Strategi nasional untuk penerapan AI: Meningkatkan daya saing indonesia
Penerapan kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) sudah tidak asing lagi di industri. Banyak perusahaan telah memanfaatkan AI untuk mendorong produktivitas sekaligus efisiensi.
Penerapan kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) sudah tidak asing lagi di industri. Banyak perusahaan telah memanfaatkan AI untuk mendorong produktivitas sekaligus efisiensi. Dengan perkembangan yang massif, AI Generatif diyakini akan mendorong transformasi pada berbagai industri global.
AI sendiri bukanlah hal baru. Operator telekomunikasi misalnya telah menerapkan AI dalam praktik bisnis sejak lama. AI tradisional tersebut, seperti advanced analytics, traditional machine learning, dan deep learning.
Namun kini tantangan penerapan AI adalah bagaimana agar tidak terjebak dalam teknologi semata. Pasalnya, banyak pelaku industri yang memaksakan penerapan AI karena ikut-ikutan, tanpa melihat prospek bisnis dan ditopang oleh SDM yang mumpuni.
Deputy EVP Digital Technology and Platform Business, Telkom Indonesia, Ari Kurniawan tren kapitalisasi pasar global generatif AI ini menarik tingkat modal yang signifikan di semua segmen dari US$ 44 pada tahun 2020 menjadi US$16.300 pada tahun 2023. Hal tersebut membuat AI kini sudah menjadi kebutuhan bagi banyak industri di dunia termasuk Indonesia.
Namun di Indonesia sendiri, penerapan AI masih tertinggal bahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara atau ASEAN. Indonesia berada di posisi keempat dengan overall index 61,03, di bawah Singapura (81,97), Malaysia (68,71) dan Thailand (63,03). Untuk mengejar ketertinggalan itu, Ari Kurniawan menyebut harus ada strategi nasional untuk penerapan AI di Indonesia.
"Tentu strategi ini harus ada sasarannya seperti Berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan; Menumbuhkan ekosistem digital untuk kecerdasan buatan; Menciptakan lingkungan kebijakan yang memungkinkan kecerdasan buatan; Membangun kapasitas sumber daya manusia dan mempersiapkan diri menghadapi pasar tenaga kerja; transformasi; hingga Kerjasama internasional untuk kecerdasan buatan yang dapat dipercaya," ujar Ari di sela-sela acara Selular Business Forum (SBF).
Ari menambahkan bahwa ada beberapa sasaran kunci yang dapat menjadi strategi AI Nasional, termasuk peningkatan layanan kesehatan melalui solusi berbasis AI, penyederhanaan operasional pemerintah dalam reformasi birokrasi, inovasi dan pengembangan tenaga kerja terampil di bidang pendidikan dan penelitian, peningkatan hasil dan optimalisasi rantai pasokan dalam ketahanan pangan, serta pengembangan kota cerdas yang lebih berkelanjutan dan efisien.
Hal senada juga diungkapkan oleh Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya Kominfo RI, Wijaya Kusumawardhana yang mengatakan jika AI adalah alat bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain. "Apalagi negara kita ini memiliki generasi muda yang luar biasa banyak yakni 105 juta warga muda," ujar Wijaya.
Untuk sektor ekonomi, Wijaya mengatakan kontribusi AI pada pendapatan domestik bruto pada tahun 2030 nanti secara global 13 triliun USD, di ASEAN 1 triliun USD, dan Indonesia sendiri 366 miliar USD. Hal tersebut yang wajib dimanfaatkan para pelaku usaha tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga industri lainnya.
Terkait aturan untuk pemanfaatan AI ini, Wijaya menjelaskan Kementerian Kominfo telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kominfo. "Sudah ada Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial sebagai panduan pengembangan AI yang merupakan turunan dari UU ITE dan UU PDP”.