Valve mulai izinkan game buatan AI untuk meluncur di Steam
Valve corporation sudah mulai mengizinkan developer yang memanfaatkan teknologi AI dalam pembuatan game untuk meluncurkan produknya tersebut di Steam.
Valve sekarang sudah mengizinkan developer yang menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk merilis game buatannya di Steam. Hal ini selama game yang dibuat tidak menyalahi aturan hak cipta atau standarisasi yang telah ditetapkan dalam platform tersebut.
Merujuk arstechnica (11/1), Steam memberlakukan aturan yang berbeda antara game yang dibuat dengan AI atau game yang memanfaatkan teknologi AI untuk operasinya. Segala jenis game yang menggunakan bantuan AI untuk menjalankannya maka harus memastikan itu tidak membawa unsur seperti seksualitas, sebab bila ada indikasi tersebut maka pihak Steam pasti akan melarangnya.
Valve selaku pengembang Steam juga mengimbau agar semua game yang diluncurkan di platformnya telah melalui proses pemeriksaan ketat sehingga dapat terhindar dari konten yang berpotensi melanggar hukum. Bahkan Valve meminta setiap developer untuk menjelaskan terlebih dahulu teknologi AI yang digunakan pada setiap game buatannya.
“Jelaskan kepada kami teknologi AI seperti apa yang ada pada game tersebut, ini demi memastikan tidak ada pelanggaran hukum di kemudian hari,” jelas Valve.
Valve memang pernah menyebut untuk mencapai keputusan ini pihaknya perlu melakukan pertimbangan yang cukup panjang, sebab game yang dibuat dengan bantuan AI merupakan suatu hal yang baru dan sangat rentan terhadap pelanggaran hak cipta. Maka dari itu, Valve pada awalnya tidak begitu saja langsung mengizinkan para developer untuk merilis game yang dirancang menggunakan AI di platformnya.
Adapun kini memang semakin banyak developer yang menciptakan game dengan bantuan teknologi AI, salah satunya seperti untuk membuat non-player character (NPC). Akan tetapi, tidak sedikit pula developer yang menentang hal ini lantaran dinilai akan ‘membunuh’ kreativitas para seniman.
“Kita sangat tidak setuju dengan ide yang dapat merebut dan merampas kreativitas kita,” ucap Rebecca Ford, Digital Extremes Creatives Director kepada CBC.