Penelitian: Jaringan otak pada orang depresi dua kali lebih besar dibandingkan orang sehat
Para peneliti percaya bahwa penemuan ini akan berperan penting dalam pengembangan pengobatan untuk demensia di masa depan.
Sebuah penelitian terobosan baru mengungkapkan bahwa jaringan otak pada orang yang menderita depresi berkembang dua kali lipat lebih besar dibandingkan orang sehat. Jaringan ini dikenal sebagai frontostriatal salience network, yang meskipun fungsinya belum sepenuhnya dipahami, telah dikaitkan dengan penyaringan rangsangan eksternal dan pemrosesan imbalan di otak.
Dilansir dari Wion News (16/9), penelitian ini dilakukan oleh tim ilmuwan dari Weill Cornell Medicine di New York City. Para peneliti percaya bahwa penemuan ini akan berperan penting dalam pengembangan pengobatan untuk demensia di masa depan, terutama yang menargetkan jaringan otak spesifik.
Dalam makalah yang dipublikasikan, para peneliti menulis, “Kami menemukan bahwa frontostriatal salience network berkembang hampir dua kali lipat di korteks sebagian besar individu yang mengalami depresi.” Efek ini, menurut mereka, dapat direplikasi dalam beberapa sampel dan disebabkan oleh pergeseran batas jaringan, dengan tiga mode invasi yang berbeda terjadi pada individu yang berbeda.
Studi ini mengamati bahwa jaringan tersebut dapat memasuki area yang biasanya menjadi wilayah jaringan fungsional lain. Selain itu, pergeseran batas ini terlihat dapat diwariskan secara genetik pada individu yang menderita depresi.
Penelitian ini dimulai dengan menganalisis pemindaian otak dari 57 individu dengan usia rata-rata 41 tahun dan membandingkannya dengan 37 orang sehat. Hasilnya menunjukkan adanya perluasan frontostriatal salience network pada individu dengan depresi.
Tes lebih lanjut dilakukan pada kelompok yang lebih kecil selama satu setengah tahun. Data pemindaian otak dari 114 anak sebelum dan setelah diagnosis depresi juga menunjukkan hasil serupa. Perluasan jaringan ini terdeteksi pada anak-anak sebelum munculnya depresi di masa remaja, yang menunjukkan bahwa jaringan ini bisa menjadi faktor risiko depresi.
Para peneliti menyatakan bahwa ekspansi jaringan salience ini bersifat stabil dari waktu ke waktu, tidak dipengaruhi oleh suasana hati, dan dapat dideteksi pada anak-anak sebelum munculnya depresi.
"Temuan ini mengidentifikasi topologi jaringan otak yang dapat berperan sebagai faktor risiko depresi, serta perubahan konektivitas yang bergantung pada suasana hati di sirkuit frontostriatal yang memprediksi kemunculan dan remisi gejala depresi dari waktu ke waktu," tulis para peneliti dalam laporan tersebut.
Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan lebih lanjut tentang bagaimana perubahan jaringan otak dapat berkontribusi pada perkembangan depresi, sekaligus membuka jalan bagi metode pengobatan yang lebih presisi di masa depan.