Startup ini gabungkan CPU, GPU, DSP dalam satu chip
Ubitium, sebuah perusahaan startup yang berfokus di industri chipset mengklaim bisa ciptakan chipset dimana CPU, GPU, DSP bergabung jadi satu.
Industri semikonduktor terus berkembang dengan inovasi baru. Bukan hanya perusahaan besar saja, namun beberapa perusahaan startup juga sudah semakin gencar dalam membuat inovasi dalam industri yang satu ini.
Salah satu strartup chipset berbasis arsitektur RISC-V, Ubitium, baru-baru ini mengklaim memiliki solusi yang dapat mengubah paradigma teknologi prosesor. Dengan mengembangkan Prosesor Universal, Ubitium bertujuan untuk menghadirkan satu arsitektur tunggal yang mampu menjalankan fungsi CPU, GPU, DSP, hingga FPGA dalam satu chip.
Pendekatan ini disebut sebagai "arsitektur mikro yang tidak bergantung pada beban kerja", yang menurut CEO Ubitium, Hyun Shin Cho, adalah jawaban untuk kebutuhan komputasi di era AI. Berbeda dengan chip tradisional seperti AMD MI300A atau Nvidia Grace-Hopper Superchip yang menggabungkan beberapa inti CPU dan GPU dalam satu paket, Prosesor Universal milik Ubitium mengklaim bahwa semua transistor di dalamnya dapat digunakan untuk berbagai fungsi tanpa memerlukan inti khusus.
Dilansir dari laman Tom'shardware (25/11), konsep ini menyerupai FPGA, chip yang dapat diprogram ulang untuk menjalankan berbagai fungsi. Namun, Ubitium menyatakan bahwa produk mereka akan lebih kecil, hemat energi, dan murah dibandingkan FPGA konvensional yang sering kali memiliki keterbatasan efisiensi dan performa di aplikasi spesifik.
Tim di balik pengembangan Prosesor Universal ini terdiri dari veteran industri semikonduktor, termasuk mantan pegawai Intel, Nvidia, dan Texas Instruments, serta startup chip seperti PACT XPP Technologies yang memiliki keahlian dalam FPGA dan komputasi paralel. Meski berpengalaman, Ubitium menghadapi kendala besar dalam pendanaan.
Hingga saat ini, mereka baru mengumpulkan USD3,7 juta, dana yang digunakan untuk merancang purwrupa dan mengembangkan perangkat pendukung. Namun, mengingat biaya pengembangan chip terobosan dapat mencapai ratusan juta dolar, dana ini kemungkinan tidak cukup untuk membawa Prosesor Universal ke tahap produksi massal.
Jadwal ambisius Ubitium untuk meluncurkan chip ini pada tahun 2026 juga menjadi tantangan besar. Raksasa industri seperti Intel, AMD, atau Apple membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan mikroarsitektur baru, sementara Ubitium berencana menghadirkan inovasi revolusioner hanya dalam dua tahun.
Selain itu, Ubitium bermaksud menciptakan portofolio chip yang mencakup berbagai ukuran dan performa, mulai dari perangkat tertanam kecil hingga sistem komputasi berkinerja tinggi, semuanya berbagi mikroarsitektur dan tumpukan perangkat lunak yang sama. Meskipun ambisi ini terdengar menjanjikan, skeptisisme tidak dapat dihindari.
Beberapa startup serupa di sisi lain telah mengklaim memiliki teknologi revolusioner, namun menghadapi tantangan besar dalam implementasi. Contohnya, Flow Computing, yang sebelumnya tahun ini mengumumkan Parallel Processing Unit (PPU), diklaim mampu meningkatkan kinerja CPU hingga seratus kali lipat. Namun, PPU ini terdengar serupa dengan GPU, seperti halnya Prosesor Universal Ubitium yang memiliki banyak kemiripan dengan FPGA.
Kesuksesan Ubitium dalam menghadirkan Prosesor Universal ke pasar bergantung pada bagaimana mereka mengatasi tantangan finansial, teknis, dan waktu pengembangan yang ketat. Jika berhasil, inovasi ini berpotensi mengubah cara dunia memandang arsitektur prosesor dan membuka babak baru dalam industri semikonduktor. Namun, hingga saat itu, hanya waktu yang dapat menjawab apakah klaim besar Ubitium ini dapat terealisasi.