Pemerintah gencar tangkal konten bermuatan terorisme
Pemerintah bekerjasama dengan berbagai pihak kini sedang gencar memburu konten yang bermuatan terorisme di internet
Konten bermuatan terorisme dan radikalisme tersebar di berbagai media sosial. Tak ingin semakin berlarut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) gencar menangkal konten terlarang tersebut menggunakan mesin pengais konten.
Mesin tersebut sejauh ini memang secara aktif telah bertugas mengais konten ilegal termasuk pronografi. Namun seiring meningkatnya konten bermuatan terorisme dan beberapa insiden teror yang terjadi di Indonesia, mesin tersebut kini digencarkan untuk mencari konten khusus terorisme selama 2 jam sekali, kemudian diblokir.
"Tadinya tidak dua jam, tapi semenjak itu saya minta dua jam, dua jam... Sebetulnya jalan terus tapi tidak reguler, tidak ditungguin gitu. Kalau perlu dipercepat kalau isunya banyak," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di gedung Kemenkominfo (15/5).
Dalam menindak konten bermuatan terorisme dan radikalisme, Kemenkominfo juga bekerjasama dengan Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Tak hanya itu, Kemenkominfo juga menggandeng berbagai platform media sosial guna meminimalisir konten maupun akun yang terkait terorisme.
"Kami kerja sama untuk take down dengan aparat hukum. Yang tadi belum di-take down meskipun sudah terindentifikasi, itu justru untuk memastikan pelakunya ketangkep oleh Polri, BNPT atau Densus. Kalau langsung ditutup, muncul lagi. Tapi kalau dilacak, kepolisian bisa melakukan tindakan untuk itu," ujar menteri yang akrab disapa Chief RA tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Google Indonesia menyatakan bahwa pihaknya bekerjasama dengan pemerintah untuk menghapus kontem yang mengarah ke terorisme dan ujaran kebencian. Dia bahkan mengaku timnya aktif 24 jam dan tujuh hari kerja untuk memantau konten-konten yang melanggar kebijakan di platform-nya.
Pun begitu dengan Facebook yang menyatakan pihaknya berkomitmen memblokir konten uang melanggar kebijakan perusahaan.
"Untuk Facebook, kami nggak ada ruang untuk adanya kekerasan. Kalau kita menemukan konten melanggar standar komunitas kami, akan kami take down," kata Ruben Hattari, Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia.
Hingga saat ini, Facebook dan Instagram telah mengidentifikasi sekitar 450 akun, dimana 300 akun diantaranya telah diblokir. Di YouTube, ditemukan 250-an akun yang bermuatan terorisme. 40 persen diantaranya telah di-take down oleh perusahaan.
Konten serupa juga ditemukan di Telegram dan Twitter. Di Telegram, 280 akun ditemukan bermuatan terorisme dan radikalisme. Namun perusahaan bergerak cepat dan telah melakukan pembersihan akun yang telah terindentifikasi tersebut.
Sementara itu di Twitter hanya ditemukan 60 hingga 70 akun yang teridentifikasi bermuatan terorisme dan radikalisme. Chief RA menyebutkan setengahnya dari jumlah akun tersebut telah di-take down oleh Twitter.