Studi Lazada & YCP: Kondisi talenta digital di Indonesia
Menurut hasil studi Lazada dengan YCP Solidiance tahun 2021, terdapat jarak antara para talenta digital di Indonesia terkait kemampuan digital yang mereka miliki.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, nilai ekonomi digital di Indonesia tumbuh signifikan 49% dari tahun ke tahun, sebesar USD70 miliar. Hal ini didorong oleh pandemi yang membuat masyarakat beralih ke layanan digital, khususnya e-commerce.
Namun dengan pertumbuhan di sektor digital ini, negara harus menyiapkan tenaga kerja terampil, dalam hal ini talenta digital, agar pertumbuhan dapat berjalan dengan baik. Menurut hasil studi Lazada dengan YCP Solidiance tahun 2021, terdapat jarak antara para talenta digital di Indonesia terkait kemampuan digital yang mereka miliki.
“Ada gap dari talenta yang ada di Indonesia, di mana keterbatasan digital skill set yang mereka miliki dan keterbatasan dari sisi kebutuhan yang ada di Indonesia, maka perlu ada proses atau prosedur antara pemangku kepentingan baik swasta maupun dari pemerintah dan kementerian terkait,” kata Gervasius Samosir, Partner & Head of YCP Solidiance.
Gervasius menjelaskan tiga keterampilan utama ekonomi digital yang dibutuhkan oleh talenta digital Indonesia, yaitu Social Skills, Digital Skills, dan Business Enabler Skills. Social Skills berhubungan dengan pola pikir kritis dan solve management. Sementara itu, yang dimaksud dengan Digital Skills adalah keterampilan digital yang terkait manajemen data dan analisis, literasi digital dan kemampuan ICT, produk digital, hingga desain.
Talenta digital juga membutuhkan keterampilan bisnis atau disebut Business Enabler Skills. Seperti diketahui, UMKM memiliki peran kunci dalam ekonomi digital di Indonesia, itulah mengapa mereka juga harus memiliki pemahaman tentang bisnis.
Namun pada kenyataannya, kesiapan talenta digital di Indonesia masih kurang dari tiga hal tersebut. Berikut 4 kondisi talenta digital di Indonesia yang harus dibenahi, menurut hasil studi yang sama:
- Enggan memperoleh keterampilan baru
- Kurangnya kecerdasan kritis
- Tidak siap dengan situasi ekonomi digital yang tidak pasti dan kompleks (VUCA)
- Kurangnya kemampuan dasar yang menjadi fondasi keterampilan ekonomi digital
Untuk itu, Gervasius mengimbau agar meningkatkan intensivitas kolaborasi antar pemangku kepentingan baik dari swasta maupun pemerintah dalam menyukseskan perkembangan ekosistem ekonomi digital. Tidak hanya itu, pendidikan sejak dini juga diperlukan untuk memberikan keterampilan fondasi agar nantinya menjadi talenta digital yang cerdas, kritis, dan inovatif.
Terakhir dukungan para stakeholder dari segi investasi waktu, biaya, dan kapabilitas diharapkan dapat diberikan lebih merata sehingga pertumbuhan ekonomi digital dapat dinikmati di seluruh wilayah Indonesia.