kualitas produk China. "Teman gue pernah pitching dua layanan itu, AWS dan Alibaba Cloud. Dari segi harga, Alibaba Cloud lebih murah, tapi dia akhirnya milih AWS karena masih kurang yakin sama China. AWS udah pasti amanlah, fitrunya juga paling lengkap," katanya.

Faktor "peace of mind" seperti diungkapkan Fahroel sebenarnya bukan hal baru bagi Huawei. Mereka sudah kenyang menghadapi anggapan seperti itu di bisnis intinya secara global, yakni penyedia produk infrastruktur untuk operator telekomunikasi. Di sektor tersebut, mereka menghadapi pemain lama yang juga sudah sangat mapan, seperti Nokia, Ericsson, dan Cisco. Namun, pada tahun 2021, Huawei tercatat memimpin dengan pangsa pasar global sebesar 28,7 persen, menurut data Dell'Oro.   

CEO Huawei Indonesia Jacky Chen mengungkapkan, rahasia kesuksesan binsis Huawei secara Global dan juga di Indonesia adalah fokus kepada kebutuhan konsumen. Salah satu implementasi prinsip tersebut di Indonesia, misalnya, dengan menyediakan tim support. Saat klien menghadapi masalah, tim support Huawei bisa bergerak jauh lebih cepat dibanding para pesaingnya. Menimpali Jacky, Director of Media Affairs Huawei Indonesia Yang Lin mencontohkan, saat musibah bencana alam terjadi di suatu daerah Indonesia, tim Huawei bisa langsung aktif dan memulihkan layanan komunikasi di lokasi bencana, sehingga bisa membantu tim SAR melakukan tugasnya.   

Jika standar pelayanan di sektor telekomunikasi tersebut diadopsi Huawei ke bisnis Huawei Cloud di Indonesia, tampaknya tak akan butuh waktu lama bagi mereka untuk merebut hati konsumen. Sebagaimana diungkapkan Fahroel, faktor support sangat penting dalam menentukan keputusan CTO dalam memilih layanan cloud. 

Huawei Everything as a Service

Kepada 5.000 lebih peserta konferensi di Bangkok, Huawei Cloud's Global Marketing and Sales Service, Jacqueline Shi mengatakan, perusahaan akan fokus pada "Everything as a Service".

Apa itu Everything as a Service?

Saya akan membahas lebih jauh mengenai Everything as a Service dalam artikel berikutnya. Bersambung...

Share
×
tekid
back to top